Sebelumnya, The Wedding #Part 10
Â
Begitu tangan Liana bersentuhan dengan pak Candra, sebuah bayangan langsung menderanya. Bayangan tentang seorang anak kecil yang sedang tertawa, anak kecil yang menangis sambil minta ampun, menyebut nama Romonya. Anak kecil itu jelas terlihat sebagai dirinya, suara-suaranya yang merengek pada sang Eyang.
Seketika Liana menarik tangannya kembali secara kasar, membuat tiga orang yang sedang bersamanya itu terkejut dan terheran. Nafasnya mulai memburu, dan yang paling panik adalah Nicky,
"Liana, ada apa?"
Liana tak menyahut, ia seolah tak mendengar suara suaminya, bayangan itu muncul lagi, nampak begitu jelas di mata dan benaknya. Perlahan ia merasakan kepalanya di dera rasa sakit yang menghujam, ia pun memegang kepalanya seraya meraung, membuat Nicky semakin panik melihatnya.
"Aaargh...., argh....., aaarghhhh.....!" jeritnya, Nicky memegang bahu istrinya, "Liana, kau kenapa?" cemasnya, Liana masih saja meraung seraya memegang kepalanya yang serasa di pukul-pukul dengan palu dengan keras.
Sementara Candra dan Hesty menjadi bingung, apalagi Nicholas Harris memanggil istrinya dengan nama Liana, sebuah nama yang cukup tidak asing bagi mereka.
Perlahan Liana melepas salah satu tangannya dari kepalanya, ia mengangkat matanya kepada pria paruh baya di depannya, dan tiba-tiba saja kepalanya tersentak ke belakang dengan lemas. Nicky langsung menangkap tubuh istrinya yang tak sadarkan diri, "Liana, Liana!" panggilnya, "ya Tuhan!" paniknya, ia tak bisa berfikir lagi selain membawa tubuh istrinya segera keluar dari tempat itu tanpa memperdulikan apapun lagi.
"Kang Mas, apakah tadi pak Nicky menyebut istrinya dengan nama Liana?" tanya Hesty, "ya, sepertinya begitu Nyimas!" sahutnya. Ia juga merasakan hal yang aneh saat menjabat tangan wanita itu, apalagi saat bertatapan.
Sesekali Nicky menoleh istrinya yang berada di sampingnya yang juga masih tak sadarkan diri, ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan rambu. Ia sangat panik dan ketakutan, takut terjadi sesuatu pada istrinya.
Perlahan Liana bergerak, "ehmmhhh....!" desisnya menggerakan kepalanya, Nicky menatapnya secara perlahan dan tetap berusaha konsen dengan jalanan. Liana membuka matanya pelan-pelan, pandangannya masih sedikit kabur dan kepalanya terasa pening, serasa mau pecah. Ia mengangkat tangannya ke sisi kepalanya, memijitnya pelan,
"Li, kau tidak apa-apa?" tanya Nicky, suara itu membuatnya menoleh, ia menemukan wajah suaminya yang terlihat sangat cemas. Lalu memutar matanya ke seisi ruangan, ternyata mereka berada di dalam mobil.
"Jangan khawatir, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit!" seru Nicky, "rumah sakit!" desis Liana, "Nicky, aku tidak kau ke rumah sakit!" tolaknya dengan suara yang masih lemah.
"Tapi....!"
"Aku tidak apa-apa, aku mau pulang saja!"
"Tapi Liana,"
"Aku mohon!"
Akhirnya Nicky mengalah, ia memutar balik di lampu merah untuk menuju kediaman mereka. Sesampainya di rumah, Nicky memapahnya. Melihat keadaan Liana yang terlihat lemah, Jaya dan Rizal menghampiri,
"Apa yang terjadi?" cemas Rizal, Liana mengangkat pandangannya ke pria yang sudah seperti kakaknya itu dengan kilatan yang tak mampu Rizal baca, ada amarah, kesal, kecewa yang sepertinya beraduk menjadi satu. Membuat hati Rizal jadi gemetar, Liana tak pernah menatapnya seperti itu sebelumnya.
"Jay, bisa tolong panggilkan dokter?" pinta Nicky, "tidak Nicky, aku tidak butuh dokter!" tolak Liana.
"Tapi Liana, tadi kau kesakitan sampai pingsan!"
"Aku hanya butuh istirahat!"
"Liana....!"
"Aku tidak membutuhkan dokter!" tegasnya meski suaranya masih sedikit lemah, akhirnya Nicky membawanya ke kamar, mendudukannya di ranjang. Ia menatap dalam ke mata istrinya, rasa penasaran masih menjalar di nadinya. Kenapa Liana bisa bereaksi seperti itu terhadap pak Candra? Ia ingin segera bertanya, tetapi sepertinya Liana masih butuh waktu untuk menenangkan diri. Maka iapun berjalan ke lemari untuk memungut gaun tidur istrinya dan sebuah handuk. Ia menoleh Liana,
"Kau mau mandi, biar ku atur dulu suhunya. Mungkin itu bisa membuatmu sedikit lebih segar?"
"Boleh!" sahutnya pelan, Nicky berjalan ke arah kamar mandi, ia berhenti untuk menaruh baju tidur istrinya di atas meja dekat pintu kamar mandi, setelah itu ia menghilang di kamar mandi. Liana mendengar suara kucuran air dari shower, cukup lama Nicky di dalam sana. Memberi waktu bagi Liana untuk memahami apa yang terjadi padanya tadi.
Nicky melangkah keluar, rupanya ia sudah menanggalkan setelan suitnya, dan hanya mengenakan handuk. Tubuhnya terlihat segar oleh air yang baru saja mengguyurnya. Aroma wangi sabun langsung menyebar ke seisi ruangan, membuat Liana juga tak sabar ingin melarikan diri ke kamar mandi. Tetapi saat menatap suaminya yang bertelanjang dada, itu malah membuat darahnya mendesir, dia jauh terlihat lebih tampan jika begitu, apalagi kotak-kotak di perutnya yang berotot. Tetapi saat ini pikirannya sedang terbelah, memikirkan suatu hal yang sangat ingin ia bicarakan dengan suaminya saat ini. Tapi mungkin ide Nicky bisa di ambilnya, yaitu menyegarkan diri di bawah kucuran air hangat. Iapun berdiri ketika Nicky sedang sibuk di depan lemarinya. Cukup lama dirinya mengguyur tubuhnya untuk menyegarkan pikiran.
Ketika keluar hanya dengan handuk, Nicky sedang duduk di depan meja menatap layar laptopnya, sebuah dokumen berada di salah satu tangannya, sesekali pandangannya beralih ke dukumen itu lalu kembali ke layar. Liana cuek saja, ia memakai gaun tidurnya di sana. Kenapa malu, mereka kan suami istri, toh juga sudah beberapa kali bercampur. Ia kembali ke kamar mandi untuk mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Suara bising mesin rambut itu sempat membuat Nicky menoleh ke arah kamar mandi.
Saat kembali keluar kamar mandi, Liana sedikit terkejut karena sekarang Nicky sudah duduk bersandar di ranjang. Membaca sebuah buku tebal, ia melirik ke arah istrinya yang berjalan ke arahnya, iapun menutup buku itu dan menaruhnya.
Liana duduk di tepi ranjang, Nicky memperhatikannya, ia tahu istrinya akan membicarakan soal kejadian malam ini di pesta tadi.
"Maaf ya, aku mengacaukan pestamu!" sesalnya, "tidak usah memikirkan itu, aku justru khawatir dengan keadaanmu. Kau mau memberitahuku?" sahut Nicky.
Liana mengangkat wajah ke arah suaminya, "apakah nama pria tadi itu.... Candra Suryo Aditomo?" tanya Liana tiba-tiba, Nicky tercengang, darimana istrinya tahu nama lengkap orang itu? Nicky menatapnya dengan tatapan aneh sekarang.
"Nicky, apakah itu benar?"
"Iya, darimana kau tahu nama lengkapnya Li?"
Liana tak langsung menjawab, ia terdiam untuk beberapa saat, membuat Nicky makin penasaran.
"Dia Romoku!"
Jantung Nicky seperti di tikam, ia hanya bisa mematung mendengar pengakuan istrinya. Darahnya seakan berhenti mengalir hingga membuatnya wajahnya memucat, "ap-apa?" desisnya.
"Dia Romoku, dan istrinya yang bernama Hesty adalah ibu tiriku!" akunya lagi, Nicky masih tak bergerak, "mungkin ini memang konyol, tapi aku ingat sebagian masalaluku saat menjabat tangannya. Aku tahu itu benar, jadi....orangtuaku memang masih hidup. Entah bagaimana aku bisa berada di jalanan!"
"Dia orang yang cukup berpengaruh di daerah sekitar keraton kan, seharusnya dia bisa mencarimu dengan mengerahkan semua yang di milikinya saat itu!"
"Dia tidak akan mencariku, dia justru senang jika aku menghilang!" jawaban Liana membuat Nicky jadi bingung, "Kau merasa bingung, aku juga. Aku belum bisa mengingat semuanya, tapi setahuku memang seperti itu. Dia memang Romoku, tetapi dia tidak pernah menyukaiku!" akunya lagi.
"Apasaja yang kau ingat?"
"Aku ingat Eyang, Eyang kakungku orang yang sangat baik. Sama seperti kakek Willy, mungkin itu menjadi salah satu faktor yang membuatku cepat dekat dengan kakek secara emosional. Meski saat itu aku tidak mengingat apapun soal Eyang!"
"Bagaimana dengan Rizal?"
Liana terperanjat, iya Rizal, kenapa ia sampai lupa? "Rizal, ya Tuhan...., kenapa aku tak ingat. Rizal membawaku berlari saat itu, tapi selebihnya aku tidak ingat yang lebih lanjut tentang dia, tapi...mungkin...dia tahu semuanya.... Aku harus bertanya padanya!" kata Liana berdiri, Nicky segera meraih lengannya, membuatnya harus memotong langkah.
"Ini sudah larut, besok saja!" cegahnya, "tapi aku sangat penasaran, Nicky!" paksanya. "kau pikir aku tidak?" Nicky melompat dari ranjang. Berdiri di hadapannya sekarang, ia melihat Liana yang penuh dengan semangat telah kembali. Dan jujur, itu membuatnya senang, ia sangat merindukan Liana yang seperti itu, Liana yang sama yang seperti pertama mereka bertemu. Meski saat itu penampilannya seperti preman pasar.
Perlahan Nicky merabakan tangannya di pipi istrinya, membuat Liana merinding seketika karena sentuhan itu mengandung makna lain. Nicky menyunggingkan seulas senyum di bibirnya secara berdesis, "sepertinya aku sudah menemukan Lianaku yang dulu!" katanya lirih, "dan dia....memang seorang lady!" tambahnya dengan nafas yang menghangat menerpa wajah Liana, membuat tubuhnya menegang seketika. Tanpa bisa menghindar mulut suaminya sudah menghujam lembut di atas mulutnya. Liana melotot seketika.
* * * * *
• T.B.W.O.A ~ The Wedding (second novel)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H