"Apa maksudmu?" Seru Irfan.
Aku bertekad mengatakan hal itu padanya karena ku pikir inilah yang terbaik. Pernikahan kami yang sudah berjalan 3 tahun memang tak pernah mengalami masalah. Kami juga belum di karuniai seorang anak, tapi bukan itu alasan aku mengutarakan keingiananku. Aku berbohong padanya, tentang siapa aku. Tentang pekerjaanku, yang dia tahu aku bekerja sebagai guide travel.
Belakangan terjadi masalah, dan aku harus memutuskan sesuatu untuk bisa membuat Mas Irfan dan keluarganya tetap aman. Berpisah, ya hanya dengan berpisah mereka akan aman.
"Aku seorang agen di Dinas Rahasia, dan selama perjalanan karirku. Aku banyak menciptakan musuh, beberapa minggu lalu aku harus memata-matai sebuah sebuah organisasi di Australia. Penyamaranku terbongkar, lebih parah lagi ada yang menfitnahku di kantor. Aku tidak tahu kabar itu datang darimana, tapi sekarang yang memburuku bukan hanya pihak Organisasi Ausy tapi juga dari Dinas Rahasia. Pernikahan kita juga sudah di ketahui, jalan satu-satunya untuk kita hanya....,cerai!" jelasku dengan berat.
"Kenapa?"
"Kau sudah tahu siapa aku sekarang, aku seorang agen rahasia. Tak ada tempat yang aman buatmu selama kita bersama!"
"Kau berfikir begitu, apakah selemah itu aku dimatamu sehingga kau harus minta cerai dariku?"
Aku tak menyangka kalau dia malah berfikir seperti itu,
"Mas...., bukan itu alasanku. Cara seseorang melumpuhkan musuhnya adalah dengan menyerang orang di sekitarnya. Aku tak mau kau mati karena aku!"
"Raya, hidup dan mati seseorang sudah di gariskan oleh Tuhan. Lalu kenapa kau takut?"
"Mas...., kau tidak mengerti. Ini bukan hanya demi kebaikanmu, tapi juga keluargamu. Semuanya, kalian semua dalam bahaya jika aku masih di sekitar kalian. Hanya...., hanya tinggal. Jatuhkan talak tigamu padaku! Dan semua akan baik-baik saja!" sekali lagi aku meminta, berharap airmata tak jatuh dari pelupuk mataku.
Mas Irfan memandangku tajam, tatapan yang menusuk hatiku.
"Kau ingin mengorbankan pernikahan kita hanya demi membuatku aman dari musuhmu, beraninya kau?" gerutunya. "aku suamimu kan, lalu kau pikir apakah aku akan membiarkan kau menanggungnya sendiran!"
"Mas...., pernikahan kita hanyalah kedok. Aku harus terlihat hidup normal agar tak mudah di lacak, dan sekarang semua sudah berakhir. Pihak musuh sudah mengetahui kehidupanku di luar pekerjaan. Ini satu-satunya jalan!" aku berbohong lagi. Pernikahan ini bukan kedok, aku mencintainya. Sejak pertama kami bertemu hingga detik ini. Tapi ku pikir, jika membuatnya sedikit membenciku dia mau menceraikan aku.
"Apakah kau penah mencintaiku?" tannyanya.
Pertanyaan itu cukup berat untuk ku jawab, tapi aku harus menjawab!
"Tidak, aku tidak pernah mencintaimu!"