Kedua, korupsi di aparat POLRI dan Kejaksaan. POLRI dan Kejaksaan merupakan alat Negara bagi penegakan hukum yang berada di bawah Presiden. Artinya bahwa pelaksanaan tugas dan kewenangan penegakan hukum berada dibawah kendali bapak Presiden Jokowi. Cibiran masyarakat terhadap POLRI, 'lapor kehilangan kambing, pulang kehilangan sapi' menunjukkan betapa buruknya citra POLRI di masyarakat. Penegakan hukum yang menjadi monopoli POLRI dan Kejaksaan melahirkan kerentanan penyalahgunaan kewenangan yang merugikan masyarakat, termasuk citra bapak Presiden.
Atau 'hukum itu tajam kebawah tapi tumpul ke atas' memberikan gambaran bahwa selama ini hukum menjadi alat kekuasaan bagi orang kaya, individu yang memiliki kuasa yang menjadikan (aparat) penegak hukum menjadi orang suruhan atau babu mereka. Istilah uang printer, uang kertas, uang jalan, uang damai menjadi sinyal dari aparat penegak hukum dalam melakukan korupsi dengan memanfaatkan kepentingan dari para pencari keadilan. Mekanisme setoran kepada atas juga mendorong terjadinya korupsi. Setoran ke kasat reskrim, kapolres, kapolda - POLRI, atau kasi, kejari atau kejati - kejaksaan telah menumbuh-suburkan korupsi.
Dalam konteks korupsi, forum komunikasi pimpinan daerah (forkominda) juga menjadi ajang korupsi antara lembaga yang dipimpin. Bagaimana APBD memuat anggaran untuk lembaga atau pengadaan mobil kepada lembaga telah melahirkan rasa sungkan atau ewuh pakewuh ketika terjadi upaya penegakan hukum yang terjadi di lingkungan pemerintah daerah.
Demikianlah surat ini kami sampaikan, agar bisa menjadi perhatian bapak Presiden Republik Indonesia atau menjadi masukan dalam melakukan pembenahan pelayanan public di Indonesia. Besar harapan kami, masukan kami ini bisa membantu mewujudkan revolusi mental yang bapak canangkan.
Atas perhatiannya, kami mengucapkan terimakasih.
Salam hormat,
Yakub Adi Krisanto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H