Mohon tunggu...
yakub adi krisanto
yakub adi krisanto Mohon Tunggu... -

hanya seorang yang menjelajahi belantara intelektualitas, dan terjebak pada ekstase untuk selalu mendalami pengetahuan dan mencari jawab atas pergumulan kognisi yang menggelegar dalam benak pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ruyati Vs Malinda Dee

23 Juni 2011   04:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:15 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_118367" align="aligncenter" width="680" caption="Ruyati/Admin (KOMPAS)"][/caption] Kematian Ruyati menjadi tragedy dalam kehidupan bernegara. Negara Republik Indonesia yang dibentuk dengan salah satu tujuannya adalah 'melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia', mengalami distorsi tujuan dalam penyelenggaraanya. Ruyati dibiarkan oleh negara, Malinda Dee dibantu 'dengan segala cara'. Pernyataan pemerintah dan fakta bahwa WNI yang bernama Ruyati meninggal karena dipancung di Arab Saudi menjadi kenyataan yang harus diterima bahwa negara kurang berperan adil dalam melindungi warga negaranya. Dilain pihak, pemerintah melalui aparat kepolisian sangat sigap dan tanggap untuk menyegerakan pengobatan terhadap pelaku penggelapan dana nasabah. Ruyati vs Malinda Dee merupakan gambaran sebuah ironi dalam bernegara. Menilik posisi kasusnya, diantara keduanya adalah pelanggar hukum dari sebuah hukum negara. Meski dengan hukum yang berbeda, dari negara yang berbeda tetapi sebagai sesama warga negara Indonesia perlakuannyapun juga berbeda. Indonesia menjadi 'teras' surga pelanggar hukum, dimana koruptor bisa lepas dari kejaran hukum, narapidana tajir bisa menikmati fasilitas hotel berbintang, dan tersangka-pun diupayakan untuk mendapatkan bantuan jamkesmas ketika mengalami sakit. Dari pernyataan saja sudah terjadi perbedaan perlakuan alias diskriminasi. Belum lagi tindakan yang diberikan untuk memberikan perlindungan, semakin menunjukkan praktek diskriminasi terhadap sesama warga negara. Keterlambatan untuk mengetahui masalah WNI di luar negeri menjadi bentuk ketidakpedulian dan ketidaksanggupan negara dalam memberikan perlindungan. Ketiadaan informasi adalah fatal bagi negara, dimana negara gagal mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan warga negaranya. Pertanyaannya adalah dimana negara? Apakah sibuk mengurus perebutan kekuasaan, beradu strategi untuk merampok uang rakyat? Atau terjebak untuk memedulikan pelaku kejahatan kerah putih yang tajir dan mampu memberikan imbalan jasa bagi aparatnya? Warga negara yang sama-sama melakukan kejahatan memperoleh perhatian dan perlakuan yang berbeda. Apakah perlakuan yang berbeda ini menjadi manifestasi sikap bangsa ini terhadap penampilan fisik? Ruyati mungkin tidak semolek atau secantik Malinda Dee, sehingga negara lebih sibuk untuk mengurus Malinda Dee. Bahkan untuk peduli atas informasi kondisi Ruyati, negarapun enggan untuk mengetahui. Berbeda dengan Malinda Dee, ketika mengalami kesakitan di payudaranya sepertinya negara melalui aparat kepolisiannya sigap untuk mencari solusi dari rasa sakit. Ruyati meninggal, negara baru tergopoh-gopoh mencari informasi. Malinda Dee baru sakit negara sudah bersigap gempita menyegerakan pertolongan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun