"Ya noona, aku sangat suka. Kau tau aku ingin jadi actor dan atlit..."
"Dan sudah seharusnya aku mendukungmu, kan? Itu yang harus aku lakukan sebagai pacarmu. Tapi aku... ternyata aku tak sanggup."
"Noona, jangan... jangan katakan..."
"Kau tau apa masalahnya? Kita tidak pernah benar-benar saling memaafkan, kita tidak pernah benar-benar saling melupakan... segala masalah kita. Buktinya, kita baru saja membahasnya lagi... bahkan permasalahan yang sudah terjadi lama sebelum ini," ujarku, berhenti sebentar untuk menelan air mataku, "dan masalah baru berdatangan... membuat semuanya bertumpuk... dan kita mencapai batasnya. Kita tidak bisa mengambil resiko untuk menganggap kita baik-baik saja. Kita tidak baik-baik saja, Chungdae."
"Noona, maafkan aku. Sungguh..."
Aku memalingkan wajahku dan memandang kursi kosong di sampingku, "kita... kita tidak akan bahagia dengan cara begini. Kita... punya terlalu banyak masalah. Kita malah akan menyakiti satu sama lain kalau kita terus bersama."
"Tidak, noona, aku tidak mau. Kumohon noona, jangan... aku janji aku akan mencintaimu dengan lebih baik, aku akan memperbaiki kesalahanku..."
"Aku tidak ingin membencimu, Chungdae. Aku ingin hanya mengingat saat-saat bahagia kita," isakku, menatap matanya lagi sekarang, "aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu."
"Noona, aku juga mencintaimu. Kumohon..."
"Kita... kita pisah saja."
"Tidak, aku tidak mau. Noona, kita hanya sedang emosi. Kita tenangkan diri dulu ya, besok kita bicarakan lagi ya. Aku akan kesini lagi besok, jadi sekarang kita tenangkan diri masing-masing dulu..."