Mohon tunggu...
Yafet Ronaldies
Yafet Ronaldies Mohon Tunggu... Freelancer - Human Mood-an

Ordinary Writer || Digital Writer || Freelance || Hobi makan || Enjoy Cook {Linke Ideologie}

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Para Penyiksa Hewan Termasuk Kejahatan Keji

21 Juni 2023   12:42 Diperbarui: 21 Juni 2023   12:50 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak hanya KUHP, perlindungan atas hewan juga terdapat di dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 Pasal 66, secara point ditegaskan bahwa setiap orang dilarang menganiaya, menyalahgunakan hewan yang mengakibatkan cacat. 

Di dalam Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan tidak dijelaskan secara signifikan tentang hewan-hewan apa saja yang dilindungi. Kalau ditinjau dari Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009, diuraikan hewan yang dimaksudnya adalah yang hidupnya di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang di habitatnya.

Sebagai contoh kasus misalkan, ada 3 orang pelaku membuang seekor anjing di sungai yang di dalam sungai itu ada buayanya, hal ini dikarenakan para pelaku kesal dengan seekor anjing ini, karena telah menghambur-hambur makanan/tempat tinggal para pelaku. 

Dengan sadisnya para pelaku membuang begitu saja anjing ini di dalam sungai ada buayanya. Kejadian ini kemudian di rekam, kemudian viral di sosial media. Tentu saja ini adalah sebuah kesengajaan yang dilakukan oleh para pelaku. 

Kalau berdasarkan jenis kesengajaannya ini masuk dalam Dolus Eventualis, yang artinya seseorang melakukan perbuatan namun tidak menghendaki akibatnya. 

Dapat dikatakan bahwa meskipun seseorang/mereka tidak menghendaki akibatnya, namun perbuatan tetap dilakuka, maka dengan begitu orang tersebut harus memikul apapun konsekuensi yang timbul, entah itu sanksi sosial, kurungan penjara dan denda.

Lantas bagaiamana pembuktiannya? ketika ada kasus yang demikian? Sesuai dengan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di uraikan alat-alat bukti itu seperti, keterangan saksi, keterengan ahli, surat, petunjuk, serta terakhir keterengan terdakwa. Kelima alat bukti ini harus komperhensif serta objektif sesuai dengan peristiwa yang telah terjadi. 

Proses pembuktian ini harus dilakukan dengan kualitas-kualitas alat bukti serta barang-barang bukti yang relevan, agar menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan sebuah perkara tersebut. 

Selanjutnya apakah rekaman video bisa menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara? Jawabannya bisa iya, bisa juga tidak. Hal ini dikarenakan dalam rekaman video itu masuk dalam kategori dokumen elektronik. Kemudian validasi suatu bukti elektronik ini harus dikaji oleh ahli digital forensik. Karena dari ahli digital forensik inilah, bukti video bisa dikatakan asli dan bukan hasil editan.

Hukum pidana ini dilakukan dan diberikan kepada pelaku tidak hanya sebagai efek jerah, akan tetapi pelajaran kepada semua pihak/masyarakat, agar meningkatkan kesadaran dalam melindungi semua hewan agar tidak mendapatkan siksaan/penganiayaan secara sadis. Tidak hanya hewan yang dipelihara akan tetapi hewan-hewan liar, agar tidak mendapatkan siksaan. Ini dilakukan ada konsep dasar Animal Welfare dapat terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun