Warung tradisional merujuk pada warung sebagai tempat menjual aneka kebutuhan sehari-hari masyarakat yang berada di pemukiman atau perkampungan masyarakat. Warung tradisional atau toko kecil yang dikelola oleh rumah tangga dengan membuka barang-barang jualan yang menempati bagian ruang dari rumah utama atau bangunan terpisah namun tidak berada jauh dari rumah. Warung tradisional ini dapat dimaknai sebagai aktualisasi semangat enterpreneurship yang berkembang terdorong oleh desakan mencukupi kebutuhan keluarga. Pengelolaan yang sederhana dan mengandalkan pasokan dari pasar (tradisional maupun modern) menjadi ciri khas dari warung tradisional ini.
Keberadaan warung tradisional ini menjadi bagian dari masyarakat kampung atau sebuah pemukiman. Bahkan menjadi ciri dari sebuah kampung atau pemukiman cenderung memiliki warung tradisional yang mengisi ceruk pasar ritel dari kebutuhan keseharian masyarakat. Keberlangsungan warung tradisional tersebut 'kenyal' terhadap gempuran pasar ritel modern. Kekenyalan sebagai bentuk kebandelan keberadaannya perlu didorong dengan membentuk perangkat kebijakan yang menjaga keberlangsungannya. Gempuran pasar modern ini mengepung keberadaan dengan ekspansi luar biasa ke wilayah-wilayah yang berdekatan dengan pemukiman.
Alfamart sebagai merek dagang dari PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk mengoperasikan 6.100 gerai dengan 18 distribution center yang tersebar di 11 provinsi. Sampai kuartal I tahun ini, emiten berkode AMRT ini sukses menambah 177 gerai baru dari target 800 gerai hingga akhir tahun. PT Indomarco Prismatama selaku pemilik minimarket merek Indomaret sukses menambah 1.008 gerai baru tahun 2011 menjadi 6.003 gerai. Tahun ini, perusahaan menargetkan membuka 1.000 gerai baru lagi (sumber: http://fokus.kontan.co.id/news/pelaku-usaha-ramai-ramai-buka-minimarket/2012/08/27). Alfamart dan Indomaret adalah pelaku pasar ritel minimarket yang melakukan kompetisi langsung atau face to face competition.
Kompetisi langsung yang dilakukan nampak pada 'penyandingan' kedua gerai minimarket dalam lokasi yang hampir berdekatan, bahkan ada yang bersebelahan. Lokasi yang hampir berdekatan ini dalam hitungan jarak maksimal adalah kurang dari 100 meter diantara kedua minimarket tersebut. Keberadaan lokasi yang diijinkan sampai ke jalan lingkungan di wilayah pemukiman, memberi keleluasaan bagi kedua minimarket untuk membangun gerainya berdekatan dengan pemukiman atau perkampungan pendukuk. Kedekatan inilah yang akan mengganggu surveilance capabilty dari warung/toko tradisional yaitu semakin jarangnya warga sekitar warung/toko untuk membeli kebutuhan. Fasilitas, ketersediaan barang dan harga menjadi daya tarik minimarket yang tidak dimiliki oleh warung/toko tradisional.
Meski demikian, warung/toko tradisional tetap bertahan dengan keterbatasan dan kepasrahan. Bahkan mereka kadang tidak mampu menolak untuk membeli barang yang akan dijual lagi di minimarket tersebut. Keterbatasan dan kepasrahan itu berarti warung/toko tersebut mengandalkan kondisi subyektif pembeli untuk memilih membeli barang di warung/toko tradisional. Kondisi subyektif pembeli tersebut adalah kemendesakan untuk memenuhi kebutuhan keseharian. Kemendesakan inilah yang menjadi referensi untuk memilih warung/toko tradisional.
Ancaman gempuran tidak hanya berasal dari kedua minimarket tersebut, BUMN juga mulai melirik membangun jaringan minimarket seperti BULOG dengan Bulogmart dan PT. POS INDONESIA dengan Posmart-nya. Untuk itu perlu keberpihakan untuk menjaga keberlangsungan warung/toko kecil sebagai bentuk dukungan terhadap jiwa enterpreneurship warga dalam menyiasati kebutuhan ekonomi keluarga. Pemerintah harus peduli dengan keberlangsungan ini untuk menjaga ketahanan ekonomi (keluarga).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H