Mohon tunggu...
Yanti Ruwimartin
Yanti Ruwimartin Mohon Tunggu... -

Mengurus rumah, melayani suami, mendidik anak dan mengajar di sekolah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Lelaki Tua dan Sekarung Kelapa

9 Desember 2011   07:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:38 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

[caption id="attachment_154730" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Lelaki Tua dalam langkah tertatih, mengumpulkan kelapa-kelapa yang jatuh. Ia  merasa sangat bersyukur, masih ada orang sebaik pak Haji Asmuni yang merelakan kelapa-kelapanya yang jatuh untuk diambilnya. Lumayan di rumah nanti kelapa-kelapa tua itu akan diparut isterinya untuk di jadikan minyak. Dari sekarung kelapa lumayan bisa menjadi dua atau tiga botol minyak, dari pada harus membeli minyak di warung yang harganya cukup mahal bagi pak tua.

Dalam temaram senja, dipikulnya sekarung kelapa di bahunya yang sudah bungkuk.Cukup berat, tapi dipikirnya buat apa mengeluh, toh dengan keluhan karung kelapa ini tak menjadi lebih ringan. Senja kian tua mulai menggelap menjadi malam, Pak Tua menpercepat langkahnya dalam tergesa, jalan desa yang berbatu menambah sakit telapak tuanya yang tanpa alas kaki, "Ah... kapankah jalan ini akan diaspal" pikirnya. Sejak ia lahir di desa itu hingga menjadi dewasa dan sekarang menua, keadaan desa ini seperti ini saja. Malam kian turun, rumahnya masih jauh. Mata tuanya semakin tak awas pada sekelilingnya, hanya mengandalkan ingatan yang kuat akan liku-liku jalan yang hampir setiap hari dilaluinya. Dari jauh didengarnya ada deru motor yang lewat, lumayan cahaya lampunya sedikit membantu. Motor itu lewat, sepasang suami isteri dan seorang anaknya. Mereka mungkin akan menghabiskan malam Minggu di pasar malam yang sedang diadakan di desa mereka, ada banyak keramaian untuk sekedar mengahabiskan uang. Pak Tua termenung dalam langkah tertatih dan karung kelapa di bahunya yang bungkuk. Begitu nikmat mereka menghabiskan malam Minggu dalam tawa ceria, sedang baginya tak ada bedanya antara malam Minggu dengan malam-malam lainnya. Begitu mudah mereka menhabiskan uang untuk keramaian dan hal-hal yang tak berguna, sedang baginya untu belanja dapur saja demikian susahnya. Pak Tua tersenyum, buat apalah disesalkan, sudah dapat kelapa gratis saja sudah syukur, tak pantas mencela mereka yang lebih beruntung dari hidupnya. Sejenak Ia berhenti, menurunkan kelapa dari bahunya. Dalam hatinya berkata "Terima kasih ya Allah untuk segala nikmat hidup dan segala kemudahan yang telah Engkau karuniakan kepadaku sekeluarga. Ampuni segala keluhan-keluhan yang tak berguna yang sering terucap dari mulut dan terbersit dipikiranku".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun