Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | No Other, The Story [37/55]

8 Maret 2020   10:35 Diperbarui: 8 Maret 2020   10:34 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DONGHAE'S DIARY

CHAPTER 37

COAGULATION

SUB-DIARY: RYEOWOOK'S

Akhirnya, besok adalah hari peluncuran album kami di Korea. Ini album ketiga kami, dan waktu pengerjaan album yang kali ini bisa dibilang hanya sebentar saja. Aku senang tapi sekaligus sedikit khawatir, karena itu berarti jadwal promo yang padat sudah menunggu. Aku memikirkan Xili. Hubungan kami belum genap sebulan, tapi aku sudah sering membuatnya kecewa dengan membatalkan janji dan segala macamnya. Apalagi nanti ada promo... ahh, apa dia tak apa-apa sendirian begitu? Aku membayangkan wajah kecewanya dan merasa sakit hati. Aku menghela nafas, lalu berkonsentrasi pada laptopku yang menyala. Mention lagi... tiap harinya tak kurang dari 30 mention masuk ke Twitter-ku, dan aku tak sempat membacanya, apalagi membalasnya.

"Ya~ Hae, kenapa menghela nafas begitu? Ada masalah?"

Leeteuk hyung bangkit dari kursinya dan merenggangkan badannya. Ahh benar, Tanya dia saja.

"Hyung, apa sering membatalkan janji kencan dengan Suxuan?" tanyaku.

"Hmm... tak juga sih. Aku tau Suxuan sangat sibuk, dan aku akan berusaha menyamakan jadwalnya. Yah meski kami tak sempat kencan, kalau aku ada waktu luang aku akan berusaha menjemputnya, jadi setidaknya masih bisa ngobrol langsung walau sebentar," jawab Leeteuk hyung.

"Ah... begitu. Aku sih... khawatir Xili akan sering kutinggal. Besok peluncuran album soalnya."

"Harusnya Xili bisa mengerti sih resiko pacaran dengan artis. Tapi kau ada baiknya temui dia sebentar saja kalau memang tak sempat ada waktu khusus untuk kencan. Dia masih terlalu muda, berbeda dengan Yifang yang mungkin memaklumi kegiatan Yesung."

"Ya, aku akan pertimbangkan usul hyung."

"Ngomong-ngomong, aku melihat ada tiga orang yang agak aneh selama satu-dua bulan terakhir ini. Wookie, Yifang dan Geng berubah jadi murung."

Hatiku tersentak begitu mendengar nama Hangeng hyung disebut, tapi berusaha menenangkan hatiku.

"Wookie? Dia... apa hyung tak tau, dia patah hati? Wookie menyukai Yifang soalnya, dan Yifang sekarang pacaran dengan Yesung hyung, jadi ini semacam pukulan berat untuknya."

Leeteuk hyung mengerutkan dahinya, "ya ampun... aku tak perhatikan itu sama sekali. Bagaimana dia dan Yesungie punya selera yang sama? Mungkin karena mereka terlalu akrab?"

"Bisa jadi, hyung. Tapi kalau hyung bilang Yifang murung, itu aku baru heran. Dia kelihatan oke kok dengan Yesung hyung, tak ada cekcok."

"Memang sih, tapi aku sering beberapa kali memergoki dia termenung begitu, entah apa yang dipikirkannya. Belakangan ini dia juga tak seberisik dulu, jadi merasa dia agak aneh."

"Ng... kalau yang itu aku tak tau jawabannya, hyung."

"Kalo Geng, dia juga aneh. Aku beberapa kali ke resto dan menemukan dia tidak bekerja, tapi Cuma baca buku atau berbaring di ranjangnya saja. Dia juga jadi lebih pendiam, meskipun kusuruh Heechul mengajaknya bicara."

Sebenarnya aku tau jawabannya, itu karena Xili sekarang pacaran denganku. Ternyata sampai sekarang Hangeng hyung masih belum bisa merelakan Xili. Tapi bukannya... kalau Xili pacaran dengannya, Xili tak akan sering ditinggalkan? Duh, apa sih yang kupikirkan? Masa aku mau merelakan pacarku untuk orang lain?

@fang6 donghae oppa, apa sudah menerima hadiah bantal itu? Tolong beritau aku kalau sudah, aku khawatir

                Oh, ternyata dia yang memberiku bantal berbentuk kepala kodok itu. Aku tersenyum.

@fang6 sudah, kamsahamnida~ aku suka bantalnya

                Dan di bawah mention itu, muncul mention-mention lain yang membicarakan banyak hal. Aku harus ingat aku hanya perlu membalas yang penting, tapi entah kenapa, aku merasa semuanya penting. Kasihan mereka yang begitu mengharapkan balasanku tapi aku tak kunjung membalasnya. Aku ingin memberikan mereka sedikit kenyamanan.

                Keesokan harinya, aku menghabiskan enam jam penuh di kantor agensi untuk latihan persiapan tur promo kami. Aku berusaha keras memakai otakku untuk menghafalkan lirik lagu. Aku terkadang iri pada Kyu, Wookie dan Yesung hyung, soalnya mereka bertiga paling cepat menghafalkan lirik, apalagi si Kyu, apa yang baru saja dia nyanyikan otomatis langsung melekat di otaknya.

                "Aigo... mau Hangul, mau Mandarin, kenapa susah dihafalkan begini ya?" keluh Sungminnie, merebahkan dirinya di sofa sampingku.

                Aku lupa kalau sepupuku ini juga punya kesulitan yang sama denganku. Istilahnya, teman senasib.

                "Kau sih masih enak, Sungminnie. Otakmu sangat cerah kalau untuk menghafal not balok untuk piano atau kunci-kunci gitar," kataku.

                "Kau sendiri menghafalkan tarian. Itu aku agak pusing."

                Tapi kupikir tarian Sungminnie tidak separah Yesung hyung dan Wookie.

                "Kau kan juga bisa itu."

                "Tidak juga. Lagian tarian lebih berguna untuk grup kita dibandingkan menghafal not piano atau kunci gitar."

                Benar juga sih. Aku menggaruk-garuk kepalaku dan membuat rambutku berantakan. Sudahlah, toh di ruangan ini tak ada orang lain selain dua orang staff dan kami-kami plus Mimi. Orang yang terakhir kali kusebut keluar ruangan, wajahnya kusut dan tampak stress. Aku pikir, masih untung Mimi punya artis seperti kami yang tidak bandel, dia Cuma perlu mengurus jadwal dan lainnya, tapi kami benar-benar menurut padanya kalau soal jadwal. Lalu Mimi kembali masuk ruangan, dengan membawa Xili. XILI? Aku langsung duduk tegak. Sungminnie yang menyadari reaksiku langsung menoleh.

                Xili berdiri di ambang pintu, "ng... oppadeul, aku tidak mengganggu kan?"

                "Tentu tidak, Xili. Ada apa datang semalam ini? Mengunjungi Donghae hyung?" Tanya Wookie, senyum tipis muncul di wajahnya.

                "Ng... ya. kupikir kalian sekarang lapar?"

                "Wah~ Xili bawa makanan? Bagus sekali, aku memang lapar..." jawab Sungminnie, berjalan menyambut Xili.

                Akhirnya kami meninggalkan kesibukan kami untuk menyerbu makanan yang dibawa Xili. Banyak sekali macam makanannya, semuanya dijamin mengenyangkan.

                "Ini bukan masakan Hangeng hyung. Kau beli dimana, Xili?" Tanya Mimi, mengambil sepotong daging.

                Xili tersenyum, "Aqian dan Manshi yang masak."

                "Tunggu, apa aku tidak salah dengar? Katamu Manshi? Sekarang dia juga memasak?" Tanya Yesung hyung, wajahnya keheranan.

                "Ya, dia juga memasak, oppa. Dia sekarang ikut kursus memasak, meski dia sendiri nyaris tak punya waktu bersantai sebenarnya."

                "Ada untungnya sih dia belajar memasak, soalnya Shindong hyung suka makan, kan?" ujar Wookie sambil tersenyum.

                "Ne, dan masakannya juga enak. Kalau begini terus yang merasa makmur di apartemen pastilah Yifang onnie. Sekarang dia bisa makan banyak lagi."

                "Kalau dia chubby lagi semakin enak dipandang," celetuk Sungminnie.

                Aku melihat Yesung hyung melirik sejenak pada Sungminnie, tapi Sungminnie yang lagi mencuri lauk di kotak yang dipegang Kyu, sama sekali tak memperhatikannya. Aku menyuapkan sebatang sayur ke mulut Xili.

                "Em, gomawo, oppa..."

                Aku bertanya, "kenapa datang kesini sendirian? Tidak minta yang lain menemani?"

                "Cuma ada Aqian di apartemen, dan dia baru saja pulang kerja, jadi kelihatannya capek. Aku datang sendirian kan cukup aman juga, oppa, hehehe..."

                "Iya juga sih. Gomawo, jagiya... aku senang perhatianmu yang seperti ini."

