Mohon tunggu...
yakub adi krisanto
yakub adi krisanto Mohon Tunggu... -

hanya seorang yang menjelajahi belantara intelektualitas, dan terjebak pada ekstase untuk selalu mendalami pengetahuan dan mencari jawab atas pergumulan kognisi yang menggelegar dalam benak pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Fenomena Koboi, Sebuah Manifestasi Anomali Kukum

7 Mei 2012   01:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:37 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media menyebut aksi atau tindakan arogan yang (kebetulan) dilakukan oleh aparat (POLRI/TNI) adalah koboi. Muncullah koboi meda, koboi palmerah dan terakhir koboi manado. Aksi koboi tersebut merujuk pada manifestasi arogan, sewenang-wenang, dan main hakim sendiri (eigenreichting). Fenomena ini adalah puncak gunung es dari situasi intrinsic personal dan institusional dalam melihat hukum. Situasi dimaksud adalah potensi kesemena-menaan yang mudah teraktualisasi ketika terdapat rangsangan yang dianggap merendahkan dirinya.

Potensi kesemena-menaan akan berpeluang mengancam aturan yang terwadahi dalam hukum, dan merendahkan harga diri hukum yang mempunyai tujuan untuk menciptakan keteraturan atau ketertiban. Silang situasi yang berkelindan dengan potensi tersebut membentuk anomaly hukum, khususnya dalam kesadaran hukum yang seharusnya dimiliki oleh individu yang memiliki kapasitas pengetahuan seperti aparat (POLRI/TNI). Secara eksplisit fenomena koboi dalam perspektif anomaly hukum adalah pertama, pemupukan kepercayaan diri yang dibentuk selama berproses menjadi aparat (POLRI/TNI) meliar dalam kehidupan keseharian tanpa control memadai dari individu yang bersangkutan.

Kedua, ketiadaan kemawasan diri berkelindan dengan kebanggaan yang berlebihan mendorong menampilkan arogansi yang merasa dirinya seolah-olah mampu berada diatas liyan. Perasaaan diri seolah-olah menjadi berada diatas liyan terbentuk karena percaya diri yang salah kaprah. Ketiga, kesalah kaprahan semakin membabi buta ketika menghadapi situasi yang diluar konteks hal-hal yang memupuk kepercayaan dirinya. Ketidakmampuan untuk mengontrol kepercayaan dirinya karena watak unggul hybrid yang dicangkokkan dalam sanubari aparat (POLRI/TNI) selama proses pendidikan dan menjadi aparat.

Ketiga hal diatas bermuara pada terbentuknya anomaly hukum ketika individu tersebut mengalami interaksi dengan lingkungan social dan kehilangan daya mawasdalam membawa diri. Merasa diri hebat (baca: unggul) yang tetap melekat ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya mudah merasa dilecehkan ketika terjadi situasi yang dianggap merendahkan kualitas dirinya yang dicipta selama proses menjadi aparat (POLRI/TNI). Perasaan dilecehkan menjadi bagian dari kepercayaan diri yang salah kaprah ketika bertemu dengan situasi yang mengancam kualitas dirinya.

Anomaly hukumnya dimana? Seperti pernyataan Judge Dred dalam film yang berjudul sama, sering membuat pernyataan ‘I am the law’, sesuai dengan kondisi intrinsic yang bersemayam dalam diri aparat (POLRI/TNI). Kepercayaan diri tanpa mawas diri dan kesalah-kaprahan dalam merespon situasi yang dihadapi menempatkan aparat (POLRI/TNI) pada kondisi intrinsic, ‘I am the law’. Dalam kondisi intrinsic tersebut berimplikasi, pertama, respon atas situasi yang terjadi menjadi pengejawantahan kepercayaan diri bahwa dirinya akan mampu mengatasi segala hal meski harus melawan hukum sekalipun.

Kedua, pengejawantahan tersebut seolah menempatkan dirinya adalah hukum atau lebih tinggi dari hukum. Sehingga perbuatan yang dilakukan sebagai sebuah respon akan kebal hukum, tidak akan tersentuh hukum. Dititik inilah embrio hukum yang koruptif sudah terbuahi dengan watak kepercayaan diri tanpa kemawasan. Keberlanjutan dari (rencana) penegakan hukum terhadap para koboi tersebut sudah terancam oleh embrio hukum yang koruptif dari aparat penegak hukum. Inilah bentuk anomaly hukum selanjutnya yaitu manifestas kepercayaan diri tanpa kemawasan akan ditegakkan dengan embrio hukum yang koruptif dari kondisi intrinsic personal dan institusional aparat penegak hukum. Pertanyaannya masihkah kita percaya terhadap hukum yang seharusnya bersifat adil?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun