Sebelumnya, Pengantin papaku (3)
Posisiku semakin rumit saja, malam itu aku mengetahui sesuatu yang sungguh menghantam dadaku. Papa dan Rana. Ternyata mereka adalah teman Chatt di YM, mereka putus kontak pada malam seharusnya mereka bertatap muka secara langsung. Tapi malam saat aku membawa Rana ke rumah, adalah malam pertemuan mereka yang tertunda. Aku bisa membaca binar di kolam mata mereka, binar yang sama, yang tak pernah kutemukan selama ini. Aku tahu mereka saling jatuh cinta. Lalu bagaimana dengan aku?
Bagaimana dengan perasaanku?
Makan malam memang berlangsung hangat, dan aku harus berpura-pura sakit perut karena salah makan di sekolah untuk memberi peluang papa mengantarnya pulang. Entah, apakah itu sebuah kebodohan, atau justru bakti seorang anak. Tapi aku membiarkan mereka dekat. Meski hubunganku dengan Rana juga tak merenggang. Papa juga menyadari tentang siapa gadis yang selalu kuceritakan dulu. Tapi saat ini...
"Alan!" papa ikut menyenderkan tubuhnya di pagar besi balkon, menyertakan diri menikmati bulan sabit dan bintang-bintang di keremangan langit, "ini...!" papa terdiam. Kami terdiam.
"Bagaimana hubungan papa dengan Rana?" aku bertanya lebih dulu, meski ada rasa perih di sudut hatiku tapi sebisa mungkin aku tak menunjukannya melalui nada suaraku.
"Baik!" papa menjawab setelah menatap wajahku yang masih menatap langit, aku menyulas senyum tipis. Perih tapi tulus, "dia tampak sangat bahagia bersama papa!"
"Kau mencintainya!" tegas papa, itu bukan sebuah pertanyaan. Tapi pernyataan.
"Dia hanya menganggapku sebagai adiknya. Aku tak bisa memaksanya untuk memperlakukanku lebih!" rasanya aku ingin menangis. Karena kenyataan ini cukup sakit. Tapi aku juga tahu, Rana mencintai papa. Wanita pertama yang benar-benar tulus mencintai papa.
"Tidak Alan. Dia mencintaimu!" desis papa,
"Tidak sebesar cintanya terhadapmu pa," potongku, kutatap wajah papa, "aku pernah kehilangan keceriaan Rana, saat dia tak mendapatkan balasan chatt dari papa. Dan aku tidak mau kehilangan itu lagi pa!"