                "Jangan begitu. Ini sudah seharusnya. Oh ya, oppa... apa tanggal 30 nanti ada jadwal?"

                Aku memeras otakku, mengingat jadwal yang dibacakan Mimi pada kami, jadwal untuk sepuluh hari ke depan. Kami punya waktu kosong tanggal 21, 24, 28, 29, 30...

                "Kosong. Memangnya kenapa, Xili?"

                "Mama dan baba berulang tahun perkawinan pada tanggal itu. Maukah oppa menemaniku pulang ke Guangzhou? Kalau memang oppa sibuk, kita bisa berangkat tanggal 30 pagi dan pulang malam itu juga."

                "Ehm... aku kosong dari tanggal 28 kok, tapi kami akan ada latihan di hari itu. Bagaimana kalau kita berangkat tanggal 29 pagi dan pulang tanggal 30 malam?"

                "Jadi oppa mau menemaniku?" Tanya Xili, matanya berbinar menggemaskan.

                "Mau. Ayo kita pergi."

                "Asyik... terima kasih, oppa..."

                Xili menarik lenganku dan tersenyum manis sekali. Aku senang bisa membuatnya bahagia. Aku melihat keadaan disekitarku memungkinkan (semuanya lagi sibuk makan) dan aku mengambil kesempatan ini untuk mengecup kilat bibirnya. Xili kaget dan menundukkan kepalanya setelah itu. Aku menepuk kepalanya penuh rasa sayang.

                "Jangan pamer di depan orang dong, membuat iri saja," tegur Mimi membuatku kaget.

                Wajah Xili jadi memerah sepenuhnya. Hahaha... aku tak tau kalau Mimi melihat yang tadi. Sudahlah, aku hanya merasa bahagia sekarang.

                Akhirnya, pada tanggal 28 malam sepulang latihan, aku sudah mempersiapkan koper kecil dengan beberapa setelan baju di dalamnya. Melihat aku yang berbenah, Leeteuk hyung jadi heran.

                Leeteuk hyung menepuk bahuku, "lho, kalian mau berangkat?"

                "Tidak, hyung... lusa hari ulangtahun perkawinan orangtua Xili, jadi aku mau menemaninya pulang Guangzhou. Tapi malam itu juga kami pulang kembali kok," jawabku sambil tersenyum.

                "Aaah begitu rupanya. Hati-hati dan salam untuk orangtuanya yah. Ngomong-ngomong mereka belum bertemu denganmu, jadi kau harus memberikan kesan yang baik untuk mereka, oke?"

                "Sudah pasti, hyung."

                Aku memandangi tiket pesawat yang kuletakkan di atas mejaku. Besok, jam 2 siang aku akan pergi. Hanya berdua berangkat ke kota lain, meski hanya sebentar, pasti akan terasa menyenangkan. Aku sudah tak sabar lagi jadinya.

               Aku tidur dengan sangat pulas dan baru bangun karena ponsel yang kuletakkan di samping bantalku bergetar hebat. Aku meraba-raba mengambil ponsel itu, masih belum membuka mataku.

                "Yoboseyo... Mimi? Ke kantor? Kenapa? APA? Jangan bercanda kau... aku tak bisa menghadiri acara itu... APA? Ya sudah, aku kesana!"

                Kenapa bisa begini? Aku langsung bangkit terburu-buru dari ranjang, melihat Leeteuk hyung sudah tak ada, aku menyambar handukku dan nyaris berlari menuju kamar mandi. Aku melihat sosok Wookie di dapur, tampangnya kebingungan.

                "Donghae hyung, kau belum siap juga? Sebentar lagi kita akan berangkat,"ucapnya.

                Aku membanting pintu kamar mandi sembari ngobrol dengannya, "kau juga pergi?"

                "Ya. yang dijadwalkan adalah aku, hyung dan Kyu. Kami sudah siap."

                "Kalian pergi saja duluan, nanti aku menyusul."

                "Hmm... ya, hyung."

                Otakku sibuk berpikir ketika aku mandi. Bagaimana mungkin tiba-tiba Mimi menerima jadwal menghadiri reality show untuk kami? Acaranya jam 10 pagi ini, dan acara itu live, sampai jam 12 siang. Aku tak mungkin sempat ke airport lagi. Aku harus memberitau Xili. Selesai mandi, aku menyambar sepotong roti dan menjejalkannya ke mulutku, lalu kembali ke kamarku. Aku bersiap-siap secepat mungkin, sambil mengetik pesan.

Jagiya, mungkin aku akan sedikit telat ke bandara. Kalau memang sampai jam 12 aku belum pulang, kau pergi duluan, aku akan menyusul. Tiba-tiba aku ada acara. Tapi aku akan menyusulmu.

                Sent. Dan aku berlarian di apartemen, memanggil taksi untuk mengantarku ke kantor agensi. Di dalam kantor agensipun aku berlarian, nyaris menabrak beberapa orang. Aku membuka pintu kantor Mimi tanpa mengetuknya lagi.

                "Ya~ Donghae hyung, untung kau sudah datang," kata Kyu, terdengar lega.

                "Kenapa tiba-tiba bisa ada acara begini sih?" tanyaku segera.

              Mimi mendecakkan lidah tak sabar, "jangan salahkan aku, soalnya ini boss kita yang mau. Memangnya kenapa, Hae? Kau kok kedengaran tak setuju?"

                "Aku siang ini mau berangkat dengan Xili, pesawat jam 2. Itu kan artinya setidaknya jam setengah satu aku sudah harus ada disana. Orangtuanya merayakan ulangtahun perkawinan, kami akan ke Guangzhou."

                "Aigo~ aku terlanjur bilang setuju. Kau sih tidak memberitau aku. Lagipula kalau boss menginginkan kau, kau taulah sendiri."

                "Memangnya aku tak bisa diganti yah? Diganti Yesung hyung atau Sungminnie?"

                "Sepertinya tak bisa, hyung, soalnya setelah itu kita bertiga juga akan syuting iklan. Semuanya dadakan," jawab Wookie.

                Aku menepuk dahiku frustasi. Akan seperti apa tanggapan Xili kalau aku tak jadi pergi dengannya?

                "Bisakah aku menolak iklan itu?"

                "Kau benar-benar ingin menolak iklan itu?" Mimi balik bertanya, memandangku tajam.

                "Ya."

                Suasana hening sejenak. Kehilangan sedikit pemasukan tak apalah asal aku tak membuat Xili kecewa.

                "Aku akan menemui boss kalau begitu. Aku akan berusaha membantumu. Tapi kalau aku tak berhasil, Hae, kau harus menuruti semua jadwal."

                Mimi beranjak dari kursinya, dan sebelum dia mencapai pintu, aku menepuk bahunya, "Mimi, mianhae, aku merepotkanmu. Apakah aku sebaiknya menemanimu?"

                "Tidak, aku akan melakukannya sendiri. Kau tunggu saja dengan sabar. Gwaenchana, Hae, kita semua sahabat. Aku akan berusaha."

                Dan Mimi-pun keluar. Suasana dalam ruangan hening. Kyu terlihat sibuk dengan laptopnya; Wookie duduk membelakangi kami semua, menerawang keluar jendela; dan aku duduk sambil memandangi jam dinding yang jarumnya terus berputar tanpa ampun. Jam sepuluh kurang dua puluh menit, Mimi masuk terburu-buru ke ruangan.

                "Bagaimana?" Tanya Kyu.

                "Hae, kau tetap ikut siaran sampai jam 12, tapi untuk iklan, kau akan digantikan Yesung hyung. Yesung hyung sudah setuju, dan aku harus berdebat dengan boss supaya kau dilepas. Untunglah diizinkan. Ayo sekarang kita pergi. Kurasa kita akan benar-benar mepet."

                Tanpa banyak bicara lagi kami turun gedung dan langsung masuk ke mini van kami yang setia. Mimi nyaris stress, dia membawa mobil dengan kecepatan tinggi (Wookie enggan memandang jalanan) dan kami tiba di studio jam 10 kurang 5 menit. Semua staff kelabakan, bahkan tim make-up juga kelabakan. Aku berusaha tampil tenang dan sebaik mungkin di acara reality show ini. Ada kemungkinan Xili menontonnya di apartemen. Jam 12 lewat 5 menit, acara berakhir.

                "Semuanya, aku pamit dulu," ucapku, melambai pada yang lainnya.

                Sebelum mendengar balasan mereka, aku sudah kabur dengan naik taksi, pulang ke apartemen. Sialnya, jarak dari studio ini untuk pulang ke apartemen cukup jauh.

Oppa, belum pulang juga? Lima menit lagi seharusnya kita sudah harus berangkat ke airport.

                Sial... kami akan telat kalau begini caranya.

Xili, berangkat dulu. Aku akan menyusul, aku sudah di jalan menuju apartemen.

Ya, oppa.

                Aku akan sempat, kalau pulang ini langsung menyambar koper dan tiket.

                "Donghae oppa, Donghae oppa..."

                Aku menoleh kaget, di sampingku ada sebuah motor yang menyusul kecepatan taksi kami, dan keduanya cewek. Mereka kebut-kebutan, sama seperti taksi ini. Aigo, aku menepuk dahiku cukup keras.

                "Ng... Lee Donghae-sshi? Mereka temanmu?"

                Aku tak kaget kalau akhirnya si supir mengenaliku, "bukan, mereka fansku."

                "Bahaya sekali mereka kebut-kebutan begitu."

                Rasanya baru beberapa detik si supir selesai bicara, aku melihat keduanya jatuh dari motor. Mobil-mobil sedang melaju kencang begini...

                "Ahjussi, tolong menepi! SEKARANG!"

                Si ahjussi kaget dan taksi kami menepi. Aku langsung berlari ke belakang, mengecek keadaan fans-fans itu. Untunglah mobil-mobil berhenti dan tidak menabrak mereka. Aku menghampiri keduanya, mereka berdua kelihatannya masih anak High School.

                "Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian membahayakan diri kalian begitu?"

                "Oppa... oppa mianhae... kami... kami hanya ingin bertemu dengan oppa," jawab si gadis yang membawa motor, sudah melepas helm-nya.

                "Apa kalian terluka? Apa kita perlu ke rumah sakit? Dimana rumah kalian? Aku akan mengantar kalian pulang."

                "Benarkah, oppa?"

                "Sebut alamat rumah kalian, aku akan menelepon service yang bisa mengantarkan motor kalian, kalian ikut denganku."

                Aku menelepon salah satu bengkel langganan Leeteuk hyung, menyuruh mereka membawa motor ini ke alamat apartemen kedua cewek ini. Akhirnya, mereka ikut denganku di taksi. Karena arah apartemen mereka sejalan dengan apartemenku, tak apalah sekalian. Luka mereka memang tidak parah, tapi untuk anak gadis, pasti rasanya perih. Sesampai di depan apartemen, aku membantu mereka turun dari taksi.

                "Nah, lain kali jangan begitu lagi. Foto, tanda tangan, aku sudah berikan. Tapi berjanjilah padaku, kalian akan melindungi nyawa kalian yang berharga itu," nasehatku resah.

                "Ya, oppa," ucap si cewek yang manis, yang duduk di belakang motor dan berteriak paling keras tadi.

                Dan tanpa kusangka, cewek itu memelukku, lalu mengecup pipiku.

                "Oppa, gomawo... saranghae..."

AUTHOR'S SPECIAL POV

                Meifen yang tengah memandang keluar jendela mobil, tiba-tiba berkata, "eh? Oppa, pelan sedikit laju mobilnya."

                "Apa? Kenapa?" Tanya Siwon yang mengendarai mobil.

                "Itu Donghae oppa, kan?"

                Meifen menunjuk keluar jendela mobil, dan Siwon ikut memandang ke arah itu. Donghae, saat itu sedang berpelukan dengan seorang gadis. Tapi mereka berdua sadar, gadis itu bukan Xili.

                "Heh? Apa yang Hae lakukan? Itu bukan Xili!"

               "Bukan hanya itu masalahnya. Setauku hari ini jam 2 mereka akan berangkat ke Guangzhou. Kenapa dia masih disini, sempat-sempatnya bermesraan entah dengan siapa?"

                "Apa? Mana sempat dia ke bandara lagi kalau begitu? Ke bandara butuh waktu setengah jam."

                "Aku heran sekali. Aku akan menelepon Xili."

                Meifen mengeluarkan ponselnya, tapi berdecak tak sabar, ponsel Xili tidak aktif. Dia akhirnya menghubungi Yifang.

                "Yifang, kau bersama Xili? Kibum oppa mengantar Xili? Ahh, begitu. Kurasa Donghae oppa tak akan datang. Ini, dia ada disini, bermesraan entah dengan siapa. Aku juga tak mengerti keadaannya... ponsel Xili tidak aktif. Ya, ya," ujar Meifen, lalu menutup ponselnya.

                "Xili sudah pergi? Lalu apa kita perlu menyeret Hae sekarang?"

                "Tidak, Yifang bilang kita ikuti saja Donghae oppa. Yifang sudah siap di depan apartemen untuk menceramahinya."

                "Aigo~~ aku juga heran sekali. Apa sih yang dilakukan Hae sebenarnya?"

                Merekapun mengikuti laju taksi yang dinaiki Donghae, yang 10 menit kemudian sampai di depan apartemen. Meifen dan Siwon terbelalak melihat Yifang benar-benar berdiri menunggu di depan apartemen, berkacak pinggang, sebuah koper diletakkan di dekat kakinya. Donghae buru-buru turun dan menghampirinya.

                "Yifang, ya~ gomawo sudah membereskan koperku..." ucap Donghae lega.

                "Apa yang oppa lakukan? Bermesraan dengan wanita lain, hah?" Tanya Yifang, kedengaran tidak bersahabat.

                "Bermesra... apa? Ah, tidak, Yifang... tidak, bukan begitu. Tapi darimana kau tau?"

                "Tak usah tau! Aku tak menyangka oppa mempermainkan hati Xili! Kupikir setelah Yesungie oppa membujukku, aku bisa lega melepas Xili untukmu, tapi oppa rupanya mengkhianati kepercayaanku!"

                "Tidak... mereka fansku, dan mereka terluka saat mengejarku. Aku hanya mengantarkan mereka pulang karena jalan kami searah..."

                "Sekaligus berpelukan atau entah apalagi? OPPA SELALU DISURUH AGENSI UNTUK MEMBERIKAN SERVIS PENUH UNTUK FANSMU YAH?"

                Meifen dan Siwon yang masih di dalam mobil melonjak kaget mendengar teriakan Yifang. Selama Meifen berteman dengan Yifang, dia tak pernah melihatnya marah seperti ini.

                "Yifang, mianhae. Aku akan menjelaskannya nanti. Bisakah kau biarkan aku pergi dulu? Aku takut tak sempat mengejar Xili."

                Yifang melotot padanya, lalu mengambil ponsel dari saku kemejanya.

                "Mei... apa perlu onnie yang kesana menggantikan Hae oppa... kau masih mau menunggunya? Sudah check-in? kau yakin? Ya... ya..." kata Yifang, menutup ponselnya.

DONGHAE'S POV            

"Kau menelepon Xili...?"

                "Ya. dan dia bilang dia menunggu oppa! PERGI SANA SEKARANG! KALAU KAU SAMPAI TERLAMBAT, AKU BERSUMPAH AKAN MEMBUNUH OPPA!"

                Aku resah sekali. Aku tak ingin membuat Yifang marah seperti ini. Aku menyambar koperku yang di atasnya sudah diletakkan tiket pesawat, lalu berbalik menuju taksi yang masih menungguku.

                "TAK PERLU NAIK ITU! SIWONNIE OPPA, TOLONG ANTAR DIA!"

                Aku terlonjak kaget, baru sadar di belakang taksi itu, Mercedez-Benz putih Siwonnie terparkir. Siwonnie membuka kaca mobil, dan aku bisa melihatnya bersama Meifen. Aku mengeluarkan selembaran uang Won yang cukup besar dan memberikannya pada si ahjussi supir, lalu masuk ke mobil Siwonnie.

                Aku menepuk bahunya, "Siwonnie, tolong. Aku mau ke bandara. Xili menungguku."

                "Aku tau, kau tenang saja Hae. Ini kan gunanya mobilku dilengkapi mesin turbo dan NOS?" tanyanya sambil tersenyum.

                "Gyaaaaah oppa!!!" seru Meifen, kaget dengan kecepatan mobil.

                Aku hanya berdoa tak terjadi sesuatu pada kami dengan naik mobil secepat ini. Jam setengah dua tepat, kami sampai di bandara. Aku langsung turun dari mobil dan berlarian memasuki bandara, tapi saat itu aku berpapasan dengan Kibummie. Dia menghalangi langkahku.

                "Telat hyung, sudah panggilan terakhir. Xili sudah di dalam pesawat, dan hyung tak bisa masuk lagi," ujarnya, membuatku kaget setengah mati.

                Aku mengerutkan dahiku, "tapi masih setengah jam, aku masih bisa masuk..."

                "Tak bisa. Disana juga banyak yang terlambat, mereka tak bisa masuk lagi. Dan Xili marah. Dia menangis tadi, hyung, dia tak ingin melihatmu lagi."

                "Tapi... tapi aku..."

                "Ini bukan waktu yang tepat hyung, percayalah. Dia sangat sangat marah."

                Aku merasa tubuhku lemas. Aku... terlambat? Aku mengeluarkan ponsel dan akan menghubunginya, tapi Kibummie menyerahkan sebuah ponsel ke tanganku. Ponsel yang sangat kukenal. Samsung berwarna hijau.

                "Dia tidak mau membawa ponselnya. Dia tak mau hyung menghubunginya. Hyung pegang saja ponsel ini, berikan pada Yifang."

                Aku menerima ponsel itu, dan aku bisa membayangkan wajah kecewa Xili. Xili... apakah kau akan memaafkanku? Kenapa aku bisa begitu bodoh... tak memikirkan bahwa aku akan terlambat? Yifang pasti akan membunuhku...

                "TIDAK! KALIAN JANGAN BERCANDA!"

                Aku bangun setelah mendengar teriakan Sungminnie. Semalam aku tak bisa tidur sama sekali, berusaha menghubungi Instagram Xili, tapi dia tidak online sama sekali. Aku juga tak bertemu Yifang lagi sejak dia memarahiku, menurut yang lainnya Yifang pergi syuting. Entah jam berapa akhirnya aku baru bisa tidur dengan tak nyenyak, sampai ya itu tadi, Sungminnie berteriak. Aku bangkit Dari ranjangku, ingin tau apa yang membuatnya berteriak begitu. Di ruang tamu, aku melihat Kyu dan Sungminnie, wajah mereka berdua khawatir.

                "Itu benar, Yifang noona tak pulang dari semalam. Kalau menurut yang lainnya, harusnya syutingnya selesai jam tiga dini hari. Okelah kita tau kalau syuting bisa melebihi batas waktu yang sudah ditentukan, tapi tadi pagi-pagi Manshi menghubungi ponselnya, tak aktif. Menurut staff di lokasi syuting, Yifang noona sudah pulang dari jam empat. Bisa dimana dia?" Tanya Kyu, mondar-mandir khawatir.

                Sungminnie sekarang terlihat pucat, "jadi Yifang menghilang? Bagaimana mungkin? Atau ada yang menculiknya?"

                "Tidak... jangan bilang begitu, hyung membuatku merinding."

                "Kita belum bisa melapor pada polisi, belum menghilang 24 jam. Aku akan mencarinya kalau begitu."

                Pengertian merasuk ke otakku. Apa kata mereka? Yifang menghilang? Diculik? Aku juga merasa merinding. Tidak... Yifang tak boleh dalam bahaya. Aku langsung keluar kamar. Sungminnie dan Kyu terlihat kaget.

                Aku langsung memakai salah satu jaketku, "Yifang hilang kata kalian? Aku juga akan mencarinya."

                "Ryeowook hyung, Leeteuk hyung dan Shindong hyung juga sudah mencari. Aku tak bisa, aku ada jadwal nanti," jelas Kyu.

                "Gwaenchana. Ayo, Hae, kita sama-sama pergi," ajak Sungminnie.

                Tapi pencarian kami hari itu berakhir nihil. Bukan hanya kami yang mencari, tapi staff dari agensi artis tempat Yifang bernaung (yang satu agensi dengan Kibummie) juga ikut mencari, tapi benar-benar nihil. Leeteuk hyung melapor pada polisi akhirnya, dan polisi akan menyelidiki posisi Yifang secepatnya. Aku khawatir, dan kami semua pada dasarnya juga khawatir. Tapi dampak terbesar tampak pada Wookie dan Yesung hyung. Wookie sering menghilang entah kemana, sedangkan Yesung hyung mulai murung dan kadang menolak makan. Apa yang terjadi sebenarnya? Yifang, Xili...

                Aku bergegas ke apartemen 402 pada jam 8 malam. Aku tau pesawat yang ditumpangi Xili untuk pulang ke Seoul adalah jam 5 sore, jadi harusnya dia ada di apartemen sekarang.

                "Siapa?" Tanya Xili dari dalam.

                Aku merasa kerinduan menjalar di tubuhku. Tak bertemu dengannya hanya beberapa hari saja terasa seperti setahun lamanya. Aku ingin memeluknya lagi. Dan pintu terbuka, Xili-ku tetap tampak cantik. Tapi sorot matanya terlihat penuh dendam. Dia membiarkan pintu terbuka dan berjalan masuk ke dalam ruangan.

                "Xili, Xili tunggu..." ucapku, mengejar langkahnya.

                Aku mengikutinya ke dalam kamar, tapi Xili menolak memandang dan berbicara denganku.

                "Xili, Xili, mianhae... aku bisa jelaskan kenapa aku tak bisa ikut berangkat denganmu. Aku terburu-buru pulang dari tempat..."

                "Mau menjelaskan kenapa kau bermesraan dengan cewek lain?"

                Aku kaget. Darimana Xili tau soal itu? Apa Meifen atau Siwonnie sudah memberitaunya?

                "Siapa yang memberitaumu..."

                "AKU MELIHATNYA! FOTOMU BERPELUKAN DENGAN GADIS ITU, MENYEBAR DI INTERNET!"

                Aku mundur selangkah mendengar teriakannya. Bagaimana bisa... menyebar? Sial! Aku dalam masalah sekarang...

                "Sebenarnya mereka mengejarku, dan terluka dalam usaha mereka itu. Aku hanya menolong mereka, dan dia tiba-tiba memelukku. Aku tak..."

                "Aku bilang pada mama dan babaku kalau kau akan menemaniku, tapi aku terpaksa bilang, karena kau sibuk dengan kegiatan keartisanmu, kau batal datang. Mereka bisa mengerti. Aku lalu menceritakan segala sesuatunya tentangmu, dan mereka sepertinya menyukaimu. Dan apa kau tau apa yang terjadi selanjutnya? FOTOMU ITU, MUNCUL DI KORAN GUANGZHOU! COBA KAU PIKIRKAN APA YANG ADA DI PIKIRAN MEREKA MELIHAT PACARKU, BERPELUKAN DENGAN ORANG LAIN?" Tanya Xili, benar-benar marah.

                "Bagaimana bisa muncul di Koran? Aku... Xili, aku... aku minta maaf. Aku akan menjelaskannya dalam konferensi pers, aku bahkan..."

                "Lupakan sajalah. Kau tak bisa memilah mana yang harus kau dahulukan. Kau lupa bahwa aku, di satu sisi, lebih penting dari fansmu. Tapi kau tak pernah melakukannya. Dan orangtuaku sudah tak menginginkanmu lagi."

                "Tapi, Xili, mereka tak menginginkanku, apakah kau juga tak menginginkan aku?"

                "Sikap mereka adalah keputusanku. Aku tak tahan dengan sikapmu yang tak tegas ini, aku tak tahan dengan kesibukanmu. Ternyata... aku tak bisa berpacaran dengan artis."

                Aku merasa kepalaku pusing. Tak mungkin... Xili, jangan katakan itu...

                "Kita berpisah saja, Lee Donghae-sshi. Aku mencintaimu, tapi aku tak bisa bertahan dengan semua perasaan marah ini, dengan semua kekecewaan ini. Mungkin... kita tidak berjodoh."

                Aku langsung memeluknya, "tidak... Xili, jangan... aku tak ingin berpisah denganmu. Aku berjanji aku akan berubah, aku akan lebih mendahulukanmu..."

                "Tapi itu artinya kau akan menomorduakan KRYSD. Aku tak bisa jadi egois begitu. Jalan yang terbaik adalah ini. Donghae, suatu saat mungkin... kau bisa menemukan orang yang tepat untukmu, dan orang itu bukan aku."

                Dia melepaskan pelukanku, dan aku tak berani lagi, maju selangkahpun, untuk menyentuhnya kembali. Dia benar, aku tidak bisa menomorduakan KRYSD. Kenapa... semuanya harus berakhir begini? Andaikan aku lebih bisa tegas pada semua pilihanku, pada langkah-langkah yang harus kuambil...


Where they're from and how they form over and over even I don't know

The only thing I know is that I just really hurt

My formerly burning heart is slowly becoming cold
,
I don't know what to say, or how to hold on to you

 How can I, how can I do it?

               

"Meski masa pacaran kita tidak sampai sebulan lamanya, aku tetap ingin berterimakasih padamu. Semuanya sangat indah, kecuali akhir hubungan kita ini. Tapi percayalah ini yang terbaik untuk kita. Mianhae, Donghae."

               Dan kami sama-sama menangis. Xili... bahkan kau tak bisa memberiku kesempatan lagi. Tapi aku tidak membencimu. Aku tidak akan memaksamu. Kalau memang ini pilihanmu, itu juga yang harus menjadi hukum untukku. Xili, saranghae...

Dear Diary,

Tidak... duniaku sekarang menjadi hitam. Aku bisa merelakannya dengan Yesungie hyung kalau memang dia terlihat bahagia. Asal aku bisa tetap melihatnya tersenyum, bagiku tak apa aku hanya berdiri di kejauhan. Tapi aku tak bisa kehilangan Yifang seperti ini. Kemana dia sebenarnya? Apakah dia disakiti oleh seseorang?

Diary, kenapa tidak aku saja yang menghilang di dunia ini? Kenapa harus Yifang? Bagaimana aku bisa hidup sekarang? Bagaimana aku bisa tetap menjaga cintaku yang kusimpan rapat dalam hati ini? Dimana dia? Yifang... Yifang... aku merindukanmu, aku benar-benar takut kehilanganmu... dan ini semua membuatku makin mencintaimu. Kumohon pulanglah... kumohon jangan pernah pergi seperti ini...

Ryeowook (March)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun