Beberapa hari setelah menikah, Dewi Sekar dan Jaka someh kembali melanjutkan perjalanan untuk mencari Ayah dan adik Dewi Sekar yang konon katanya ada di Gunung Tampomas. Pagi-pagi sekali, mereka sudah berangkat menuju gunung Tampomas dengan menggunakan gerobak sapi.
Selama dalam perjalanan, mereka dimanjakan oleh pemandangan hijau dari perbukitan dan suara kicauan burung-burung yang terdengar merdu. Tak lama kemudian, setelah melewati suatu bukit, mereka kembali memasuki sebuah perkampungan yang nampak kusam karena tak terawat. Sawah dan perkebunan yang dulu hijau sekarang terlihat kering dan berantakan. Penduduknya nampak lusuh dengan wajah-wajah yang tidak bersahabat. Rona ketakutan terpancar di wajah mereka.Takut apabila kampungnya kembali di jarah oleh gerombolan para penjahat yang sadis.Sedangkan mereka tak ada kemampuan untuk melawan. Akhirnya hanya kepasrahan saja yang memaksa mereka untuk bertahan hidup di kampung milik mereka sendiri. Karena berpindah pun menjadi percuma apabila kejahatan telah merajalela di manapun juga. Bukan kampung mereka saja yang sekarang sedang mengalami kesusahan tapi hampir seluruh perkampungan yang ada di tanah Pasundan telah dikuasai oleh para penjahat.
Jaka Someh menangkap aura ketakutan para penduduk tersebut. Ada rasa iba dalam hatinya. Dia ingin menolong mereka supaya terbebas dari belenggu kejahatan yang sudah menyengsarakan. Karena itulah, Jaka Someh berniat untuk bergabung dengan para pendekar aliran putih yang sekarang sedang berkumpul di Gunung Tampomas. Namun niatnya tersebut hanya di simpan dalam hati tanpa dia utarakan kepada istrinya. Jaka Someh khawatir Dewi Sekar akan mentertawakan niatnya tersebut.
Dewi Sekar sendiri memang belum tahu banyak tentang Jaka Someh. Bagi Dewi Sekar suaminya itu mungkin hanya seorang lelaki sederhana, berjiwa mandiri dan baik, senang bertani, suka menolong, mengerti ilmu pengobatan dan juga memiliki jiwa yang tulus serta penuh kasih sayang. Dewi Sekar memang tidak tahu kalau suaminya itu sebenarnya adalah seorang pendekar hebat yang telah menggegerkan dunia persilatan.
Menjelang sore, gerobak sapi yang dikendarai Jaka Someh telah melewati suatu padang rumput yang berbatasan dengan hutan lebat. Desa terakhir yang telah dilewati berjarak sekitar 20 km. Sudah seharian Jaka Someh mengendarai gerobak sapinya tanpa istirahat. Di Padang rumput yang nampak hijau itu, jaka someh memutuskan untuk beristirahat. Apalagi Jaka Someh melihat di tempat itu terdapat aliran sungai jernih yang dipenuhi bebatuan kecil. Sumber mata air sungai itu berasal dari atas gunung yang nampak menjulang dihadapannya. Jaka Someh berkata kepada Dewi Sekar
“Nyai, bagaimana kalau kita istirahat dulu di sini..? Biar sapinya dapat beristirahat sambil makan rumput, akang juga ingin mandi terlebih dahulu di sungai itu... malam nanti, Insya Allah kita akan melanjutkan perjalanan...”
Dewi Sekar menganggukan kepala tanda menyetujui usul dari suaminya, bahkan dia berkata kepada Jaka Someh
“Saya juga mau mandi juga...kang someh...saya merasa gerah...”
Jaka Someh senang mendengar Dewi Sekar menyetujui usulnya untuk beristirahat terlebih dahulu
“Oh ya sudah, kalau begitu, silahkan kamu mandi duluan saja ya nyai...biar sekarang akang cari rumput dulu untuk cadangan pakan sapi...”
Dewi Sekar segera pergi ke arah sungai, sementara Jaka Someh pergi ke tanah lapang yang banyak di tumbuhi oleh rerumputan. Selesai mandi dan berpakaian, Dewi Sekar tiba-tiba berteriak kepada Jaka Someh