Oposisi pada dasarnya diharapkan dapat mengontrol jalannya pemerintah akan tetapi di Indonesia tujuan itu belum tercakupi. Konflik justru terjadi di tingkat elite kekuasaan petinggi partai pemegang oposisi dikalangan oposisi.Â
Para petinggi partai yang menjalin jaringan dengan para oposisi partai sebagai bentuk aliansi strategis dan mengambil alternatif lain para oposisi partai juga menjalin hubungan kekuasaan.Â
Di sebuah negara maju dan sistem demokrasi partai oposisi pada umumnya akan mampu dan dapat menjalankan sebagai penyeimbang kekuasaan pemerintahan, untuk itu semua kebijakan pemerintah akan selalu mendapat kontrol dan pengawasan dari partai oposisi kemudian bagaimana cara mengambil keputusan dan cara melaksanakan akan menjadi penyeimbang nantinya.Â
Pemaknaan lain dari kata oposisi itu seperti stimulus persaingan yang sehat, antara partai oposisi atau elit politik dengan pemerintah. Perlu diketahui juga, oposisi ini bukan anti-pemerintah, akan tetapi sebagai jalan rel-rel alternatif dalam menjalankan program-program kerja untuk rakyat.
Siklus oposisi juga tergantung para partai-partai meletakkan pilihan politiknya. Apakah mau masuk bergabung atau siap untuk diluar? Semua poros oposisi juga pasti memiliki kepentingan masing-masing. Akan tetapi, sayap-sayap oposisi jangan sampai patah, biarkan terbang tinggi di nuansa alam demokrasi yang kita anut saat ini. Karena bangsa kita bangsa yang besar, pastilah juga harus mendengarkan suara-suara oposisi dalam mempertimbangkan keputusan serta kebijakan yang diambil dalam menjalankan roda kenegaraan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H