Hari itu Airin terlihat cukup menghindari Bosnya, di pagi hari ia hanya memberi salam pagi yang hambar. Waktu istirahat ia sudah kabur duluan dari meja, agar tak mendengar ajakan sang Bos untuk makan bersama atau bicara.
Tapi saat jam pulang kerja, pria itu sudah keluar duluan dari ruangannya tanpa menyapa siapapun. Airin pikir itu bagus, mungkin dia akan langsung pulang.
Tapi begitu dirinya sampai di apartemen, pria itu sudah bertengger di depan pintunya dan terlanjur melihatnya melangkah ke sana. Dirinya memang menghentikan langkah, mau berbalik dan pergi rasanya sudah tak mungkin. Ia pun melanjutkan langkahnya menuju pintu apartemennya perlahan. Kini mereka berdiri berhadapan, saling bertatapan dalam diam.
"Aku tahu kau menghindariku, itu sebabnya aku sengaja menunggumu di sini!"
"Aku lelah dan mau istirahat, sebaiknya kau pergi!"
"Kita masih punya pembicaraan yang belum selesai,"
"Tak ada lagi yang perlu di bicarakan!"
"Airin, ada banyak hal yang harus di luruskan."
Mereka kembali diam, keheningan menyelimuti. Memang benar masih banyak hal yang perlu di selesaikan.
"Mungkin lebih baik kita bicara di tempat lain!"
Mereka pun pergi ke coffe shop terdekat, dua cangkir capucinno terhidang di meja mereka. Belum tersentuh, dan sudah menurun suhunya. Tapi keduanya masih diam, tak tahu kata apa yang akan terlontar untuk menghilangkan senyap yang menyelubungi.