Menurut tradisi kuno, istilah philosophia digunakan pertama kali oleh Pythagoras (sekitar abad ke-6 SM). Ketika diajukan pertanyaan apakah dia seorang yang bijaksana, dengan rendah hati Pythagoras menjawab bahwa dia hanyalah philosophia, yakni orang yang mencintai dan menyanyangi pengetahuan.Â
Akan tetapi, kebenaran kisah itu sangat diragukan karena pribadi dan kegiatan Pythagoras telah bercampur dengan berbagai legenda; bahkan, tahun kelahiran dan kematiannya pun tidak diketahui dengan pasti. Yang jelas, pada masa Sokrates dan Plato, istilah philosophia sudah cukup populer.
Untuk memahami apa sebenarnya filsafat itu, tentu saja tidak cukup hanya mengetahui asal-usul dan arti istilah yang digunakan, melainkan juga harus memperhatikan konsep dan definisi yang diberikan oleh para filsuf menurut pemahaman mereka masing-masing. Kendatipun demikian, perlu pula dikatakan bahwa konsep dan definisi yang diberikan oleh para filsuf itu tidak sama.Â
Bahkan, dapat dikatakan bahwa setiap filsuf memiliki konsep dan membuat definisi yang berbeda dengan filsuf lainnya. Karena itu, ada yang mengatakan bahwa jumlah konsep dan definisi filsafat adalah sebanyak jumlah filsuf ini sendiri.
Demikian pengantar sedikit tentang bagaimana atau asal kata dari filsafat itu sendiri. Filsafat itu berasal dari kampung atau tempat kelahirannya di Yunani, kalau kita melihat para pendahulu-penduhulu tokoh filsuf yang SM sudah menjadi tokoh filsuf. Dari filsafat yang sendirinya adalah ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, kemudian menghasilkan berbagai cabang-cabang ilmu pengetahuan dari zaman Yunani Kuno sampai masa saat ini. Jadi, jangan heran filsafat adalah salah satu ilmu tertinggi dari pada ilmu yang pernah ada di muka bumi ini.
This main point, filsafat kadang dipakai sebagai ilmu untuk mencari kebenaran sampai pada titik akar kebenaran tersebut. Atau biasa orang-orang seperti ini tidak puas dengan kebenaran yang di jabarkan oleh manusia atau bahkan teologi-teologi agama (Kristen) masih saja tidak puas, tentang persoalan kebenaran Alkitab. Bahkan lebih ekstrimnya ketika filsafat dipakai untuk mencari hirarki kebenaran tentang keberadaan Tuhan, bhaksss...
Basically, filsafat memang bagus dan sangat critical dalam membaca atau menganalisis sebuah bacaan atau melihat suatu kebijakan publik. Ilmu filsafat diperlukan untuk mengkritisi, menalar dengan pikiran berdasarkan cabang-cabang ilmu filsafat. Dan rata-rata yang mendalami filsafat ini, kebanyakan Atheis atau bahkan agnostik ateis.Â
Para kaum cendikiawan filsafat (yang mendeklarasikan diri menjadi agnostik ateis bahkan ateis) pada umunya mempertanyakan keberadaan Tuhan. Ini juga akibat dari dampak manusia yang mempunyai freedom sehingga para human bebas dengan sesuka hati dalam menalar ilmu pengetahuan apapun, bahkan biasanya menciptakan suatu doktrin atau teori-teori yang membuat para pembacanya menjadi ragu akan keberadaan Tuhan.
Menurut-ku, agak norak dan terlalu overdosis ketika ada orang-orang yang masih saja mempertanyakan keberadan Tuhan secara ilmiah atau harus dibuktikan secara konkret. Simple nya ginilah buat kaum cendikiawan filsafat khususnya mereka yang menggap diri agnostik ataupun ateis, ilmu pengetahuan manusia itu tidak mampu dan tidak bias terselami pikiran dari Tuhan.Â
Aku spill ayat Alkitab bilang gini Kitab Injil Yohanes Pasal 20 Ayat 29 "Kata Yesus kepadanya: "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." Itu perkataan Yesus ketika bersama-sama dengan murid-muridnya. Finally, aku cuman mau nyampaiin kepada pembaca, alangkah keren dan bermanfaatnya ketika ilmu filsafat di pakai dalam menganalisis atau mengkritisi ilmu seperti problem hukum, politik, ekonomi, sosial bahkan kebijakan publik. Maka rediscover filsafat timbul di era jaman now. Kan gak ada ruginya buat percaya sama Tuhan, hmm colek buat kaum-kaum agnostik ateis & penghirup ateis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H