Bbrapa waktu yang lalu dunia perpolitikan Indonesia pernah diguncang oleh pernyataan terbuka pra tokoh lintas agama tentang kbohongan pemerintah kita. Baik disadari atau tidak, kita, manusia adalah mahluk pembohong.
Walaupun kita pernah bertemu dgn org yg terkenal dgn kejujurannya akan tetapi belum tentu dia tidak pernah berbohong. Yang membedakan pembohong dan orang jujur hanyalah intensitas kebohongannya. Jika terlalu sering berbohong pantaslah ia dijuluki pembohong. Jika Demokrat lagi-lagi berbohong, misalnya tentang pemecatan Nazaruddin yg katanya sudah didrop out dri DPR ternyata sampai hari ini hal tersebut baru akan dikirim suratnya besok menurut Ruhut apakah Demokrat juga berhak menyandang predikat itu?
Tentu saja aku berharap itu tidak pantas.
Lantas kenapa manusia dan atau Demokrat itu berbohong? Salah satu jawaban yang saya temukan karena manusia adalah makhluk yang penuh dengan kelemahan dan aib, dan manusia itu sendiri tidak mau jika aibnya diketahui oleh semua orang. Tentu saja dengan melakukan kebohongan itu ia memperoleh keuntungan tertentu. Pastilah dia sudah menghitung untung ruginya. Tpi jangan khawatir aku kira Tuhan hanya tidak akan mengampuni dosa syirik. Semoga dosa-dosa bohong kita diampuni Tuhan. Yang jelas aku harus berpikir dua, tiga kali untuk memaafkan orang yang membohongiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H