Sebelumnya, Wild Sakura #Part 3 ; Jangan Tinggalkan Aku, Bu!
Sonia menatap langit-langit usang di atasnya, kedua lengannya ia jadikan bantal di bawah kepalanya. Di ruangan usang itu kini tempatnya beristirahat bersama beberapa anak yang saat ini sedang terlelap, jeruji besi menjadi pembatas ruang geraknya. Ya, sekarang ia harus mengarungi beberapa tahun masa remajanya di dalam ruangan itu karena telah menghilangkan nyawa ayah tirinya. Setetes embun menggelinding dari matanya, melewati kupingnya, jatuh di lengannya dan menggelinding ke lantai.
Maafkan Sonia bu, Sonia sudah mengecewakan ibu. Sonia nggak bisa menepati janji Sonia, tapi Sonia juga nggak mau lari. Sonia harus mempertanggungjawabkan perbiatan Sonia karena Sonia nggak mau menyesal karena dosa kelak. Maafkan Sonia, Sonia sayang ibu!
Tak ada satu anakpun yang ingin menghabiskan masa remajanya di tempat seperti itu, tapi apa yang telah di lakukannya terhadap ayah tirinya, meski itupun tanpa sengaja, mengharuskannya berada di sana. Tapi meski begitu, ia tak menyesal menghilangkan nyawa pria itu. Setidaknya sekarang ia bisa lepas darinya. Jika ia tak lakukan mungkin apa yang akan terjadi padanya jauh lebih buruk.
Pada awalnya berada di sana tidaklah mudah, apalagi untuk kasus pembunuhan. Tapi ia sudah meyakinkan dirinya sendiri untuk tak lagi menjadi lemah, lagipula kekerasan seperti itu sudah ia rasakan seumur hidupnya saat seatap dengan pria yang ia panggil bapak, yang mengantarkannya berakhir di situ. Ia dengan mudah bisa menyesuaikan diri, dan selama masa itu ia selalu mencoba bersikap baik, tak pernah telat bangun, selalu menjalankan tugas dengan baik. Juga suka membantu jika ada anak baru yang mendapatkan perlakuan di luar batas. Jika masih wajar sih dia biarkan. Dan etika baik yang ia miliki membuat masa tahanannya bisa berkurang, meski hanya beberapa bulan saja. Sekitar empat bulan lebih awal dari habis masa, ia di nyatakan bebas.
* * *
Setelah sembilan tahun.......,
Gerbang di belakangnya terkatup rapat kembali, ia menghela nafas panjang untuk menikmati udara luar pertama yang ia hirup. Dan tempat pertama yang menjadi tujuannya adalah makam ibunya, ia segera ke sana. Terlihat makam itu sudah berbeda dari sembilan tahun yang lalu, sekarang tempat itu terdapat banyak pohon kemboja yang meninggi dan rimbun. Ia mulai menyusuri tempat itu untuk menemukan makam sang ibu, dulu saat pemakaman ia di ijinkan untuk hadir dan ia mencoba menghafal di mana makam ibunya berada. Semoga saja masih ada, semoga saja belum di timpa dengan makam orang lain.
 Ia berjalan menuju sebuah pohon kemboja yang berada di sudut makam, menyibak rerumputam yang rimbum dan lebat, juga menjnggi. Hingga menemukan sebuah nisan yang usang, ia menyeka nisan itu yang di lumuri tanah dan debu. Sebuah nama masih bisa ia baca, ia pun tersenyum mengetahui makam ibunya masih ada. Ia mulai mencabuti rumput-rumput itu, tetapi rerumputan itu tak bisa ia bersihkan dengan tangan sehingga ia harus celingukan. Ada seorang pria yang baru saja membersihkan makam sepertinya, ia memegang arit. Maka iapun berlari kecil menghampiri pria itu,
"Assalamu alaikum!"
"Waalaikum salam," sahut orang itu menghentikan langkahnya, "maaf pak, boleh saya pinjam sabitnya. Rumput di makam ibu saya sangat rimbun pak!"