Dimensi waktu dalam perekonomian global menunjukkan pengaruh signifikan atas kontribusi perusahaan multinasional terhadap pertumbuhan ekonomi. Efek globalisasi dan digitalisasi membuka akses bagi perusahaan di seluruh dunia untuk mengadakan transaksi perdagangan internasional dan menjadi perusahaan multinasional. Dalam dua tahun terakhir, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) atau badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bergerak di bidang perdagangan, investasi, dan pembangunan, mencatat sebanyak lebih dari 80.000 perusahaan multinasional telah beroperasi di seluruh dunia. Kegiatan perdagangan yang dilakukan perusahaan multinasional melibatkan koordinasi antara perusahaan kantor pusat di negara asal dengan anak perusahaan lain yang tersebar di lebih dari satu negara. Perdagangan lintas negara tersebut berpotensi memunculkan kebijakan pengaturan harga yang terjadi di antara perusahaan afiliasi atau perusahaan dengan hubungan istimewa. Kebijakan ini dikenal dengan sebutan transfer pricing.Â
Pengertian dan Klasifikasi Transfer Pricing
Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menetapkan harga transfer suatu transaksi dalam bentuk barang, jasa, harta tak berwujud, atau transaksi finansial yang dilakukan perusahaan (Setiawan, 2014). Pada dasarnya, transfer pricing dirancang untuk menjamin distribusi keuntungan yang adil di antara entitas dalam perusahaan multinasional. Perusahaan multinasional dengan anak perusahaan di berbagai negara terlibat dalam transaksi lintas batas guna mengelola kewajiban pajak dan biaya serta memaksimalkan keuntungan. Artinya, transfer pricing menjadi penting bagi perusahaan karena memberikan peluang untuk mengelola laba, meminimalisasi pajak, dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya di seluruh entitas terkait.
Secara umum, transaksi dalam transfer pricing diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Pertama, intracompany transfer pricing, yaitu transfer pricing yang dilakukan antardivisi dalam suatu perusahaan. Kedua, intercompany transfer pricing, yaitu transfer pricing yang dilakukan antara dua perusahaan dengan hubungan istimewa. Transaksi dalam intercompany transfer pricing dapat dilakukan dalam satu negara atau domestic transfer pricing, maupun dengan negara yang berbeda atau international transfer pricing. Â
Transfer Pricing Berpotensi Merugikan Negara
Pengertian transfer pricing sama sekali tidak bermakna negatif. Penerapan transfer pricing dalam kegiatan perdagangan perusahaan multinasional dinilai sebagai konsekuensi logis dari implementasi strategi perusahaan dalam mencapai keunggulan kompetitif. Namun, dalam praktiknya, perusahaan multinasional akan memanfaatkan celah regulasi yang ada untuk mengurangi jumlah pajak terutang. Meskipun terlihat legal, praktik tersebut dipandang sebagai tindakan amoral. Tindakan semacam ini dikenal dengan abuse of transfer pricing atau transfer mispricing. Abuse of transfer pricing merupakan pemindahan pendapatan dari sebuah perusahaan yang beroperasi di negara dengan tarif pajak tinggi ke entitas lain dalam satu grup yang berlokasi di negara dengan tarif pajak yang lebih rendah (tax haven country), sedangkan transfer mispricing merupakan praktik pengaturan harga transfer di atas atau di bawah harga wajar guna memperkecil jumlah pajak terutang dengan memanfaatkan perbedaan tarif pajak antarnegara. Dengan demikian, transfer pricing yang disalahgunakan dapat berisiko mengurangi penerimaan perpajakan negara dan berpotensi merugikan negara.Â
Contoh Sederhana Abuse of Transfer Pricing
Perusahaan A yang berlokasi di Brunei Darussalam tidak melakukan transaksi langsung dengan anak perusahaannya di Indonesia, tetapi menjual bahan baku dulu kepada anak perusahaannya yang berkedudukan di Filipina. Kemudian, dari Filipina barang tersebut dijual ke perusahaan di Malaysia, baru setelah itu perusahaan di Malaysia melakukan transaksi dengan perusahaan di Indonesia sehingga ketika sampai di Indonesia, harga bahan baku sudah naik berkali-kali lipat. Dengan demikian, PT B yang berlokasi di Indonesia akan menderita kerugian karena harus membayar bahan baku dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada harga wajar. Akibatnya, potensi pajak yang seharusnya dibayarkan oleh PT B ke negara menjadi hilang karena PT B mencatat kerugian atau penurunan keuntungan setelah praktik transfer pricing.
Transfer Pricing dalam Regulasi Perpajakan Indonesia
Dalam rangka mengawasi praktik transfer pricing yang umum terjadi di kalangan perusahaan multinasional, Indonesia menerapkan berbagai regulasi terkait transfer pricing yang mengutamakan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length principle), serta dapat diterima oleh pihak-pihak yang bertransaksi dan pihak otoritas pajak. Berikut ini adalah regulasi-regulasi terkait praktik transfer pricing di Indonesia. Â
1. Pasal 18 ayat (3) dan (4) UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU Pajak Penghasilan)