#Shoot Down
Pria itu kembali menyesap kopi hitam yang sudah di tinggalkan oleh kepulnya, karena asyik menciptakan kepul lain maka ia sedikit lupa pada kepul dalam jiwa cairan hitam itu. Puntung Malboro merah yang hampir menyentuh sela jarinya itu kembali ia selipkan ke bibir sensualnya, terlihat ia mengisapnya sekali lagi lalu meniupkan kepulan tebal putih ke udara. Lalu iapun lolos saja puntung itu, memasukannya ke dalam cangkir berisi sisa kopinya.
Ia memilih duduk di luar karena ia merasa tak bisa jauh dari batang Malboronya, lagipula akan lebih mudah mengamati targetnya dari sana. Malam semakin larut, biasa coffeshop buka sampai lewat tengah malam, bahkan 24 jam.
Pria yang sekarang berada di pertengahan kepala tiga itu, maksudnya usia....., kembali melirik arlogi di pergelangan tangannya yang kuat. Jarum mini paling pendeknya sudah menunjuk angka 11, ia masih bertahan.
Damn!
Ia menggerutu dalam hati, tapi itu tak berlangsung lama karena dari pintu yang ia pandangi muncul seseorang, bukan! Dua orang, seorang pria dan seorang wanita. Mereka menuju sebuah city car, wanita itu masuk ke dalam mobil sementara sang pria hanya memasukan kepalanya saja melalui kaca depan mobil. Tak lama, mungkin hanya sekitar satu menit lalu menariknya kembali. City car silver itu segera melaju kencang.
Sementara pria itu berjalan santai, mungkin hendak menyetop taksi. Tapi rupanya tidak, ia malah berjalan menyeberang jalan dengan santai.
Pria yang duduk di meja sudut itu berdiri dan berjalan ke arah orang yang di tungguinya sedari tadi, rupanya orang itu menuju tempat parkir di gedung sebelah. Ia ikuti saja, ketika sampai di parkiran ia pura-pura mencari mobilnya yang ada tak jauh dari orang itu memasuki mobilnya, setrlah orang itu menjalankan mobilnya. Maka pria bersetelan suit yang sangat elegan itupun memecahkan kaca sebuah mobil, membukanya dan men-hot wire mobil itu untuk bisa menyalakan mesinnya. Iapun segera mengejar targetnya.
Ia cukup menjaga jarak dengan mobil di depannya untuk tak membuatnya curiga, hingga tiba di sebuah tempat yang cukup ramai. Ia mengikuti orang itu memasuki sebuah tempat, itu adalah hostclub. Seperti biasa tempat itu sudah di penuhi para pengunjung yang sedang di temani hostgirl maupun hostboy. Seorang menejer club menghampirinya,
"Selamat datang tuan!"
Tapi pria itu tak menggubrisnya, matanya mencari-cari pria yang di ikutinya, lalu ia menemukannya menaiki sebuah tangga. Iapun berjalan ke sana, mengikuti menaiki tangga. Tapi langkahnya di cegat seseorang ketika ia menghabiskan anak tangga di lantai atas,
"Tuan Hasan!" sapanya, Ricky Hasan, nama pria itu. Ia hanya mengerling, orang yang menyapanya mempersilahkannya mengikutinya. Memasuki sebuah ruangan yang berisi beberapa orang, seseorang duduk di balik meja. Sedang menikmati cairan di dalam gelas yang ada di tangannya.
Ricky menghampirinya dengan santai, "senang bisa bertemu langsung denganmu tuan Hasan, ku dengar soal sepak terjangmu. Cukup mencengangkan!"
Ricky duduk di kursi kosong di depan meja, "sepertinya kau tahu akan datang?" sahutnya, orang itu, Leon tersenyum getir, "kau pikir kau bisa meringkusku dengan mudah?"
"Aku tidak hanya akan meringkusmu, tapi membunuhmu, jika perlu!"
Mendengar itu beberapa orang yang ada di ruangan itu menodongkan senjata api ke arahnya, Ricky melirik kanan-kiri tanpa menggerakan kepalanya, lalu ia tersenyum pada Leon yangvada di depannya. Sejurus kemudian ia sudah melaean semua orang yang ada di sana, terjadi baku tembak dan juga perkelahian.
Dalam sekejap orang-orang dalam ruangan itu tumbang hingga tiba pertarungannya dengan Leon yang berakhir dengan kematian Leon di tangannya. Lalu datang lebih banyak orang yang menyerangnya, Ricky melawan mereka sembari mencari jalan keluar. Bersamaan dengan itu, para polisipun berdatangan.
* * *
Ricky memasuki hotel tempatnya menginap di kota itu, baru saja ia hendak melepas pakaiannya ia mendadak terdiam. Membuka kepekaannya dalam-dalam, ia selalu peka terhadap bahaya, dengan sigap ia berbalik dan menangkis serangan yang tertuju padanya dari belakang. Seseorang yang tak di kenalnya menyerangnya, orang itu cukup kuat juga, lalu muncul dua orang lagi.
Kini, Ricky mulai kewelahan menghadapi orang-orang itu yang akhirnya ia ketahui adalah sesama agent. Karena mereka memiliki kemampuan yang hampir sama dengan dirinya, tapi akhirnya ia tetap bisa mengalahkan mereka semua meski harus membuat keributan di hotel hingga keluar dari area hotel pula.
Â
"Ya, kita akan segera menangani hal itu!" Pria itu berbicara dengan beberapa rekannya di ruangannya, lalu seseorang masuk, orang kepercayaannya.
"Pak, 013 ada di saluran anda!" katanya memberitahu, pria itu menatapnya sejenak lalu memberi kode kepada semua orang untuk meninggalkan ruangan, kini tinggal dirinya dan orang kepercayaannya saja.
Pria yang kerap di sapa MG itu menekan sebuah tombol pada telepon di mejanya, "iya, 013!" sahutnya santai,
"Kau tampak sedikit terkejut MG, kenapa, heran aku masih berkeliaran?"
"Aku sudah memperingatkanmu, untuk tak mengulangi kecerobohan!"
"Dengan berniat membunuhku?"
"Ku kirim mereka untuk membawamu kembali ke markas!"
"Aku tidak akan kembali sebelum tugas ini selesai!"
"Tugas ini sudah di ambil alih, dan kau di nonaktifkan untuk sementara waktu. Jadi kembalilah!"
"Aku akan menyelesaikannya!" Â
"013, patuhilah perintah. Demi kebaikanmu, tak ada dendam dalam tugas ini!"
"Maaf MG, harus mengecewakanmu!"
Saluran terputus, Ricky melempar ponsel yang baru saja di gunakannya untuk menghubungi pimpinan lembaga tempatnya bekerja itu ke dalam air laut. Kemudian ia mulai berjalan meninggalkan tempat itu.
MG menatap Ernest, "aktifkan 011 dan 009, aku ingin 013 kembali ke markas dalam 48 jam. Jika perlu.....Shoot Down!" katanya tegas.
"Aru you meant it, Sir?"
"Yes!"
"Ok!"
Ernest meninggakkan ruangan bosnya untuk segera melaksanakan perintah.
* * *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H