Media sosial baru-baru ini diramaikan dengan berita seorang guru ASN yang mengundurkan diri karena mengalami tekanan mental dari kondisi negatif lingkungan kerjanya di sekolah. Dari berita yang viral, sang guru lebih memilih menjadi konten kreator ketimbang ASN, yang diidam-idamkan masyarakat bahkan menjadi kebanggaan. Tidak sedikit warganet menyoroti berita tersebut dengan ragam tanggapan pro maupun kontra. Pertanyaannya, apa benar lembaga pendidikan seperti sekolah yang dilabeli tempat orang-orang berpendidikan, memiliki lingkungan se-negatif itu?Â
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diketengahkan beberapa hal, dimana kondisi demikian tidak dapat digeneralisir pada semua sekolah, jikapun ada tentu hal semacam itu "ulah" sebagian oknum guru/pegawai bukan guru keseluruhan, dan kembali ke "korban", bagaimana dia mengambil sikap yang bijak dan dewasa dalam merespon kondisi demikian. Artinya, tidak selamanya kita bisa langsung mengklaim bahwa orang-orang yang ada di sekolah itu tidak baik, bisa jadi sang korban yang kurang mampu beradaptasi dengab kondisi yang ada atau belum mampu membawa diri untuk lebih dewasa dalam bersikap atau justru erat kaitannya dengan pendapatan finansial yang kurang sesuai.
Dalam memyikapi kondisi tersebut, sebagai individu yang berilmu tentu akan mengedepankan asas sosial yang mau tidak mau berhadapan dengan ragam warna individu dengan segala kelebihan maupun kekurangannya. Di samping itu, siapapun yang siap terlibat dan mendedukasikan ilmunya di sekolah harus mempunyai "ruh" mendidik, mengasuh dan menyayangi siapapun terutama warga sekolah. Tanpa itu, semua akan dinilai percuma dan sia-sia apalagi dinilai dengan imbalan uang, pujian, jabatan dan lainnya. Pendidik akan mampu bertahan dengan ruh yang suci dan mulia dalam mencerdaskan anak bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H