Mohon tunggu...
Amalia Fatika Sari
Amalia Fatika Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Orang Indonesia, orang Jawa. Kesibukan waktu luang adalah self-healing bukan self-diagnosing. Punya motto hidup dari orang "Kerja keraslah sampai tetanggamu berpikir rejekimu hasil dari pesugihan."

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ketahui Bahaya Self-Diagnosing dan Gangguan Kesehatan Mental

17 Oktober 2022   22:00 Diperbarui: 17 Oktober 2022   22:28 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seseorang bisa dikatakan sehat mental, jika kondisi batinnya dalam keadaan tenang. Self-diagnosing merupakan asumsi seseorang terkena suatu gangguan penyakit berdasarkan pengetahuannya sendiri. Terkadang ketika beberapa gejala muncul dan menunjukkan tanda-tanda gangguan kesehatan mental, banyak orang berusaha dan mendiagnosa dirinya sendiri berdasarkan informasi yang tersebar melalui internet. Hal tersebut tidak sepatutnya mendiagnosa diri sendiri dan orang lain, karena memicu risiko yang lebih buruk bagi kesehatan mental.

Selain itu, seseorang yang mendiagnosa diri sendiri dapat menyebabkan risiko mengidap cyberchondria. Penyakit tersebut dimulai karena seseorang mencari dan memperoleh terlalu banyak informasi yang di dapat dari internet maupun media sosial, dan hal ini yang kemudian memicu kecemasan dan kepanikan.

Tidak sedikit dari generasi yang mengakui dan mendiagnosa dirinya sendiri dengan depresi, gangguan mental, quarter life crisis, dan kata-kata lainnya. Ada juga yang  mengaku-ngaku memiliki gangguan mental, hanya untuk menjadikan identitas diri  yang keren. Di sisi lain, seseorang yang mengalami gangguan kesehatan mental, berusaha menutup-nutupi dengan rapat. Takut menceritakan ke depan umum dan berusaha terlihat baik-baik saja dengan tekanan yang ada. Merasa takut jika harus menuntut lingkungan sekitar untuk mengerti keadaan kita, yang akhirnya tidak mempunyai temen, dan malah lebih baik memendam semua sendirian.

Orang yang berhak mendiagnosa gangguan mental maupun kejiwaan adalah tenaga profesional, seperti psikolog atau psikiater. Selain itu, kebanyakan gangguan mental tidak bisa diindentifikasi dengan hanya satu kali konseling. Perlu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun konseling agar diagnosanya tepat. Berdasarkan pengalaman sebagian orang, butuh  bertahun-tahun bahkan berganti psikolog dan psikiater untuk memastikan diagnosa yang tepat. Pengobatan dan terapi pun memerlukan percobaan dan juga kegagalan  berkali-kali agar pengobatan yg diberikan benar-benar cocok, karena tiap pasien mempunyai kondisi yang beragam. Dalam beberapa kasus, memang ada beberapa gangguan kesehatan mental parah yang memerlukan perlakuan khusus. Tapi dengan pengobatan dan terapi yg tepat, pasien dengan gangguan kesehatan mental ini pun bisa berbaur dengan masyarakat sama seperti orang-orang pada umumnya.

Gangguan kesehatan mental merupakan penyakit yang sangat kompleks. Gangguan ini memiliki beberapa jenis penyakit yang berbeda. Umumnya, gangguan yang sering kali dialami para remaja adalah gangguan kecemasan, bipolar, skizofrenia, dan depresi.

Dalam seminggu, ada dua kejadian mahasiswa menyudahi hidup di Yogyakarta. Setelah kejadian di Hotel Porta Colombo, lalu jembatan Srandakan, di mana seorang mahasiswi nekat menceburkan diri meninggalkan motor dan barang-barang pribadinya pada 13 Oktober dini hari. Ia ditemukan 2 hari setelahnya. Diketahui dari surat wasiat pada google drive-nya, dia mengalami bipolar tipe 2. Dia Berusaha untuk mengatasi bipolarnya, tapi selalu berpikir untuk pergi.

Hal ini menunjukkan bahwa percobaan bunuh diri bukan selamanya tentang tekanan lingkungan, tetapi karena penyakit mental. Selain itu, orang yang mengalami gangguan kesehatan mental, bukan berarti orang yang jauh dari Tuhan atau pun miskin iman. Tapi karena mereka terlalu lama berada di bawah tekanan yang  tidak bisa menghindar dalam waktu yang cukup panjang, dan tidak memiliki dukungan sosial yang cukup untuk menopang diri sendiri. 

Jangan abaikan kesehatan mental orang-orang di sekitar kita. Mereka juga membutuhkan seseorang, karena mereka sendiri sebetulnya ingin lepas dari gangguan pikiran dan perasaan- perasaan yang buruk. Mungkin sebagian mampu mendatangi para ahli untuk meminta bantuan, namun banyak yang tidak. Kasih sayang orang-orang di sekitarnya mungkin dapat membantu mereka agar sembuh dan bangkit dari tekanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun