"Auw!" seruku ketika seseorang menepuk sisi kepalaku dengan sesuatu, aku pun menoleh dengan memegang kepalaku itu. Sebuah buku tebal di tangannya itulah yang menjadi senjata untuk menyerang kepalaku barusan.
"Kamu...., kenapa kamu memukul kepalaku, kalau nanti aku jadi koplak gimana?" kesalku.
Sebuah tawa malah keluar dari mulutnya yang tergolong seksi, sebuah tawa yang jauh lebih gurih dari soto pak No di perempatan itu.
"Sebelum aku pukul, aja kepala kamu emang udah koplak!"
"Apa?"
"Ngapain kamu sendirian bengong di sini?"
"Bukan urusanmu!"
"Nanti di cium hantu pohon baru tahu rasa!"
"Paling mereka udah kabur duluan waktu lihat aku nyamperin kesini tadi!"
Dia tertawa lagi, nangkring di sisiku seraya memberantaki rambutku. Belakangan kami memang terlihat sering bersama, aku menikmati tawanya. Membuatnya tambah guanteng. Ya jelaslah...., emang dia tergolong salah satu yang paling ganteng satu sekolah belakangan. Namanya Devan, dia setengah bule. Anak baru di sekolahku, bukan pindahan dari Amerika atau inggris atau semacamnya. Tapi....dia pindahan dari Banjarmasin.
Kok Bisa?