Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

White Rose #Prolog ; Liburan Berujung Maut

10 Maret 2015   15:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:51 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende


Prolog


Sebuah mobil Xenia silver melaju cukup kencang di jalanan menuju puncak, suara nyanyian merdu di lantunkan bersama oleh seorang gadis kecil yang mungil dan cantik. Bersama kakak tercintanya dan kedua orang tuanya, gadis 9 tahun itu memang sangat di sayang oleh keluarganya. Terutama kakaknya, Ricky. Dia perlakukan bagaikan seorang putri, tapi itu tak membuatnya menjadi anak manja yang sombong.

Justru dia sangat baik dan dermawan, sifat itu sudah di tanamkan kedua orang tuanya sejak kecil. Perjalanan ke puncak kali ini bukan hanya untuk menjenguk saudara mamanya yang tinggal di sana, tapi sekalian mau membagikan sedikit Rizky untuk penduduk sekitar yang kurang mampu untuk merayakan ulangtahun gadis itu.

Mawar Putih, itu namanya. Hatinya juga seputih namanya, dia biasa di panggil White Rose oleh sang kakak. Katanya itu terdengar lebih cantik. Perjalanan ini memang mendung, sejak sejam tadi gerimis sudah mulai mengejar dan kini bahkan melebat dengan deras. Angin pun bertiup begitu kencang, halilintar menampakan kedasyatannya. Menggelegar, mendebarkan.

"Mama, kenapa hujannya lebat sekali. Jadi nggak asyik!" seru Rose,
"Bukannya kamu suka main hujan?" goda Rick.
"Tapi kalau hujannya begini mana bisa main, yang ada kesamber petir!"
"Huss...., jangan ngomong sembarangan!" seru Sinta menoleh ke belakang tempat kedua buah hatinya duduk.

Rose menatap kakaknya lalu mendekatkan agar bisa membisikan sesuatu ke telinganya. Rick pun sedikit menunduk untuk mempermudah jalan adiknya, "nanti kalau sudah sampai kita main hujan yuk, pasti asyik!" ajaknya. Rick gantian berbisik di telinga adiknya, "nanti kamu bisa sakit, nggak mau ah!" balasnya.

Sinta melirik, "hayo....lagi rencanain apa tuh, bagi-bagi dong sama mama?" goda Sinta, "mama sama papa juga biasanya main bisik-bisik sendiri, nah kali ini rahasia aku sama kak Rick!"
"Hem...., lagi berencana mau main hujan ya? Awas ya, di puncak itu udaranya dingin sekali. Nanti kalian bisa sakit!"

"Bentar aja ma!" rengek Rose,
"Nggak, kali ini nurut ya. Kamu kan udah gede, jadi jangan manja-manja ngerayu mama. Nggak mempan!"
"Huh...., mama nggam asyik. Mama jelek!" ledeknya.

Sinta dan Andi hanya tersenyum sambil saling melirik, "pa, nanti mampir dulu saja ke rumah mbak Susi ya. Sekalian mau melepas kangen!" pinta Sinta.
"Apa nggak sebaiknya kita ke Villa dulu saja, besok baru ke sana. Sudah gelap kan!" jawab Andi.

Sementara kedua orang tuanya ngobrol Rose dan Ricky memainkan sebuah permainan dengan tangan. Mereka menggunakan satu tangan, yaitu ibu jari, telunjuk dan kelingking membentuk tanda metal. Keduanya saling tunjuk jari, yang di tunjuk harus di tekuk hingga hanya tinggal satu jari yang akan menentukan siapa pemenangnya. Itu permainan favorit mereka, tapi Rose selalu kalah oleh kakaknya sampai membuat kakaknya heran. Kok nggak pernah menang ya, lemot amat! Yang kalah biasanya di gelitikin atau di cubit. Tawa bergelak di jok belakang, sesekali kedua orang dewasa di depan itu melirik ke belakang menikmati kehangatan kakak beradik itu.

Hujan yang begitu lebat sedikit menghalangi pandangan Andi, apalagi jalanan itu cukup berkelok dan tajam. Memang hari ini sedang tidak terlalu ramai, dari arah berlawanan sebuah city car melaju dengan kencang, isinya dua anak muda yang sepertinya berada di bawah pengaruh alkohol hingga laju mobil itu sedikit melenceng. Andi cukup terkejut ketika city car itu melaju kencang ke arahnya, ia langsung banting setir tapi akibatnya ia tak sanggup mengendalikan mobilnya di tambah lagi hujan yang sangat lebat membuatnya pandangannya tidak jelas. Sinta, Rose dan Ricky menjerit bersamaan. Rose langsung melemparkan diri ke tubuh sang kakak dan memeluknya erat, Ricky pun secara refleks menangkap tubuh adiknya dan mencoba melindunginya dengan dekapan. Jalanan itu tak terlalu luas hingga saat Andi membanting setir mobil itu langsung menabrak tebing di pinggir jalan dan terbalik.

*********

White Rose, novel ini pernah saya ajukan ke penerbit tapi masih belum bisa di terbitkan karena ada satu kekurangan yaitu ending yang sudah bisa di tebak dari awal cerita. Padahal katanya, ceritanya lumayan menarik, eh....GR deh! Maka saya revisi kembali dan saya tayangkan di K. Semoga setelah selesai saya rombak abis bisa kembali ke meja editor.

Tayang kembali hari Kamis, terima kasih admin....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun