Kekerasan melahirkan kekerasan, dan terus mereproduksi kekerasan dan derivasinya. Indonesia sedang menghadapi potensi tsunami kekerasan dan kemungkinan melahirkan gempa atas bangunan Indonesia. Kekerasan yang mengatasnamakan keyakinan, atau perbedaan pendapat karena perbedaan sudut pandang keyakinan sudah berada dititik kritis. Tanda bahaya atas keaneka-ragaman perlu disikapi dengan ketegasan dalam kerangka penegakan hukum dan penghormatan HAM.
dalam berbagai bentuknya menjadi kampanye atau propaganda anti-pluralisme. Kekerasan yang sistematis dapat dimaknai sebagai sebuah gerakan anti pluralisme. Negara harus peka terhadap gerakan ini karena mengancam keberadaan Indonesia. Indonesia yang tidak plural bukan Indonesia. Indonesia yang tidak plural berarti juga tidak demokratis. Ironinya adalah gerakan (politik) yang tidak menghormati pluralisme dapat mengambil kekuasaan dengan menggunakan mekanisme demokrasi.
Negara yang diam, tidak melakukan pembelaan terhadap kekerasan yang dilakukan kelompok anti-pluralisme berarti mengijinkan terjadinya situasi penjajahan dalam bentuk lain. Penjajahan atas perbedaan keyakinan merupakan kolonialisme baru. Negara yang melakukan pembiaran karena diam berarti 'membiarkan' Indonesia kembali pada situasi penjajahan. Gerakan anti-pluralisme berusaha tampil menjadi penjajah atas Indonesia yang berbhineka.
Pertanyaannya adalah siapa yang harus tampil untuk memerdekaan Indonesia dari penjajahan atas keyakinan atau gerakan anti-pluralisme? Semakin genting ketika negara enggan tampil sebagai pembela warga negaranya yang terancam mengalami kekerasan. Ketidaktegasan negara c.q pemerintah (dapat) mendorong kelompok anti-pluralisme melakukan kekerasan. Kekerasan yang ingin menunggalkan keyakinan harus segera dicari solusinya dalam kerangka hukum dan HAM. Negara harus memberi prioritas terhadap kekerasan ini seperti kasus terorisme. Ketika negara tidak bisa memberikan solusi maka tidak hanya membiarkan warga negara mengalami penindasan (baca: kekerasan), tetapi juga membiarkan Indonesia tenggelam menghilang karena keinginan untuk menunggalkan keIndonesiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H