Mohon tunggu...
Shafira Aulia
Shafira Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyongsong Indonesia Emas 2045 dengan Tantangan Pengangguran dan Bonus Demografi

22 Agustus 2023   10:45 Diperbarui: 22 Agustus 2023   10:48 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tantangan Meningkatnya Angka Pengangguran dalam Bonus Demografi Indonesia: Kritik terhadap Efektivitas Akselerasi Kajian SDGs 8

Indonesia, dengan visi menuju Indonesia Emas 2045, sedang berusaha keras untuk mengoptimalkan potensi bonus demografi dan mencapai puncak prestasinya. Namun, dalam upaya mencapai visi ini, kita tidak boleh mengabaikan tantangan kritis yang menghambat pertumbuhan ekonomi, terutama masalah pengangguran yang berkaitan dengan minimnya lapangan pekerjaan di era bonus demografi. Meskipun akselerasi kajian Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi perhatian utama, pertanyaannya adalah seberapa efektif SDGs 8 dalam mengatasi masalah ini?

Tantangan Pengangguran di Era Bonus Demografi

Indonesia saat ini sedang mengalami fase bonus demografi, di mana persentase penduduk usia produktif berada pada puncaknya. Namun, dalam kondisi ini, angka pengangguran yang tetap tinggi menjadi ironi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Februari 2021, tingkat pengangguran terbuka mencapai 7,07%, dengan angka pengangguran pada kelompok usia 15-24 tahun sebesar 18,88%.

SDGs 8 dan Efektivitasnya dalam Mengatasi Pengangguran

Salah satu fokus utama dari SDGs adalah Tujuan Nomor 8, yaitu "Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi". Tujuan ini bertujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif, mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, dan meningkatkan produktivitas para pekerja. Namun, meskipun upaya telah dilakukan untuk mencapai tujuan ini, hasilnya masih belum memuaskan.

Minimnya Lapangan Pekerjaan dan Tidak Sesuainya Keterampilan

Kritik terhadap efektivitas SDGs 8 terutama berpusat pada minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia dan kesenjangan keterampilan antara yang diminta oleh pasar dan yang dimiliki oleh para pencari kerja. Meskipun program pelatihan dan pendidikan telah diperkenalkan, masih ada keterbatasan dalam menghasilkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Data BPS menunjukkan bahwa hanya sekitar 51,27% pencari kerja yang memiliki tingkat pendidikan di atas SMA pada 2021, yang menunjukkan rendahnya tingkat pendidikan di antara para pencari kerja.

Kurangnya Investasi dan Lingkungan Bisnis yang Tidak Kondusif

Faktor lain yang mempengaruhi efektivitas SDGs 8 adalah kurangnya investasi dan lingkungan bisnis yang tidak kondusif. Pemerintah perlu menciptakan kebijakan dan insentif yang lebih menarik bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia. Meskipun upaya telah dilakukan untuk meningkatkan iklim investasi, masih ada banyak hambatan dan birokrasi yang menghalangi proses investasi.

Perlunya Pendekatan Terpadu dan Tindakan Konkrit

Untuk mengatasi tantangan pengangguran yang disebabkan oleh minimnya lapangan pekerjaan di era bonus demografi, perlu adanya pendekatan terpadu dan tindakan konkrit. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah lebih agresif dalam mendukung industri-industri yang memiliki potensi untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, investasi dalam pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar harus ditingkatkan secara signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun