Mohon tunggu...
Fatimah Az Zahra
Fatimah Az Zahra Mohon Tunggu... Paralegal di Kantor Advokat & Konsultan Hukum Nuryanto, S.H., M.H. & Rekan

Akun ini milik bersama kelompok magang CoE FH UMM di Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Nuryanto, S.H., M.H. dan Rekan. yang beranggotakan 178_Fatimah Az Zahra 501_Fanisya Audina 504_Nur Fadilah

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Prinsip Kebebasan Hakim dalam Memutus Perkara di Bawah Koridor Interpretasi Asas Legalitas

16 Oktober 2024   20:25 Diperbarui: 16 Oktober 2024   20:38 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

     Prinsip kebebasan hakim merupakan pilar fundamental dalam sistem peradilan yang menjamin terselenggaranya peradilan yang adil dan independen. Kebebasan ini memungkinkan hakim untuk menafsirkan hukum dan mengambil keputusan tanpa adanya tekanan dari pihak luar. Namun, kebebasan ini tidaklah mutlak. Hakim tetap terikat pada koridor hukum yang berlaku, salah satunya adalah asas legalitas. Asas legalitas memastikan bahwa setiap putusan hakim didasarkan pada hukum yang jelas dan berlaku, sehingga melindungi hak-hak warga negara dan mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Kebebasan hakim memberikan ruang bagi hakim untuk memberikan keadilan dalam setiap kasus. Hakim memiliki kewenangan untuk menafsirkan hukum dan menerapkannya pada peristiwa/kasus konkret yang ada di hadapannya. Hal ini penting karena hukum seringkali bersifat abstrak dan membutuhkan penafsiran untuk dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. 

     Namun, kebebasan ini tidak berarti bahwa hakim dapat bertindak semaunya. Asas legalitas membatasi kekuasaan hakim dalam menafsirkan hukum. Hakim tidak dapat menciptakan hukum baru atau mengubah isi undang-undang yang sudah ada. Namun, mereka memiliki wewenang untuk menafsirkan hukum yang sudah ada dalam konteks kasus yang konkret. Tujuan dari asas legalitas adalah untuk memberikan kepastian hukum, melindungi hak-hak individu, dan mencegah tindakan sewenang-wenang dari pihak berwenang. Konflik antara kebebasan hakim dan asas legalitas seringkali muncul dalam kasus-kasus yang unik dan belum pernah terjadi sebelumnya. 

     Sebagai contoh dalam kasus X, seorang hakim dihadapkan pada suatu perkara pidana yang belum pernah diatur secara eksplisit dalam undang-undang. Hakim kemudian harus membuat putusan berdasarkan interpretasi terhadap undang-undang yang ada. Dalam situasi seperti ini, kebebasan hakim dalam menafsirkan hukum menjadi sangat penting untuk mencapai keadilan. Namun, hakim juga harus tetap berpegang pada asas legalitas agar tidak membuat keputusan yang semena-mena. Ini menunjukkan bahwa hakim harus mampu menyeimbangkan kebebasan interpretasi dengan kewajiban untuk mengikuti hukum, terutama dalam menghadapi kasus-kasus baru yang belum diatur. 

     Contoh nyata dari dilema ini adalah kasus seorang hacker yang menggunakan AI untuk membuat deepfake video seorang tokoh publik dengan tujuan merusak reputasinya. Tindakan ini jelas merugikan, namun belum ada aturan hukum yang secara spesifik mengatur tentang pembuatan dan penyebaran deepfake. Hakim yang menangani kasus ini dihadapkan pada tantangan untuk menemukan dasar hukum yang tepat untuk menjerat pelaku. Di satu sisi, hakim perlu memberikan putusan yang adil dan sesuai dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Di sisi lain, hakim juga harus berhati-hati agar putusannya tidak melanggar prinsip legalitas dan tidak membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan. Untuk mencapai keseimbangan dalam situasi seperti ini, hakim harus melakukan penyeimbangan yang cermat antara kebebasan dalam menafsirkan hukum dengan kewajiban untuk tetap berpegang pada hukum yang berlaku. contoh kasus di atas menunjukkan bahwa kebebasan hakim dalam menafsirkan hukum adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, kebebasan ini memungkinkan hakim untuk memberikan keputusan yang adil dan relevan dengan perkembangan zaman. Namun, di sisi lain, kebebasan ini juga berpotensi disalahgunakan jika tidak diimbangi dengan pemahaman yang mendalam tentang asas legalitas. 

     Yurisprudensi atau putusan hakim sebelumnya juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebebasan hakim. Di satu sisi, yurisprudensi dapat memberikan pedoman bagi hakim dalam memutus perkara yang serupa. Hal ini dapat meningkatkan kepastian hukum dan mencegah terjadinya ketidakkonsistenan dalam putusan. Di sisi lain, yurisprudensi juga dapat membatasi kebebasan hakim, terutama jika hakim merasa bahwa yurisprudensi yang ada sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Hakim tidak hanya sebagai penerap hukum, tetapi juga sebagai pembentuk hukum. Melalui putusan-putusannya, hakim dapat memberikan interpretasi baru terhadap undang-undang dan membentuk perkembangan hukum di masa depan. Doktrin stare decisis (mengikuti putusan sebelumnya) merupakan salah satu contoh bagaimana putusan hakim dapat menjadi sumber hukum bagi putusan-putusan berikutnya. Namun, hakim juga memiliki kewenangan untuk menyimpang dari yurisprudensi yang ada jika terdapat alasan yang kuat. Prinsip kebebasan hakim dan asas legalitas merupakan dua prinsip yang saling melengkapi dalam sistem peradilan. Kebebasan hakim diperlukan untuk memberikan keadilan dalam setiap kasus, sedangkan asas legalitas berfungsi untuk memberikan kepastian hukum dan melindungi hak-hak warga negara 

     Untuk mencapai keseimbangan antara kedua prinsip tersebut diperlukan suatu pendekatan yang bijaksana dan memperhatikan konteks sosial, budaya, dan hukum yang berlaku. berikut diantaranya yakni: 

1. Hakim harus selalu menjadikan undang-undang sebagai pedoman utama dalam memutus suatu perkara  

2. Dalam menafsirkan undang-undang, hakim harus mempertimbangkan tujuan dari undang-undang tersebut serta konteks sosial budaya yang berlaku   

3. Yurisprudensi dapat menjadi pedoman bagi hakim dalam mengambil keputusan. Hakim memiliki kebebasan untuk mengikuti atau tidak mengikuti yurisprudensi. Namun, dalam praktiknya yurisprudensi sering digunakan sebagai pedoman untuk mencapai konsistensi dan kepastian hukum. Ini menunjukkan bahwa meskipun hakim memiliki kebebasan dalam memutus perkara, mereka tetap terikat pada prinsip-prinsip hukum yang telah terbentuk melalui putusan-putusan sebelumnya.   

4. Hakim harus selalu mengikuti perkembangan hukum dan masyarakat agar dapat memberikan putusan yang relevan dan adil. 

Oleh karena itu, prinsip kebebasan hakim harus selalu sejalan dengan asas legalitas dan prinsip-prinsip dasar hukum lainnya. Dengan demikian, tercapailah keseimbangan antara keadilan dan kepastian hukum 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun