Di media, biasanya pada setiap akhir tahun, para analis sangat sibuk menyampaikan hasil analisis mereka terhadap kinerja ekonomi dunia secara umum dan perekonomian Indonesia secara khusus. Ulasan para analis seperti ini adalah biasa. Tetapi yang sangat menganggu, yaitu, ada yang melakukan penilaian terhadap Tim Ekonomi Jokowi berdasarkan asumsi-asumsi yang ada dalam APBN, seperti, pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, jumlah kesempatan kerja, perbaikan ketimpangan pendapatan, target pengurangan kemiskinan, dan sebagainya.Â
Tulisan singkat ini tidak dimaksudkan untuk membela Tim Ekonomi Jokowi, tetapi hanya bertujuan untuk mendudukkan masalah pada posisi yang sebenarnya, khususnya Tim Ekonomi Jokowi. Penilaian terhadap Tim Ekonomi Jokowi menggunakan asumsi dalam APBN, penilaian seperti ini saya kira kurang tepat, karena beberapa alasan seperti yang akan diuraikan berikut ini.
Pertama, asumsi-asumsi yang ada dalam APBN bukan berlandaskan pada keputusan ekonomi, tetapi adalah sebuah keputusan politik, yaitu, hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif. Asumsi dalam APBN yang merupakan hasil kesepakatan politik, atau hasil keputusan politik (tidak lagi sepenuhnya berlandaskan pada keputusan ekonomi semata), kurang bijak bila dibebankan kepada sebuah Tim yang disebut Tim Ekonomi Jokowi sebagai penanggung-jawab utama, seyogianya yang bertanggung jawab penuh adalah eksekutif dan legislatif. Di media diberitakan bagaimana alotnya proses penyusunan asumsi dalam APBN, bisa sampai empat, lima kali perubahan. Intinya, asumsi-asumsi dalam APBN bukan karya Tim Ekonomi semata, tetapi telah menjadi karya bersama antara Ekskutif dan Legislatif.
Kedua, atas dasar pemahaman bahwa negara kita Indonesia bukan negara yang menganut sistem ekonomi komando (command economy), tetapi cenderung menganut sistem ekonomi campuran. Pada sistem ekonomi komando, pada umumnya, semua pelaku ekonomi diatur (baik dalam berinvestasi dan mengkonsumsi), sehingga asumsi yang ditetapkan pemerintah akan terjadi seperti itu terjadi. Kalau sistem perekonomian negara adalah sistem ekonomi campuran, dan juga dalam konteks global, biasanya asumsi yang disusun dalam APBN jarang yang tepat, dalam sejarah APBN Indonesia hanya sekali tepat angka pertumbuhan ekonomi, yaitu, ketika asumsi pertumbuhan ekonomi 6,23 persen (kalau saya tidak salah), selain itu, sejak tahun 1945 sampai sekarang tidak pernah ada yang tepat. Intinya, mengevaluasi Tim Ekonomi Jokowi menggunakan indikator asumsi dalam APBN adalah suatu perbuatan yang tergolong kurang bijaksana.
Ketiga, Tim Ekonomi Jokowi yang memiliki tugas pokok, yang wajib mengevaluasinya adalah Jokowi sebagai presiden, tentu presiden memiliki indikator khusus dalam melakukan evaluasi dan tidak terbatas hanya pada sisi asumsi dalam APBN semata. Karena asumsi dalam APBN, tidak hanya ditentukan oleh indikator ekonomi semata, tetapi sangat banyak faktor yang memperngaruhinya, sehingga sulit dikendalikan semua faktor yang mempengaruhi tersebut. Tugas pokok ini yang menjadi tolok ukur utama bila hendak mengevaluasi Tim Ekonomi Jokowi, bukan menggunakan asumsi dalam APBN.
Kalau seandainya tidak ada kepercayaan pelaku pasar terhadap Jokowi secara umum dan Tim Ekonomi secara khusus, maka, (a) akan terus menurun nilai tukar rupiah (akan mencapai Rp 25 ribu per dollar AS seperti perkiraan analis Singapura), (b) akan cenderung semakin tinggi suku bunga (bisa seperti pada tahun 1997 yang mencapai 62 persen per tahun, (c) penerimaan pajak tidak akan mencapai Rp 1000 triliun (sekalipun masih di bawah target dalam APBN), (d) sistem operasional APBN tidak akan lancar seperti sekarang ini, baik dari sisi penerimaan (revenue sides) maupun dari sisi pembelanjaan (semula diperkiakan lamban, tetapi cenderung semakin lancar, termasuk dana desa), (d) akan semakin terkuras devisa sampai habis, kondisi saat ini, devisa masih sekitar 100 miliar US Dollar, tergolong aman karena bisa membiayai impor, minimal 3(tiga) bulan., dan banyak lagi yang menunjukkan bahwa Tim Ekonomi Jokowi cukup berhasil dalam batas kewajaran dan dalam lingkup sistem ekonomi campuran.Â
Memang diakui, masih banyak masalah ekonomi yang sedang dihadapi negara ini ke depan, seperti peningkatan ekspor, peningkatan investasi, pengurangan biaya tinggi, suku bunga yang cukup tinggi, angka penganggguran yang cukup tinggi, demikian juga angka kemiskinan, dan banyak masalah sosial lainnya, tetapi cukup banyak diumumkan kebijakan yang diharapkan sebagai solusi, namun masih butuh waktu untuk merasakan hasilnya. Paket kebijakan ekonomi sudah sampai pada Jilid yang ketujuh, dan mungkin menyusul jilid-lilid selanjutnya. Memang demikian tugas keberadaan negara, yaitu, membuat kebijakan agar yang tidak bijak jalannya menjadi bijak (on tract).
Sekali lagi, asumsi yang disusun dalam APBN bukan hasil kerjaan Tim Ekonomi semata, melainkan, hasil konsensus antara dua lembaga besar di negara ini, lembaga ekskutif dan lembaga legistatif. Sangatlah kurang bijaksana, bila angka-angka asumsi APBN digunakan sebagai ukuran kegagalan Tim Ekonomi Jokowi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI