Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Peluk Aku, Ibu!

27 Juni 2015   11:33 Diperbarui: 27 Juni 2015   11:33 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 Kini aku menjadi seperti dirinya, sebenarnya....yang paling mirip dengan bapak adalah aku. Meski aku bukan darahnya. Kenyataan yang membuat hatiku semakin perih. Aku hanya anak pungut, anak yang ibu temukan di kali. Awalnya bapak tak mengijinkanku di pungut ibu, tapi ibu memohon sampai berlutut. Ayah setuju tapi dengan satu syarat, apapun perlakuannya terhadapku ibu tidak boleh protes jika ibu ingin aku tidak tahu siapa diriku. Itulah alasannya ibu tak mampu berbuat apa-apa setiap kali bapak memukuliku, katanya hidup mereka tambah susah sejak aku hadir. Kedua abangku saja bisa sekolah karena....kalian sudah tahu, beasiswa!

"Indah, mau kemana lagi? Ini, ibu sudah buatkan sarapan pagi. Makan dulu ya!"

"Ibu makan saja sendiri, nggak napsu!" sahutku setelah melirik makanan di meja seraya mendorong piring dengan kasar sampai beradu. Untung tidak pecah lagi, entah sudah berapa piring yang ku hancurkan. Mungkin di dapur hanya tinggal beberapa biji saja, ibu mendapat uang dari bang Arman dan Rudi. Mereka rutin mengirim uang pada ibu itu sebabnya aku tak sudi memakan masakan ibu. Aku tak mau memakan uang mereka,

"Astagfirullahal adzim Indah, ini ibu belanja pake uang ibu sendiri. Hasil ibu mencuci baju di rumah bu Rukmi!"

"Apa, ibu mencuci baju di rumah bu Rukmi? Bu, kalau bang Arman dan bang Rudi tahu pasti mereka bakal nyalahin Indah lagi. Mereka pasti pikir Indah yang nyuruh Ibu kerja nyuci baju!"

"Lalu Ibu harus bagaimana, kamu tidak mau makan kalau Ibu menggunakan uang mereka. Ibu ingin kamu makan masakan Ibu seperti dulu!"

"Ha....ah...., alasan saja. Ibu  sengaja kan biar Indah itu selalu terlihat jelek dimata mereka!"

"Tidak seperti itu, Ndah. Lagipula kamu juga jangan lagi mintain uang orang-orang di pasar, itu tidak baik. Jangan ikuti jejak bapakmu!"

"Memangnya Ibu peduli?"

"Tentu Ibu peduli sama kamu!"

"Peduli, Ibu bilang Ibu peduli!" seruku lantang, "apa dulu Ibu membela Indah saat Indah terus di sakiti ayah, apa Ibu pernah memeluk Indah saat Indah butuh, apa Ibu pernah menyeka airmata Indah? Enggak kan Bu!" lantangku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun