Sebuah kabupaten di jawa barat yang kita kenal dengan nama Ciamis, akhir-akhir ini kian menjadi sorotan dan menyita perhatian warganya, pasalnya bupati Ciamis Herdiat dalam sebuah pertemuan mengatakan bahwa "Pada tahun 2022 ini, kami telah melakukan kajian Ciamis akan berganti nama menjadi Pamkab Galuh dan mudah-mudahan tidak lama lagi nama Ciamis kembali ke nama Galuh. Karena, Galuh yang selama ini berada di Ciamis merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara," kata Herdiat dalam peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-13 Gong Perdamaian Dunia berada di Situs Budaya Ciungwanara, Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing.
Sebenarnya jauh sebelum pak Herdiat menjadi bupati Ciamis, isu penggantian nama kabupaten Ciamis kembali menggunakan nama Galuh sempat mencuat dan hadir dari kalangan budayawan serta sejarawan Ciamis yang faham betul akan makna di balik kata Ciamis dan juga nama Galuh itu sendiri, menurut mereka nama Ciamis yang selama ini ada memiliki arti yang kurang elok untuk di pakai, pasalnya menurut mereka nama Ciamis ini bukan berati manis tapi lebih ke amis dalam bahasa jawa yang berarti "anyir" yang memiliki aksen yang kurang baik dan jika di lihat dari sejarahnya julukan anyir ini di berikan karena di wilayah Galuh yang sekarang ini bernama Ciamis pernah terjadi peperangan yang menyebabkan pertumpahan darah hebat, mulai dari perang bubat, perang Ciancang dan masih banyak lagi maka dari itu dari sanalah nama Ciamis terbentuk sampai saat ini dan menurut para budayawan nama Ciamis lebih ke hinaan bukan nama yang baik.
Lain halnya dengan nama Galuh yang memiliki arti yang cukup mewah, yaitu batu permata, atau bagian keras dalam sebuah pohon, yang jika saya satukan arti nama Galuh merupakan implementasi dari sebuah tekad yang kuat yang ada dalam diri seseorang, atas dasar itulah banyak orang yang  menginginkan nama Galuh itu kembali menjadi nama daerah pengganti nama Ciamis, kendati demikian, penggantian nama sebuah daerah tidak semudah yang di bayangkan, banyak proses yang harus di tempuh dan di lalui, baik secara sosialisasi maupun secara administratif yang memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Namun kita doakan saja yang terbaik untuk daerah kita tercinta ini.
Kemudian menurut pemimpin padepokan Padjadjaran yaitu Uyut Sani mengungkapkan bahwa penggantian nama Ciamis menjadi Galuh ini jangan sampai hanya mengganti "cangkangnya" saja, yang berarti bahwa kita harus benar-benar bisa menjiwai dari penggantian nama itu sendiri, dengan kembalinya nama Galuh sebagai jati diri yang ada sejak dulu kita bisa menambah rasa nasionalisme kita terhadap daerah kita, memperkuat rasa cinta dan ingin membangun tatar galuh yang lebih baik lagi, apalagi kita sebagai pemuda yang mempunyai pengaruh besar terhadap maju atau tidaknya tatar Galuh yang menjadi tanah kelahiran kita semua.
Dengan demikian dengan kemewahan Gauh yang akan kembali, pemerintah dan warganya bisa bahu membahu untuk membangun tatar Galuh menjadi daerah yang kental akan budaya dan adat istiadatnya yang terus terjaga hingga saat ini, dengan kekayaan sejarah, budaya dan hal positif lainnya yang bisa terus di kembangkan bisa menjadikan Galuh unggul dalam berbagai bidang dan cenderung kearah yang progresif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H