Â
      Kita semua tahu bahwa pendidikan adalah kebutuhan utama dan menjadi indikator penting dalam kemajuan sebuah bangsa, di belahan bumi manapun usaha untuk meningkatkan sistem pendidikan di lakukan demi terciptanya sistem pendidikan yang kompleks dan bisa di gunakan di berbagai situasi dan keadaan. Mayoritas negara di dunia berlomba-lomba merancang sistem pendidikan yang terbaik serta menurut mereka benar, sama halnya dengan Indonesia usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan di implementasikan dengan bentuk pengalokasian dana dan supporting dalam bidang pendidikan yang pada tahun 2023 ini merupakan alokasi terbesar sepanjang sejarah dengan total anggaran yang di sisihkan sebesar Rp608,3 Triliun atau 20% dari total APBN Indonesia. Hal ini menunjukan keseriusan Indonesia dalam meningkatkan mutu pendidikan bangsa ini.
      Namun ironisnya, supporting yang di lakukan oleh negara berbanding terbalik dengan sistem pendidikan kita saat ini yang seolah memiliki paradigma yang pragmatis dan terkesan transaksional, dimana ketika pendidikan yang menyesuaikan dengan kebutuhan pasar, buka pendidikan yang memiliki sistemnya sendiri, dan pada akhirnya akan menimbulkan konsep ketidak adilan dalam sistem pendidikan dimana komersialisasi akan terjadi karena berorientasi pada pasar dan bersifat untung rugi dan menimbulkan kesejahteraan pendidikan bagi sikaya serta pintar dan pembatasan pendidikan bagi simiskin dan kurang pintar.
      Penomena ini seolah menjadi hal yang biasa dalam dunia pendidikan kita saat ini, mindset setiap orang sudah terdoktrin bahwa pendidikan hanya di jadikan sebagai jembatan untuk mencari pekerjaan, investasi masa depan dan hal lain yang bersifat untung rugi, mayoritas perguruan tinggi berorientas pada aksen kewirausahaan dan fakultas yang paling realistis yang di buka selebar lebarnya serta banyak peminatnya.
      Hal tersebut menjadi kritisi kita bersama, akankah pragmatisme pendidikan kian berlanjut dan menimbulkan ketidakadilan yang lainnya? Ataukah kampus dan sarana pendidikan yang lain hanya terbatas untuk mencari penghasilan dan menghilangkan konsep kerja sama serta kolaborasi yang di gantikan dengan persaingan serta untung rugi? Kita tidak akan tau jawabannya sebelum kita yang merubahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H