Prabowo sedang gundah gulana. Mencari pasangan Capres dan Cawapres yang pas itu ternyata tidak semudah memilih kuda tunggangan...
Waktu untuk penyerahan nama Pasangan Capres/Cawapres tinggal menghitung hari saja, namun belum ada juga nama Cawapres yang terasa pas dihatinya...
Teranyar stok nama yang tersedia sudah mengerucut menjadi tiga setelah ustadz Abdul Somad dipastikan mengundurkan diri. "Ustadz sejuta umat yang mungil itu tampaknya takut untuk bersanding dengan Prabowo yang kekar itu..."
Jadi pilihan realistis tinggal kepada Salim Segaf Al Jufrie (didukung oleh PKS) AHY (didukung oleh Demokrat) dan Anies Baswedan (didukung oleh Prabowo sendiri)
Sosok Al Jufrie jelas tidak akan mendongkrak elektabilitas Prabowo. Tampaknya Prabowo sendiri sudah mencoret nama tersebut dari list. Pilihan kini tinggal kepada dua nama terakhir saja.
Ini memang seperti memakan buah simalakama! Tak dimakan mati ayah, kalau dimakan mati ibu...
Utak atik puyengnya Prabowo ini adalah seperti berikut,
Pertama, Pilihan pada AHY
AHY didukung oleh Demokrat dengan logistik yang kuat. "Mesin perang partai" ini juga sudah teruji kesaktiannya, sehingga mampu membawa SBY duduk di Istana untuk dua periode!
Walaupun kekuatannya tidak diragukan lagi, namun nama AHY ini tidak terlalu menjual (walaupun nilainya jelas diatas nama Al Jufrie)
Pada Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu, sosok AHY ini masih kalah pamor dari sosok Anies.
Awalnya pilihan sosok AHY ini ditentang oleh PKS yang menjadi mitra koalisi Gerindra. Akan tetapi sikap PKS kemudian melunak terkait dua hal.
Pertama, jika bermitra dengan Demokrat saja, Gerindra otomatis sudah bisa langsung mengusung Prabowo tanpa perlu lagi mengajak PKS dan PAN.
Kedua, Demokrat mempunyai logistik yang kuat. Bergabung dengan koalisi Geindra-Demokrat, jelas lebih menguntungkan dari pada jika bergabung dengan koalisi sebelah...
Terkait nama AHY ini, Prabowo memang tidak punya pilihan lain. Kalau Prabowo menolak pinangan Cikeas, bukan tak mungkin malah membuat Prabowo gagal nyapres! Apa pasal?
Strategi politik Cikeas ini memang tiada duanya! Bukan tak mungkin kalau tiba-tiba Demokrat meminang PKS dan PAN untuk sekaligus membentuk Poros Tengah. Kalau sudah begini bisa-bisa Gerindra terpaksa harus "Netral" seperti pilihan Demokrat pada Pilpres lalu...
Kalau tidak mau Netral, maka Pilihan terbaik Gerindra pada saat-saat genting seperti itu hanya tersisa kepada kubu Cak Imin semata...
Duet Gerindra (11,81%) dan PKB (9,04%) jelas bisa mengusung Prabowo untuk maju.
Tapi laiknya menonton pertandingan sepak bola hidup mati antara Indonesia-Malaysia yang dilangsungkan di Lamongan, harga yang tertera di tiket bisa menjadi lima kali lipat nilainya jika ditangan calo! Padahal penjualan tiket di loket sudah ditutup sejak kemarin... Nahloe...!
Strategi "Datang pada saat akhir ala Cikeas" ini memang sangat djitoe! Tak ada yang menyangka kalau Demokrat akan merapat ke Gerindra! Padahal beberapa waktu sebelumnya, terlihat SBY bermesraan dengan Jokowi. Sinyal Demokrat merapat ke Istana pun sepertinya tinggal menunggu waktu saja. Akan tetapi itu adalah bagian dari strategi pengalihan yang terdapat juga dalam buku ilmu seni berperang ala Cikeas...
Tapi bagi PKS dan PAN, proposal Cikeas itu dampaknya seperti yang terdapat pada lirik lagu "Alamat Palsu" pedangdut Ayu Tingting...
Bukan Cuma kubu Istana saja yang keheranan, bahkan yang mantan jenderal itu juga kaget! Last minute Cikeas datang dengan proposal cantik. Seketika "pernikahan siri Gerindra-PKS" langsung talak tiga! "Kalau mau pergi, jangan lupa bawa sekalian kasur, kompor sama piringnya ya..." kata petugas partai Gerindra... PKS meradang, lalu nangis Bombay...
Strategi "Datang pada saat akhir ala Cikeas" itu jelas membuat Prabowo tak mempunyai banyak waktu untuk berpikir. Apalagi proposal itu lengkap dengan "data lapangan, strategi tempur dan suplay logistik dalam satu paket 3 in 1!" Proposal cantik seperti itu belum pernah dilihat oleh sang jenderal itu sebelumnya, membuatnya tak kuasa untuk kemudian berpaling dari "pelukan kekasih lama..."
Kedua, Pilihan pada Anies Baswedan
Mustahil rasanya Demokrat akan mendukung Anies selama AHY masih ada! Namun bagi PKS dan PAN, nama Anies jelas lebih rasional daripada nama AHY. Tetapi masalahnya Anies "Tak bermodal AKA modal dengkul"
Selain itu PKS dan PAN juga tidak akan mau keluar duit dan tenaga untuk mendukung Anies yang bukan kader mereka itu. Kalau harus keluar dana, tentu saja mereka hanya akan mendukung kader mereka sendiri...
Memang nama Anies yang terkenal dengan kebijakan out of the box-nya itu sering masuk trending topic. Walaupun lebih banyak sisi negatifnya daripada positifnya, itu menjadi publikasi bagus di medsos. Akan tetapi itu hanya berlaku di Kawasan Jakarta dan sekitarnya, yang masih terpengaruh dengan sisa residu pemilahan kelompok ala Pilgub DKI 2017 kemarin itu.
Untuk skala nasional (Sabang sampai Merauke) kebijakan Anies seperti penutupan jalan Jatibaru Tanah Abang, Penutupan Kali Item dengan waring, pemecatan/mutasi ANS DKI yang tampak gegabah, Rencana Anggaran Rp 28,99 miliar dari APBD untuk membiayai 74 anggota TGUPP dan beberapa kebijakan minor lainnya membuat pamor Anies menurun di daerah...
Tampaknya itu juga menjadi pertimbangan Prabowo untuk mengambil keputusan Cawapres ini.
***
Lantas bagi pepo sendiri, apa untungnya koalisi dengan Gerindra ini? Bukankah lebih baik kalau AHY disimpan dulu, dimatangkan untuk kemudian diusung pada 2024 nanti? Apalagi elektabilitas petahana kini sangat tinggi, dan tipis kemungkinan bagi AHY untuk menang...
Pepo memang punya pertimbangan lain, dan inilah strategi jangka Panjang Cikeas sebenarnya.
Sama seperti Pilgub DKI 2017 kemarin itu, Pilpres 2019 ini merupakan "kawah candradimuka" sekaligus sarana untuk menjual nama AHY di masyarakat. Dengan demikian, ketika 2024 nanti, nama AHY sudah sangat familiar ditelinga masyarakat, dan AHY juga sudah benar-benar siap untuk bertanding...
Kalau Anies harus bergaya out of the box dan Sandiaga siap-siap bergaya jurus bangau supaya tenar, maka pepo berharap agar nama AHY bisa besar lewat ajang Pilgub dan Pilpres ini.
No pain no gain. Puncak gunung bisa digapai hanya lewat strategi tepat, pengorbanan dan juga perjuangan yang panjang dan melelahkan.
Pepo sudah menjalaninya, mencoba dan mempraktekkannya, tentunya lewat berbagai drama, intrik, dan perjuangan (termasuk juga strategi playing victim tentunya) yang melelahkan.
Di-bully tentu juga termasuk salah satu bagian yang harus diterima sebagai konsekwensi dari perjuangan tersebut.
Inilah bagian yang paling tidak disukai Prabowo. Ini adalah perlombaan untuk ketiga kalinya baginya. Mungkin saja tidak ada lagi yang keempat. Kalaupun ada, pasti dia akan berhadapan face to face dengan AHY, bukan dengan Jokowi...
Bagi pepo ini tampak seperti test the water saja. Namanya juga usaha, bisa berhasil (disukurin) bisa juga gagal (gapapa juga sebagai ajang latihan...)
Tapi Prabowo tidak punya pilihan lain. Atau adakah nama lain selain nama AHY...?
Salam nasi bungkus...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H