Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Melanie # 23

19 Juli 2014   16:33 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:53 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Melanie keluar dari kamar, ia tak melihat Ruben di sofa. Tapi ia mendengar bunyi di dapur, bunyi yang berasa dari sendok yang jatuh. Ia pun menghampiri ke sana. Di lihatnya ben baru saja mengambil sendok dari lantai dan menaruhnya ke wastafel.

" Kau sedang apa?" tanya Melanie.

Ben menoleh.
" Aku... Aku sedang membuat teh!"
" Membuat teh!" heran Melanie, ia mendekat.
" Setidaknya aku bisa membedakan gula dan garam!" sambungnya, ia memberikan secangkir teh manis hangat kepada gadis itu.
Melanie menerimanya dan meminumnya.
" Ya, kau tak salah memasukan barang. Seharusnya kau tak perlu lakukan ini. Kau kan masih sakit!"
" Aku baik-baik saja. Lihatlah!"
Melanie menaruh cangkir itu di meja.
" Coba ku lihat lukamu!" katanya menangkup kepala Ruben dengan kedua tangannya. Ia mengamati wajah pria itu.
" Sepertinya perbanmu perlu di ganti!"
Ben hanya diam memandangnya. Dalam keadaan seperti ini sangat jelas sekali, bahwa dirinya memang mencintai gadis itu. Melanie menyadari tarapan Ben.
" Kenapa kau menatapku seperti itu?"

Ben tak menjawab, ia mengangkat tangannya membelai wajah Melanie.
" Aku baru menyadari sesuatu, kau sangat cantik!" pujinya membuat Melanie terperangah. Mereka bertatapan sekarang. Saling memegang wajah satu sama lain, Ben ingat ungkapan hati gadis itu yang semalam. Ia berjanji pada dirinya sendiri, sekarang ialah yang akan menjaga gadis itu. Menjaganya agar mereka tetap bersama, dan tak ada yang bisa memisahkannya darinya.

Tanpa terasa sebutir airmata menetes dari pelupuk mata Ruben.
" Ben, kau menangis?" desis Melanie.
Ben melepaskan tangannya dari wajah gadis itu.
" Tidak! " elaknya sambil menyekanya. " mungkin... Ini karena kepalaku masih sedikit pusing!"
" Ku pikir kau butuh obat dari dokter!"
" Tidak, aku tidak apa-apa!"
" Ben, sebaiknya kau pulang. Keluargamu pasti cemas sekali!"
Ben kembali menatap Melanie. Gadis itu bahkan masih memikirkan keluarganya. Ben duduk di kursi. Melanie juga ikut duduk.
" Bukannya aku tidak mau merawatmu, tapi akan lebih baik jika kau pulang dulu. Setidaknya itu bisa membuat mamamu tenang!" bujuk Melanie.
Tapi apa yang di katakan Melanie ada benarnya juga. Jika dirinya tak mau pulang nanti keluarganya akan semakin berfikir buruk terhadap Melanie, dan akan semakin membencinya. Yang mereka pikirkan pasti Melanielah yang menyuruhnya tidak pulang.

" Kau benar, sebaiknya aku pulang. Aku bisa minum obat dan cepat sembuh. Jika aku tak kunjung sembuh bagaimana aku bisa menjagamu!"
" Aku akan baik-baik saja!"
" Kau selalu bilang begitu, dan justru itu yang membuatku khawatir!"
" Ben, tak ada yang perlu di khawatirkan!"
" Aku takut meninggalkanmu sendiri di rumah ini!"
Melanie tersenyum.
" Percayalah, aku bisa menjaga diri!" janjinya. Mereka kembali hanyut dalam suasana, tapi Ben nampaknya sedikit menghindari situasi itu.

" Oh. Mana Rico dan Tomi, kenapa mereka belum datang?" kesalnya.
" Mungkin sebentar lagi!"

Ada suara mobil mendekat.
" Panjang umur, itu pasti mereka !" seru Melanie. Melanie membuka pintu, kedua cecunguk itu sudah berdiri di sana.
" Hai Mel, bagaimana semalam?"
" Apanya?"
" Jangan pura-pura polos. Kalian kan saling mencintai, memangnya tidak terjadi sesuatu!" seru Rico.
" Bicara seperti itu lagi sendalku akan mendarat di wajahmu!" ancamnya. Rico hanya tertawa.

Tadi mereka ke sekolah dulu untuk mengambil mobil Rico. Jadi mobil Ruben bisa di kembalikan. Keduanya masuk menghampiri temannya.
" Gimana keadaan loe bro?" tanya Tomi.
" Membaik!"
" Eh, kita nggak bisa lama nih, harus balik ke sekolah!" seru Tomi.
" Ya udah, tinggal pergi aja!" balas Ben.
" Ben mau titip salam buat Ryo?" tawar Rico.
" Boleh!" jawabnya mengerti apa maksud temannya itu. Keduanya kembali ke sekolah, ada urusan yang harus di kerjakan di sekolah. Bukan hanya pelajaran saja.

Sesampainya di sekolah Rico dan Tomi langsung mencari Ryo. Ia menitipkan sebuah kertas pada seorang teman kelas Ryo.

Ryo membaca isi kertas Itu.
" Yo, bisa nggak kita ngobrol berdua di taman belakang!" ( Vera)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun