Beberapa waktu lalu baru saja ramai mengenai salah satu mahasiswa universitas ternama di Indonesia membuka suara mengenai kekerasan yang ada di Papua. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau Ketua BEM UI Verrel Uziel menyuarakan bahwa kasus kekerasan yang ada di Papua harus disuarakan. Ia menyampaikan apa yang harus disampaikan. Ia mengunggah dalam postingan Story akun Instagram-nya bahwa Papua adalah salah satu bagian dari Indonesia yang setiap suaranya perlu didengar.
Ketua BEM UI tersebut menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh salah satu Anggota TNI itu telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang dimana Anggota TNI tersebut telah melakukan kekerasan terhadap warga Papua yang diduga terlibat dalam gerakan separatis di wilayah tersebut. Tetapi dari tindakan Anggota TNI tersebut telah mengkonfirmasi bahwa warga tersebut bukanlah bagian dari gerakan separatis dan telah meminta maaf serta tidak membenarkan apa yang telah ia perbuat.
Dalam unggahan verrel tersebut, banyak opini dari masyarakat bahwa Verrel telah salah berpendapat, yang berarti Verrel menormalisasikan sebuah tindak kekerasan. Masyarakat berpendapat bahwa Verrel tidak mengetahui bagaimana keadaan yang ada di wilayah tersebut. Bahkan ramainya pendapat anti-kritik dari oknum TNI juga. Banyak yang menyerang bahkan mengintimidasi Verrel dalam akun sosmednya.
BEM UI mengecam keras aksi kekerasan di Papua
BEM UI menegaskan bahwa kekerasan yang dilakukan di Papua telah melanggar HAM dan bertentangan dengan peraturan yang ada di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa Anggota TNI tersebut telah melanggar Pasal 281 UUD 1945, yang dimana dalam pasal tersebut terdapat penjelasan mengenai hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa
Berdasarkan informasi yang diungkapkan oleh BEM UI, terjadi peningkatan dalam kasus pelanggaran HAM pada tahun 2023. Ditegaskan oleh KOMNAS HAM, bahwa sekitar 60% kasus yang terjadi ada di dua daerah, yaitu di Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan. Kasus-kasus tersebut disebabkan oleh penolakan kebijakan yang kontroversial yang tidak disetujui oleh masyarakat. Selain itu juga, banyak terjadi kekerasan berulang antara kelompok bersenjata sipil dan aparat keamanan, termasuk TNI.
Pada sidang Hak Sipil dan Politik PBB pada tanggal 12-13 Maret yang lalu, Verrel mengamati bahwa sikap pemerintah Indonesia terlihat menarik diri tanpa memberikan respons yang lebih lanjut terhadap pertanyaan dari komite HAM PBB. Oleh karna itu, ia menegaskan bahwa semestinya Indonesia harus lebih serius dalam menyikapi pelanggaran HAM di Papua.
Perspektif masyarakat dalam menyikapi pernyataan Ketua BEM UI
Banyak opini dari masyarakat dalam menyikapi pernyataan Ketua BEM UI tersebut. Tidak sedikit masyarakat yang tidak setuju dengan pernyataan dari Verrel, karena menurut masyarakat Verrel tidak mengetahui bagaimana situasi dan kondisi yang ada di wilayah tersebut. Masyarakat berpendapat bahwa sulit untuk membedakan masyarakat sipil dengan anggota gerakan separatis. Dengan melihat bahwa banyak bagian gerakan separatis yang menyamar sebagai warga sipil di daerah tersebut.
Isfan Fajar Satrio, Ketua Umum Persatuan Putra Putri Angkatan Darat (PPPAD) menegaskan bahwa masalah keamanan di Papua tidak hanya melibatkan aspek dosmetik, tetapi juga memilik dimensi internasional yang kompleks dan sensitif. Isfan menegaskan pentingnya BEM untuk tidak hanya memandang permasalahan keamanan Papua dari sudut pandang HAM saja, tetapi juga melalui lensa kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurutnya, seperti halnya negara lain di dunia, Indonesia juga memiliki hak atas kedaulatannya yang harus dihormati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H