Sambil menarik sigaret kreteknya dalam-dalam, Paidjo kemudian menuliskan catatan tambahan. "Tampaknya sipembuat isu ini cukup cerdik walaupun sama sekali bukan orang yang cerdas..."
Cerdik karena idenya tersebut bisa menarik perhatian banyak orang. Tidak cerdas karena isu seperti ini terlalu sederhana dan selalu berulang. Dagelan tipikal seperti ini semakin lama akan semakin membosankan dan membuat penggagas dan penikmatnya sendiri tampak seperti orang bodoh.
Setelah mengeluarkan asap rokok kreteknya yang membentuk huruf "O" lewat mulut yang dimonyongkan itu, Paidjo kemudian menuliskan catatan tambahan lagi. "Ide-ide seperti ini memang selalunya ditujukan kepada orang-orang bodoh agar mereka bisa menikmatinya dalam kedunguan mereka itu..."
Setelah lama menatap gambar artis drakor, Song Hye Kyo yang berada diatas meja kerjanya itu, Paidjo kemudian menuliskan catatan penutup. "Kalau cerita drakor itu sulit ditebak ujung pangkal ceritanya, maka perjalanan tempe setipis kartu ATM ini sangat gampang ditebak, yakni berakhir dalam sebuah kesia-siaan..."
Namun, perjalanan tempe setipis kartu ATM ini tetaplah meninggalkan sebuah catatan khusus, karena dia kemudian berhasil membuat presiden turun ke pasar untuk mengukur dimensi dari tempe tersebut. Jangan pernah meragukan dimensi tempe itu Pak Presiden, karena tempe itu selalu setia menemani warga seperti sunrise di pagi hari dan sunset di petang hari...
Presiden-presiden RI itu akan selalunya silih berganti sesuai dengan masa baktinya masing-masing. Namun tempe itu akan selalu ada bagi pendukung semua pihak yang berbeda pandangan politiknya, agamanya, kulitnya maupun celananya. Nikmat tempe itu akan selalu terasa di lidah. Kenyangnya akan terasa di perut dan sensasinya akan selalu singgah di hati...
Aditya Anggara
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI