Chapther 6
Ridwan membuka pintu berwarna putih itu secara perlahan, suasana tempat itu cukup sepi di jam segini. Ia melangkah perlahan ke arah Sinta terbaring, wajahnya pucat sekali. Ia memutar pandangannya ke seisi ruangan, tak ada siapapun. Sebuah suara yang berasal dari kamar mandi ruangan itu muncul bersama munculnya seorang wanita yang cukup ia kenal.
Alisa tercengang melihat Ridwan di dalam ruangan itu, keduanya diam. Saling memandang. "maaf, jika aku mengganggu, kenapa kau tak bilang padaku tentang mamamu?" seru Ridwan, "ini bukan waktunya jam besuk!" sahut Alisa.
"Aku tahu, tadi aku mampir ke tempatmu dan kata karyawanmu, tante Sinta di rawat di sini. Karena besok aku akan cukup sibuk jadi ku pikir....aku kesini sekarang!" jawabnya. Alisa berjalan ke arah sofa dan duduk di sana, Ridwan ikut duduk. Berjauhan, "maaf, aku tidak membawa apapun. Sejak kapan tante Sinta di rawat di sini?"
"Beberapa hari!" jawabnya singkat.
"Bagaimana keadaannya sekarang?"
"Seperti yang kamu lihat!" jawab Alisa memandang mamanya, "kata dokter, kesempatan mama untuk sembuh sangat tipis. Ini tidak adil!" desisnya, "Kami bahkan baru saja berkumpul kembali, kenapa Tuhan sudah ingin memisahkan kami lagi!" ada airmata yang mengintip membentuk kaca tipis di kedua mata Alisa. Ridwan melihat itu, sebenarnya ia ingin sekali meraihnya dan memberikannya pelukan ketenangan tapi ia ingat sekarang sudah ada cincin pertunangan yang tersemat di jemarinya. Bagaimana kalau Alisa melihatnya di saat seperti ini?
Sebutir airmata menggelinding di pipi Alisa tapi ia segera menyekanya, mencoba menyembunyikannya dengan senyuman. "ini sudah larut, seharusnya kamu menyempatkan di lain waktu saja!"
Aku takut tidak akan ada lain waktu, apa kau tahu.....aku akan mulai lebih sibuk mempersiapkan pernikahan yang sudah di depan mata? Tapi bagaimana aku katakan padamu, bahwa aku akan segera menikah?
Alisa menangkap mata Ridwan yang menatapnya, "jangan menatapku seperti itu, aku mengerti jika kamu sekarang sangat sibuk setelah papamu meninggal. Awalnya aku memang sempat marah karena kamu memutuskan pergi ke Oxfort!" desisnya sedikit menundukan kepala, "tapi setelah ku pikir, itu bukan kesalahanmu kan!"
Tidak Alisa, aku ingin minta maaf bukan karena itu. Tapi karena ternyata....., perasaan ini tak pernah mati dan aku membiarkan orang lain menggantikanmu!