Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ku Lihat Surga di Matamu # 13

7 Juli 2014   16:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:09 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Adit tertidur di sofa dengan lelap. Raka bangkit dari ranjang, ia mengambil lukisannya yang sudah di bungkus dan ia tulisi " untuk Adit & Isa" ia meletakkannya di di atas meja di samping tempat tidur dengan posisi bersandar ke dinding.


Kemudian Raka menghampiri Adit yang terlelap pulas di atas sofa yang sempit. Raka memandangnya dalam-dalam seolah untuk yang terakhir kalinya. Rakapun kembali ke ranjangnya, merebahkan dirinya di sana secara perlahan. Karena seluruh tubuhnya sudah sangat lemah. Ia merasakan sakit itu lagi, tapi sebisa mungkin ia menahan meski sebenarnya rasa sakitnya tak tertahankan.

Tubuh Raka semakin melemah, rasanya seluruh tenaganya habis. Pandangannya mulai kabur hingga benar-benar hilang. Ia mencengkeram sprey kasur untuk menahan rasa sakit itu, hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya. Ia sudah merasa sedikit tenang, ia yakin suatu saat Adit dan Isa akan bersatu.


Malam pun berganti fajar, cahaya jingga di ufuk timur mulai memudar ketika matahari mulai menyembul keluar dari persembunyiannya selama semalaman. Sinarnya yang keemasan masuk menerobos kamar Adit melalui jendela yang berhiaskan korden putih dan menerawang wajah Adit , membuatnya terjaga dari tidurnya.


Dengan mata yang masih sedikit mengantuk ia bangkit dan berjalan, membuka kordennya terbuka lebar. Kemudian Adit menghampiri Raka di ranjangnya. Adit duduk dan menyentuh tubuh Raka.

" Ka!" panggilnya pelan.

Tapi tubuh Raka terasa dingin, Adit mulai panik.

" Ka, Raka!" panggilnya lagi, ia mencoba membangunkan Raka, menggoncangkan tubuh Raka yang terkulai lemah di atas ranjang bersprey biru laut itu. Tapi Pria itu sama sekali tidak bereaksi, ia tetap bergeming di sana.

" Raka, Ka bangun!" pintanya. Adit pun memeriksa jantung dan nadi Raka, Adit tak,menemukan apapun, jantung Raka tak berdetak, nadinya juga tak berdenyut. Sekarang malah jantungnya sendiri yang rasanya berhenti berdetak.


Raka sudah tak bernyawa lagi, dia sudah pergi. Pergi jauh meninggalkannya, tubuh Adit melemas. Butiran bening menggelinding dari ujung matanya. Ia menangis, terisak seperti anak kecil yang baru saja kehilangan ibunya. Adit memeluk Raka yang sudah tak bernyawa dengan erat.


Isa masuk dengan membawa sarapan, seperti biasa ia tak mengetuk pintu. Dan ia juga di kejutkan oleh pemandangan yang di temukannya. Melihat itu tubuh Isa jadi lemas, barang yang ada di tangannya jatuh berserakan ke lantai. Airmata Isa juga merembes lagi, menganak sungai. Kepergian Raka menyisakan pilu di hati dua insan itu. Raka sama-sama berarti bagi keduanya terlebih lagi Adit, yang selama ini menggantungkan dirinya pada Raka.


Raka di makamkan di Jogja, setelah proses pemakaman selesai Adit berlari ke pantai. Ia kembali memandangi air laut. Ia masih tak bisa menerima kepergian Raka, ia merasa belum siap untuk menerima kenyataan itu. Nafasnya terlihat tak teratur, ia menyisir rambutnya dnegan jari-jemarinya sambil terduduk perlahan.

" Raka, ah......!" teriaknya yang berakhir dengan tangisan. Isa melihatnya dari kejauhan, ia tahu apa yang di rasakan oleh pria itu maka ia pun berniat untuk menghiburnya. Memberi kekuatan kepada Adit yang saat itu sedang rapuh. Isa berjalan pelan hingga tepat di belakang Adit. Ia menyentuh pundak pria itu.


" Dit, kau harus merelakan kepergiannya, Raka sudah tenang di sana. Dia pasti juga tak mau kau seperti ini!" bujuk Isa, tapi Adit tak menyahut.

" Yang paling Raka inginkan adalah kebahagiaanmu, kau tidak boleh seperti ini!"

" Jangan ganggu aku!" seru Adit sambil berdiri.

" Aku hanya ingin menenangkanmu, saat ini kau butuh seseorang, Dit, aku mohon!"

