Jadwalku hari ini, adalah kembali ke rumah sakit tempat gadis itu dirawat. Dia adalah satu-satunya korban selamat dari perampokan sadis yang terjadi dua hari lalu di Pondok Indah. Kemarin aku belum mendapatkan hasil apa pun karena dia masih sangat syok, pihak rumah sakit dan kepolisian memintaku untuk datang lagi hari ini.Â
Karena gadis itu masih di bawah umur jadi dia berada di bawah pengawasan Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan. Dan wewenang itu diserahkan kepadaku!Â
"Saya rasa Nona Narsya sudah bisa diajak berkomunikasi, kami percaya Anda bisa melakukannya dengan baik. Silahkan!" kata dokter berjambang tipis itu.
"Terima kasih, Dok!" ucapku lalu memasuki ruangan.Â
Kulihat Narsya tengah duduk melamun menatap jendela, beberapa lebam masih menyisa di wajahnya. Sangat mengerikan jika melihat kondisi para korban perampokan itu. Entah bagaimana caranya Narsya akhirnya berhasil menghubungi polisi, meski terlambat menyelamatkan yang lainnya. Tapi setidaknya para polisi berhasil melumpuhkan para pelaku perampokan yang semuanya tewas di tempat karena melakukan perlawanan, kecuali satu orang.
Aku berdiri di sisi ranjang, mengembangkan senyum dan mulai menyapa. "Hai, Nars. Bagaimana keadaanmu?"
Gadis itu memutar kepalanya ke arahku, membalas tatapanku dingin tanpa suara.Â
"Apa kau sudah bisa menceritakan semua kejadiannya?" tanyaku tetap dengan nada lembut. "kau, mengingat seperti apa sosoknya?"
Dia mengerling.Â
"Kau tidak perlu takut, sekarang kau aman bersama kami. Tapi kami membutuhkan bantuanmu untuk menangkap pelaku terakhirnya. Pihak kepolisian membutuhkan informasi ini!" seruku menyilakan tambutku, tapi sebenarnya aku sedang mengecek alat komunikasi yang terpasang di telingaku.Â
"Mereka pantas mendapatkannya!" katanya tiba-tiba.Â