Mohon tunggu...
yakub adi krisanto
yakub adi krisanto Mohon Tunggu... -

hanya seorang yang menjelajahi belantara intelektualitas, dan terjebak pada ekstase untuk selalu mendalami pengetahuan dan mencari jawab atas pergumulan kognisi yang menggelegar dalam benak pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Sepakbola Politik (PSSI): Intervensi & Ambiguitas Pemerintah (2)

30 Maret 2011   03:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:18 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembekuan pengurus PSSI oleh Menegpora dimaknai sebagai penolakan pemerintah c.q Menegpora terhadap kepemimpinan Nurdin Halid (NH). NH dianggap sebagai penyebab kegagalan kongres PSSI di Pekanbaru. Pembekuan pengurus PSSI adalah langkah brutal pemerintah dalam mengintervensi PSSI. Kongres PSSI di Pekanbaru bukannya tanpa hasil, dan hasilnya sudah dikomunikasikan (baca: dilaporkan) ke FIFA.

Konsekuensi yang harus ditanggung oleh NH terkait dengan pembekuan pengurus PSSI adalah mencabut semua fasilitas yang melekat dan dinikmati NH sebagai ketua umum PSSI. Pembekuan pengurus PSSI ini menimbulkan pertanyaan yaitu apakah yang dibekukan adalah ketua umum dan sekretaris jenderal ataukah jajaran pengurus PSSI? Pertanyaan tersebut penting karena sebagaimana dikutip oleh media bahwa yang dibekukan adalah pengurus PSSI. Padahal pengurus PSSI tidak hanya ketua umum dan sekjend PSSI.

Selain ketua umum dan sekjen PSSI, ada komite eksekutif dan badan-badan yang membawahi liga professional (BLI), amatir (BLAI), atau futsal. Apakah dengan demikian pengurus PSSI yang dibekukan adalah seluruh jajaran pengurus PSSI? Kalau ya maka bagaimana dengan kompetisi professional dan amatir? Jawaban atas pertanyaan terkakhir adalah Liga Super Indonesia (LSI) tetap berjalan.

Inilah ambiguitas dari keputusan pembekuan pengurus PSSI oleh pemerintah. Seharusnya kalau mau konsisten maka kompetisi LSI dan kompetisi lainnya yang diselenggarakan oleh PSSI harusnya juga dihentikan. Karena penyelenggara kompetisi adalah pengurus PSSI yang sudah dibekukan oleh pemerintah. Ambigu dan tidak konsisten dalam mengambil keputusan terjadi karena dugaan muatan politik. Sehingga yang terjadi adalah sepakbola politik antara kekuatan politik dibalik 2 tokoh yang berseteru yaitu NH dan AM.

Mengapa yang dibekukan hanya pengurus PSSI, sedangkan kompetisi LSI dan kompetisi lainnya tidak dibekukan? Yang perlu dipahami adalah kompetisi berada dibawah pengelolaan PSSI, sehingga ketika PSSI dihentikan maka seharusnya kompetisi disemua level sebagai bentuk kegiatan yang dilakukan pengurus PSSI juga ikut dibekukan. Dan tidak ikut dibekukannya kompetisi karena memang pemerintah melihat kompleksitas masalah yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan NH atau Nugroho Besoes (BS).
Pemerintah akan berhadapan dengan sponsor utama LSI yaitu produsen rokok dan sponsor pendukung lainnya. Pemerintah takut berhadapan dengan perusahaan yang menjadi sponsor dan memilih untuk bersikap ambigu dan tidak konsisten. Perusahaan tersebut akan ‘teriak’ dan mengeluh apabila kompetisi LSI dihentikan. Mampukah pemerintah bertahan menghadapi tekanan perusahan produsen rokok tersebut?

Pembekuan kompetisi menjadi relevan apabila dikaitkan dengan dana public yang digunakan oleh klub-klub sepakbola yang berlaga di LSI. Apabila pemerintah memang hendak mendukung pengelolaan sepakbola secara professional maka pemerintah mendapatkan momentum untuk mengambil sikap tegas, tidak ambigu dan konsisten. Pada saat pengurus PSSI dibekukan, maka kompetisi LSI juga dihentikan karena mayoritas klub yang berlaga di LSI menggunakan dana public (APBD).

Intervensi setengah hati menimbulkan ambiguitas. Kesetengah-hatian dengan dampak pembekukan PSSI oleh FIFA harus diikuti dengan upaya konkrit untuk membangun sepakbola Indonesia kea rah yang lebih professional. Tetapi kalau kemelut PSSI ternyata dijadikan arena pertandingan sepakbola politik maka keputusan yang diambil adalah setengah hati. Serba tanggung dengan akibat tidak tanggung-tanggung yaitu pembekuan PSSI dimana PSSI (baca: timnas) dilarang berlaga pertandingan internasional harus menjadi pertimbangan langkah intervensi pemerintah.

Pemerintah seharusnya tetap bersikap netral, dengan membiarkan pemilik suara sah dan pengurus PSSI mencari penyelesaian polemic PSSI ini. Yaitu dengan pertama, mendorong pengurus PSSI untuk menyelenggarakan kongres sebagaimana diamanatkan FIFA dengan tenggang waktu sampai dengan 30 April 2011. Kedua, mengawasi dengan ketat proses persiapan dan penyelenggaraan kongres PSSI dengan berkoordinasi dengan FIFA dan KONI/KOI. Ketiga, apabila memang pengurus PSSI melakukan kecurangan dan melanggar statute FIFA maka pemerintah meminta FIFA untuk mengambil alih persiapan dan/atau penyelenggaraan kongres PSSI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun