Perceraian merupakan keputusan yang tidak mudah, namun dalam beberapa kasus, pernikahan sulit dipertahankan karena berbagai faktor. Salah satu alasan yang sering dihadapi oleh istri untuk mengajukan perceraian adalah ketika suami dipenjara. Hukuman penjara yang dijalani suami, terutama dalam jangka waktu lama, sering kali menimbulkan ketidakmungkinan bagi istri untuk melanjutkan kehidupan rumah tangga.
Ketika suami menjalani hukuman penjara, banyak aspek kehidupan rumah tangga yang terganggu. Istri yang suaminya dipenjara sering merasa bahwa pernikahan tersebut tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Berikut beberapa alasan yang menjadi pertimbangan dalam gugatan perceraian:
- Ketidakmampuan Suami Menjalankan Tanggung Jawab: Suami yang dipenjara tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai kepala keluarga, baik dari segi ekonomi, emosional, maupun sosial. Ketiadaan suami secara fisik dan ketidakmampuannya menjalankan fungsi dalam rumah tangga menjadi alasan yang kuat bagi istri untuk mengajukan gugatan cerai.
- Hukuman Penjara yang Panjang: Jika suami dijatuhi hukuman penjara selama 5 tahun atau lebih, istri bisa menganggap pernikahan tidak lagi dapat dilanjutkan karena hubungan suami-istri tidak dapat dijalankan secara normal.
- Kesulitan Ekonomi: Dalam banyak kasus, suami yang dipenjara tidak dapat memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Istri sering kali harus menanggung beban ekonomi sendirian, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan keuangan keluarga
ALASAN PERCERAIAN DALAM DASAR HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA
Di Indonesia sendiri, perceraian diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Ada beberapa dasar hukum yang dapat mendukung istri untuk menggugat cerai dengan alasan suami dipenjara, di antaranya:
- Pasal 39 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974, Pasal ini menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan yang cukup kuat bahwa antara suami dan istri tidak dapat lagi hidup rukun sebagai suami-istri. Penahanan suami untuk jangka waktu lama bisa menjadi salah satu alasan kuat bahwa kehidupan rumah tangga tidak dapat dilanjutkan.
- Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf d, dari PP ini menjelaskan bahwa salah satu alasan yang sah untuk perceraian adalah jika salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 tahun atau lebih. Dalam kasus ini, suami yang dipenjara selama 5 tahun atau lebih dianggap tidak lagi dapat menjalankan perannya dalam pernikahan, sehingga perceraian dianggap sebagai solusi yang sah.
- Pasal 19 huruf f PP No. 9 Tahun 1975, Selain hukuman penjara, perselisihan yang terus-menerus juga dapat menjadi alasan perceraian. Jika antara suami dan istri terjadi perselisihan sebelum atau sesudah penahanan, dan tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali, pengadilan dapat mengabulkan gugatan cerai.
- Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI), Bagi yang menjalani pernikahan di bawah hukum Islam, Pasal 116 KHI menyebutkan beberapa alasan perceraian, termasuk hukuman penjara. Salah satu alasannya adalah jika suami mendapat hukuman penjara 5 tahun atau lebih, dan ini bisa dijadikan dasar oleh istri untuk mengajukan gugatan cerai di Pengadilan Agama.
Proses pengajuan gugatan cerai oleh istri yang beragama Islam dilakukan di Pengadilan Agama sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 73 ayat (1) UU Peradilan Agama. Jika suami tidak hadir, pengadilan dapat mengeluarkan putusan verstek, yaitu putusan tanpa kehadiran tergugat.
Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan ketika tergugat tidak hadir dalam persidangan meskipun sudah dipanggil secara sah dan patut oleh pengadilan, tanpa memberikan alasan yang sah. Putusan ini biasanya terjadi dalam perkara perdata, termasuk perceraian, jika salah satu pihak (tergugat) tidak menghadiri sidang tanpa keterangan atau tidak menunjuk kuasa hukum. Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa putusan verstek adalah salah satu bentuk perlindungan bagi penggugat agar proses peradilan tidak terganggu oleh ketidakhadiran tergugat.
Secara umum, proses perceraian suami yang dipenjara mengikuti prosedur dasar yang sama dengan perceraian pada umumnya, tetapi terdapat penyesuaian khusus yang berkaitan dengan ketidakhadiran tergugat dan proses pemanggilan.
PENUTUP
Kasus perceraian karena suami dipenjara tidak hanya mencakup aspek emosional, tetapi juga hukum. Dengan adanya dasar hukum yang jelas, istri yang merasa tidak mungkin lagi menjalani kehidupan pernikahan karena suami dipenjara, terutama dalam jangka waktu yang panjang, memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai. Ketentuan dalam Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan KHI menjelaskan bahwa hukuman penjara selama 5 tahun atau lebih dapat menjadi alasan yang sah bagi istri untuk mengajukan perceraian. Dengan dasar hukum yang jelas, perceraian karena suami dipenjara dapat diakui oleh pengadilan jika istri mampu membuktikan alasan-alasan yang diajukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Penulis: Nur Fadilah (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang) sebagai peserta COE magang di Kantor Advokat & Konsultan Hukum Nuryanto, S.H., M.H. & Rekan