Sebelumnya, Pengantin Papaku (1)
Â
Aku masih diam menunggu jawabannya. Dia lalu turun dari kap mobil, mendekat padaku. Ada asa yang kupikir bisa kudapatkan.
"Maaf, saat ini aku tak bisa memenuhi harapan di otakmu. Aku harus segera sampai dirumah!" bisiknya lalu kembali ke mobil. Masuk ke balik kemudi dan menghidupkan mesin, aku terdiam. Bagaimana dia bisa tahu apa yang kupikirkan, apakah dia bisa membaca pikiran orang?
"Tunggu!" aku menghampirinya, membungkuk dan menaruh salah satu tanganku di kaca mobil yang terbuka tuntas. Sedikit menyorokan kepala, "boleh kuminta nomor teleponmu?" tanyaku, dan dia tersenyum manis.
"Kau harus berusaha sendiri untuk mendapatkannya!"
"Bukankah aku sedang berusaha?"
"Maaf Alan, jangan membuatku terlambat pulang!" dia mendorong tanganku hingga tak menyentuh mobilnya. Aku harus menelan rasa kecewa, dia langsung saja tancap gas dan menghilang dari pandanganku. Tapi jangan panggil aku Alan Kemas Wiratama jika harus menyerah semudah itu. Justru inilah tantangannya. Membuat wanita yang tak tertarik padaku menjadi menginginkanku. Akan ku buat dia menginginkanku!
Sengaja. Beberapa hari aku tidak datang ke trak, lalu aku tiba-tiba muncul di bengkelnya. Pura-pura men-service mobil, padahal baru dua minggu lalu ku service kusus.
Tapi sayangnya dia tak disana, katanya dia sudah resign. Karena dia mendapat pekerjaan baru yang jauh lebih baik. Itu artinya, satu-satunya aku bisa bertemu lagi dengannya hanya ke tempat trak. Tapi dia juga tak muncul-muncul disana. Sepertinya dai sengaja membuatku gila. Aku jadi kelimpungan seperti orang stres.
"Hei bro, belakangan ini kau jadi aneh. Rupanya wanita itu begitu mengusikmu!" sindir Andrew merangkulku, "sudah lupakan saja, kita cari yang lain. Masih banyak yang jauh lebih cantik, ayo...ku kenalkan bawaan Amar. Dia bawa 5 pramugari dari penerbangannya sore tadi!" bujuknya.