" Kau senang kan!" teriaknya pada Isa, " kau senang Raka sudah mati, dengan begitu kau bisa memiliki ku, ini yang kau inginkan bukan!"

" Adit, tega sekali kau bicara seperti itu padaku. Kau pikir hanya kau yang kehilangan Raka, aku juga kehilangan dia!"

" Omong kosong!" cibirnya.

" Kenapa kau selalu seperti ini, kenapa kau selalu kejam padaku? Aku mencintaimu Dit. Aku tahu, aku tidak bisa melindungimu seperti Raka, aku tidak bisa mencintaimu seperti Raka. Tapi cintaku padamu tulus, aku tidak ingin kau terus seperti ini!" katanya dengan nada yang mulai pelan.

" Seperti apa? Seperti apa!" lantangnya.

" Dit, kita bisa belajar bersama untuk saling mencintai!"

" Kau pikir aku membutuhkanmu? Tidak. Aku tidak membutuhkanmu. Aku ingin kau pergi dariku!"

" Dit!"

" Aku tidak membutuhkanmu!" teriaknya lagi.

" Aku tahu Raka sangat berarti bagimu, tapi tak seharusnya kematiannya melukaimu!"

" Tahu apa kau tentang itu?"

Sangat sulit untuk membujuk Adit, pria ini merasa hidupnya tak berarti lagi dengan kematian sahabatnya. Isa mulai bingung harus berbuat apalagi. Airmata Isa juga membanjiri wajahnya sendiri.

" Aku mencintaimu Dit, dan aku tahu apa yang kau rasakan!"

" Tidak. Kau tidak tahu , kau tidak tahu apa-apa. Lebih baik kau pergi. Pergilah karena aku tidak membutuhkanmu. Aku benci kau! Kehadiranmu hanya membuatku semakin sakit!" usirnya.

" Adit!" seru Isa meraih tangan Adit, tapi pria itu melempar tangannya dan mendorongnya hingga jatuh ke pasir putih yang mereka pijak.

" Pergi!" hardiknya, " Pergilah dari hidupku!"

Kemarahan Adit kali ini benar-benar serius, Isa tak melihat di mata Adit ada keinginan untuk dirinya bisa tinggal. Sepertinya dia benar-benar ingin dirinya pergi dari hidupnya. Isa merasa sudah tak ada lagi harapan untuk bersama pria itu. Padahal cinta yang ia miliki sangatlah tulus tapi kenapa Adit sampai sekarang belum bisa menerima itu.

" Adit!" desisnya sekali lagi.


Isa berdiri di atas kakinya, lalu ia berbalik dan berlari meninggalkan tempat itu. Sesungguhnya ia ingin bertahan, bertahan di sisi Adit . Tapi sepertinya kali ini ia tak bisa lakukan itu. Adit tidak menginginkannya. Isa kembali ke kamarnya, ia menangis duduk di kasur.


" Maafkan aku Raka, aku tidak bisa bertahan lagi. Aku memang mencintai Adit, tapi Adit telah terlalu sering menghancurkan hatiku!" batinnya dalam tangis. Dan mungkin kali ini hatinya sudah benar-benar hancur.

Entah apa yang Adit rasakan saat itu kepergian Raka terlalu melukainya. Sejak Raka meninggal ia hanya mengurung diri di kamar. Mengingat semua yang terjadi. Selama hidupnya, hanya Raka yang selalu setia di sampingnya. Selalu memberinya kekuatan, dan kini dia telah tiada.

*************


Isa membereskan barang-barangnya, ia sedang berkemas untuk pergi dari Jogja. Rencananya setealh tiba di jakarta, ia akan mengurus visa ke Paris. Mungkin Paris akan mampu mengobati lukanya. Membuatnya perlahan melupakan rasa sakit di hatinya. Dan ia akan menyimpan Raka dan Adit dalam buku hatinya. Lagipula Adit tak pernah inginkan dia ada di sisinya. Jadi ia tak punya alasan untuk tinggal lebih lama lagi. Tapi jika Adit menyuruhnya tinggal, pasti ia akan tinggal. Karena hanya Aditlah satu-satunya alasannya untuk pergi.


Semua terasa sangat singkat, pertemuannya dengan Adit yang hanya sekejap telah merubah hatinya. Dan membuatnya semakin memahami rumitnya hidup dan arti rasa sakit. Tapi hatinya..... Akankah ia mampu untuk melupakan Adit. Untuk berhenti mencintai Adit, padahal cinta itu begitu dalam dan lembut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun