Mohon tunggu...
yakub adi krisanto
yakub adi krisanto Mohon Tunggu... -

hanya seorang yang menjelajahi belantara intelektualitas, dan terjebak pada ekstase untuk selalu mendalami pengetahuan dan mencari jawab atas pergumulan kognisi yang menggelegar dalam benak pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kongres PSSI - Harapan untuk tidak gagal (lagi)

31 Mei 2011   02:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:02 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Terhindar (sementara) dari sanksi FIFA karena kegagalan memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Anggota Komite Eksekutif pada tanggal 20 Mei 2011 patut disyukuri oleh para pecinta sepakbola Indonesia. Meski bersifat sementara namun rekomendasi (karena belum ada keputusan resmi dari FIFA) akan mendorong optimisme mengenai masa depan sepakbola Indonesia. Untuk itu stakeholder PSSI dan pecinta sepakbola Indonesia perlu mempersiapkan diri pada kongres ke depan. Persiapan dimaksud khususnya ditujukan untuk mengutamakan kepentingan sepakbola Indonesia daripada hanya membatasi pada perebutan kekuasaan.

Kembali pada ide revolusi PSSI, bahwa kongres PSSI menjadi  momentum untuk melakukan perubahan. Perubahan dengan tetap menaati peraturan sepakbola dibawa otoritas hukum sepakbola (soccer law). Perubahan yang tidak sekedar hanya dilandasi semangat berkuasa, tetapi perubahan yang komprehensif bagi organisasi PSSI yang bebas dari perilaku korup oknum pengurus dan profesionalitas yang mengedepankan transparansi, partisipasi dan akuntabilitas kinerja organisasi.

Hukum sepakbola memiliki karakteristik, dimana rule of the game diatur oleh transnasional organisasi yang disebut FIFA. Ketika rule of the game diterapkan, hukum nasional sebuah negara tidak bisa intervensi. Intervensi negara dengan berlandaskan hukum nasional adalah tabu, dan dapat memicu sanksi FIFA terhadap organisasi sepakbola yang mengalami intervensi. Langkah pemerintah Indonesia c.q Menegpora sudah tepat dengan melakukan 'pembiaran' atas kericuhan kongres 20 Mei 2011. Pembiaran dimaksud bukan berarti 'cuci tangan', tetapi memang aturannya bahwa yang bisa menyelesaikan kisruh sepakbola adalah anggota PSSI.

Untuk kongres ke depan (sebelum tanggal 30 Juni 2011) yang terutama adalah mencari solusi atas pertanyaan [1] bagaimana komite normalisasi dapat mencari strategi agar kongres berhasil memilih ketua umum, wakil ketua dan anggota komite eksekutif? [2] bagaimana meredam keinginan (tepatnya kengototan) kelompok 78 yang (masih) ingin mencalonkan George Toisutta-Arifin Panigoro (GT-AP)? Kedua pertanyaan tersebut menjadi pekerjaan kita, tidak hanya komite normalisasi tetapi juga stakeholder PSSI dan pecinta sepakbola Indonesia.

Cara paling gampang dan mungkin ekstrim tetapi tidak sesuai dengan statuta FIFA adalah melarang kelompok 78 untuk hadir dalam kongres. Namun ide ini perlu dicermati dalam konteks melihat kembali legitimasi pihak yang mengatasnamakan kelompok 78, khususnya pemilik suara yang berasal dari pengurus c.q ketua Pengurus Provinsi (Pengprov). Legitimasi hak suara perlu dipertanyakan atau dievaluasi, yaitu apakah pilihan ke GT-AP merupakan suara publik di tingkat provinsi atau hanya preferensi individual dari seorang pengurus atau ketua pengprov. Stakeholder Pengprov yaitu pengurus cabang di tingkat kota/kabupaten dan klub-klub amatir yang berada dibawah Pengprov perlu menyuarakan aspirasi terkait dengan pilihan suara Pengprov.

Aspirasi stakeholder Pengprov perlu diungkapkan agar tidak terjadi pilihan monolitik yang didasarkan pada kepentingan subyektif pengurus atau ketua Pengprov. Karena pilihan suara yang diarahkan pada salah calon misalnya GT-AP belum tentu merupakan aspirasi dari seluruh stakeholder Pengprov, seperti terjadi pada suara Pengprov Jateng dan Papua. Di Pengprov Jateng ada suara kritis dari Pengcab Pekalongan terhadap sikap ketua Pengprov Jateng yang menjadi bagian dari kelompok 78. Atau dari Papua yang juga mengkritisi sikap sekretaris Pengprov yang menyuarakan kepentingan kelompok 78.

Suara-suara stakeholder di tingkat provinsi perlu digali dan didorong untuk mengevaluasi sikap Pengprov pada kongres 20 Mei 2011 yang lalu. Evaluasi yang bersifat bottom up dapat meredam sikap kemutlakan kelompok 78. Dan jangka waktu kurang lebih 1 (satu) bulan dapat digunakan untuk konsolidasi ditingkat provinsi. Karena sikap kemutlakan kelompok 78 pada kongres kemarin memberi kontribusi signifikan pada deadlock-nya kongres. Komite Normalisasi masih memiliki waktu untuk melakukan konsolidasi dengan mendorong stakeholder di tingkat provinsi untuk mengevaluasi kinerja Pengprov.

Untuk pertanyaan kedua relatif sulit dicarikan jawaban, meski tetap terbuka peluang untuk dicarikan jawaban. Pertama, untuk masalah GT mungkin perlu melibatkan intervensi presiden dalam hal seorang KASAD yang ngotot untuk mencari jabatan diluar jalur kemiliteran. Pasal 40 UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional menyatakan 'Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandisi dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik'. Secara implisit dari ketentuan tersebut adalah larangan perangkapan jabatan pada komite olahraga. Presiden sebagai panglima tertinggi perlu menegur KASAD yang maju pada pemilihan ketua PSSI, karena bertentangan dengan undang-undang.

Kedua, untuk Arifin Panigoro terkait dengan keterlibatannya dalam Liga Primer Indonesi (LPI) perlu diupayakan win-win solution yaitu dengan tetap mempertimbangkan bahwa yang terlibat dalam LPI khususnya para pemainnya yaitu sebagai aset sepakbola yang dapat berkontribusi pada prestasi sepakbola nasional. Win-win solutionyang dapat ditawarkan adalah [1] AP tidak maju sebagai calon ketum karena dilarang oleh FIFA tetapi akan memasukkan LPI dibawah PSSI pasca kongres. Sehingga LPI nantinya menjadi kompetisi sah yang juga menjadi bagian dari PSSI. [2] AP bisa mengajukan nama-nama untuk duduk sebagai pengurus PSSI atau anggota komite eksekutif.

Pemikiran diatas diharapkan mampu memberikan ide bagi sepakbola Indonesia, yang seolah-olah mengalami kebuntuan karena polarisasi kekuatan yang salah satunya tergabung dalam kelompok 78. Kepentingan bangsa Indonesia dan kemajuan sepakbola Indonesia perlu menjadi pertimbangan utama para stakeholder PSSI. Karena kegagalan kongres untuk memilih ketua umum, wakil ketua dan anggota komite eksekutif akan berkonsekuensi pada sanksi yang akan diberikan FIFA. Ketika sanksi diberikan, yang rugi tidak hanya para calon ketua atau pendukungnya tetapi seluruh komponen masyarakat yang mencintai sepakbola Indonesia.

Bangkit Indonesia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun