Mohon tunggu...
M yahya wahyudin
M yahya wahyudin Mohon Tunggu... Atlet - Reasearcher

Orang bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Islam di Indonesia: Masalah Perkembangan

28 Juli 2020   16:41 Diperbarui: 28 Juli 2020   16:48 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia saat ini merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, dengan Populasi sebesar 85%, hal ini menunjukan bahwa perkembangan islam di Indonesia sangat lah cepat, hal ini juga sebagai bukti konkrit keberhasilan proses islamisasi di Indonesia. 

Secara kuantitas mungkin dapat dikatakan jika memang umat islam di Indonesia sangat lah besar, namun belum tentu kuantitas itu menunjukan kualitas yang serupa pula. Biarpun telah tersebar luas dan cukup mapan dengan cepat, namun dari segi pengisian dan substansinya, islam di Indonesia masih dalam proses perkembangan.

Cukup menarik jika kita komparasikan antara islam di Indonesia dan islam di india. Kedua negara itu memiliki kontras perbedaan yang amat menarik. India dengan penduduk mayoritas hindu, tapi kebesaranya di masa lalu yang jadi kenangan romantic dan nostalgiknya adalah masa kebesaran -- kebesaran kerajaan islam. Ini di cerminkan dalam fakta bahwa bangunan -- bangunan monumental islam, seperti taj mahal dan fateh puri merupakan kebanggan india dan menjadi atraksi utama industry turismenya.

Sebaliknya Indonesia, mayoritas penduduk nya muslim, namun masa lalu yang dikenang nya dengan romantisme dan notalgia (meskipun umumnya terbatas hanya kepada retorika belaka) ialah masa kejayaan kerajaan -- kerajaan hindu budha. Ini di cerminkan dalam fakta, sebagaimana telah di singgung bahwa monument -- monument Hindu -- Budha, seperti Borobudur dan prambanan yang menjadi kebanggan nasional dan merupakan atraksi utama industry turismenya.

Mungkin tidak ada yang terlalu aneh tentang hal itu semua, mengingat adanya banyak negeri yang mempunyai hal serupa berkenaan dengan kejayaan masa silam mereka. Tapi perbandingan antara Indonesia dan india dalam kaitanya dengan agama Islam itu menunjukan adanya suatu fakta yang menarik ! 

yaitu bahwa sementara Islam di Anak -- Benua sempat menancapkan bekas-bekas pengaruh kulturalnya yang amat mendalam, di Indonesia pengembangan kultural itu masih merupakan masalah masa sekarang ini dan masa mendatang, karna itu secara retorik barangkali dapat di katakana bahwa berbeda dengan india, islam di Indonesia tidak mempunyai masa silam. Islam di Indonesia hanya mempunyai masa depan !

Maka untuk menyongsong kini dan masa depan itulah kita berpikir dan bekerja dalam rangka pelaksanaan ajaran islam. Kembali kepada argument yang telah di kemukakan, untuk pelaksanaan itu kita perlu pengertian yang benar tentang ajaran Islam itu sendiri, dan tentang lingkungan dimana kita hendak melaksanakanya, dalam hal ini Indonesia. 

Kiranya akan berlebihan jika di tegaskan bahwa baik usaha kita memahami ajaran maupun usaha kita mengerti lingkungan adalah tidak lebih dari pada suatu kegiatan semacam ijtihad dengan segala falsafah dan nilai arti ijtihad itu. M

aka kiranya juga tidak lagi diperlukan penegasan bahwa kita menyadari kemungkinan untuk benar atau salah, sebanding dengan fasilitas dan keterbatasan yang ada pada kita dalam usaha memahami ajaran dan lingkungan kita.

Jika pemahaman yang kita coba paparkan di atas itu benar maka setiap langkah melaksanakan ajaran islam di Indonesia harus memperhitungkan kondisi sosial-budaya yang ciri utama nya ialah pertumbuhan, perkembangan dan kemajemukan. 

Belum ada satu pola sosial-budaya yang dapat di pandang sebagi bentuk permanen keindonesiaan, baik sebagai system nilai maupun sebagai pranata. Maka dalam proses pertumbuhan dan perkembangan itulah umat islam Indonesia di harapkan memberi saham dan tanggung jawab nya, sebanding dengan jumlah numerical mereka.

Ide tentang perubahan dan perkembangan ini terefleksikan dalam berbagai ide yang bagaimana melaksanakan ajaran agama dalam masyarakat. Ini terkait dengan masalah keadaan historis, yaitu kesadaran bahwa segala sesuatu mengenai tatanan hidup manusia ada sangkut pautnya dengan perbedaan orang, zaman dan tempat. (islam doktrin dan peradaban : Ixxii)

Halangan terhadap ide pertumbuhan dan perkembangan adalah sikap- sikap serba mutlak (absolutistic) akibat adanya keyakinan diri sendiri telah "sampai" dan mencapai kebenaran mutlak, suatu pengertian yang sesungguhnya mengandung pertentangan istilah (contradiction in term). Sebab bagaimana mungkin suatu wujud nisbi seperti manusia dapat mencapai suatu wujud mutlak, justru tauhid mengajarkan bahwa yang mutlak hanyalah Allah, sehingga kebenaran mutlak pun hanya ada pada-Nya belaka. 

Maka salah satu sifat yang dimiliki oleh Allah adalah Al --haq "Yang benar" (secara mutlak). Berkenaan dengan ini Ibnu Taymiyah sering merujuk kepada sabda Nabi SAW bahwa ungkapan yang paling benar dari pada penyair ialah ungkapan penyair labid "ala kulli syai'in ma khola i-lah bathil"(ingatlah, segala sesuatu selain allah adalah palsu). Artinya hanya allah yang mutlak dan selain allah, meskipun mengandung kebeneran adalah nisbi, dan kebenaranya pun nisbi belaka. (Al imam : 115).

Jadi absolutisme lebih -- lebih lagi seharusnya tidak terjadi di kalangan kaum muslimin. Apalagi islam selalu di lukiskan sebagai jalan, maka pengertian hakiki tentang "jalan" dengan sendirinya mengisyaratkan adanya gerak, yakni bahwa apa dan siapapun yang bergerak menuju jalan dan menempuhnya, maka ia harus bergerak menuju satu tjuan, etos gerak ini tinggi sekali dalam islam, yang dalam kitab suci dikaitkan dengan ide benar dan semangat tentang hijrah (Qs. Al-ankabut/29;26)

Maka dari itu umat muslim di Indonesia harus melepaskan diri dari sikap absolutism dan sikap egosentris mengenai kebenaran yang nisbi, dengan begitu akan terciptanya idea of progress yang akan terus mendorong pertumbuhan umat islam sehingga menciptakan suatu ekosistem cosmopolitan yang secara historis kosmopolitanisme menjadi roda maju nya sebuah peradaban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun