Jam 11.55 malam,
Lolongan anjing masih memekik di telinga, suara derik jangkrik cukup menyayat ku rasakan. Hembusan sang bayu menerpa kulitku, membawa hawa dingin ke sekujur tubuhku. Peluh membanjiri di setiap pori-pori, menciptakan nyeri di sekitar lukaku yang menganga.
Sudah ribuan meter aku berlari, tapi rasanya suara desingan peluru masih memburu-menginginkan nyawaku. Seperti ada langkah malaikat maut di belakangku yang siap menarik ruh dari ragaku, entah apa yang terjadi? Tapi sekarang aku terjebak tak tentu arah, selama keremangan masih merebak aku masih merasa aman. Tapi bagaimana jika terang mulai menyibak, ajal rasanya mengintip dimana-mana.
Sialan! Umpatku tak henti.
Bagaimana mungkin aku begitu bodoh, seharusnya aku tak datang ke sana. Seharusnya ku terima saja saat Felix menyuruhku meliput berita soal perayaan di taman kota, brengsek! Damn! Aku tak berhenti mengumpat sekarang, apalagi yang bisa ku lakukan selain mengumpat sebelum nyawaku terbang entah kemana!
Tugas pertama bekerja sebagai jurnalis di sebuah surat kabar ternama malah membuatku hendak kehilangan hidupku. Di terima di sana adalah impianku, tapi bukan untuk terjebak jadi buronan seperti ini. Aku ingin menjadi jurnalis hebat, aku ingin menjadi koresponden profesional. Bukan begini, dimana aku berdiri saja aku tidak tahu!
Tubuhku mulai gemetaran, darahku berceceran lumayan banyak di sepanjang aku berlari. Rasanya sudah hampir habis, air.....aku butuh air.
Sialan! Dimana bisa ku dapatkan seteguk air untuk melegakan kerongkonganku yang sudah kering kerontang ini! Lagi-lagi aku hanya bisa mengumpat, memaki. Tenagaku sudah hampir habis, mataku rasanya berat sekali, tapi aku tak boleh terlelap atau aku tak akan bisa membuka mataku lagi. Aku menatap ke dalam keremangan ini, di situlah bisa ku lihat wajah seseorang.....
Ariana.....
Oh.... Damnit!
Di saat seperti ini aku membutuhkanmu, membutuhkan senyumanmu, semangatmu! Pelukan hangatmu, kini hanya dingin dunia yang memelukku. Jika kau melihat berita kriminal di televisi apa kau juga akan berfikir sama, bahwa aku tidak lebih hanya seorang bajingan? Apa kau akan percaya itu, atau kau akan percaya padaku? Bolehkan aku sedikit berharap bahwa kau akan lebih mempercayaiku, bukankah kau lebih mengenalku dari siapapun?