Tahun ini menjadi tahun gembira bagiku. Karena Unhas khususnya Unit Pelaksana Teknis Kuliah Kerja Nyata(UPT KKN) membuat inovasi baru. Setelah tahun sebelumnya mengadakan kerjasama KKN ke Jepang, kali ini ada pula KKN ke Sebatik. Ini kali pertama aku berkesempatan mengkuti tes dengan saingan sekira 60 mahasiswa dari berbagai fakultas. Aku yakin mereka punya kemampuan masing-masing, namun aku tetap semangat memperlihatkan kemampuanku pada juri-juri di UPT KKN, Rabu 13 Juni 2012 lalu.
Pemasukan berkas bersamaan dengan pemasukan berkas peserta KKN Regular. Namun, bagi pendaftar KKN Sebatik ini diberi keistimewaan memilih dua lokasi KKN, yakni lokasi KKN Regular dan mengikuti seleksi KKN sebatik. Nasib 60 mahasiswa ini ditentukan oleh proses wawancara yang berlangsung selama dua hari ini. Kami dibagi dalam kelompok-kelompok yang dibagi dalam kelompok yang terdiri dari enam orang. Kami diwawancarai langsung oleh Ketua UPT KKN, Prof Hasrullah, Dosen/Peneliti Ilmu Kelautan dan Perikanan Prof Rijal Idrus, Ir Irwan, dan Jumran. Kami ditanyai berbagai pertanyaan seputar tujuan dan program kerja yang akan kami lakukan di Sebatik nantinya. Pengetahuan kami seputar pulau itupun diuji dalam tes wawancara pertama ini.
Tak sabar rasanya menanti hari Rabu mendatang, (20/6), sebagai hari pengumuman seleksi tersebut. Di sana nantinya mahasiswa bisa lebih dekat pada masyarakat. Tampaknya KKN kali ini semakin memperlihatkan filosofinya yakni sesuai salah satu Tridarma Perguruan Tinggi yakni Pengabdian pada Masyarakat. Dalam benakku, sudah banyak program yang hendak kulakukan di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia itu.
Jika memang pihak Unhas memasukkan namaku di antara 15 orang terpilih nantinya, tak ada waktu untuk bersenang-senang ketika melihat warga negeri ini sedang dilanda masalah. Ini waktunya, aku mengapalikasikan diri di bawah naungan Universitas Hasanuddin. Bisa dibayangkan, ketika kita lansung lebih dekat dengan masyarakat perbatasan. Diberitakan daerah ini masih belum merata pasokan listriknya. Artinya masih ada wilayah yang menggunakan lilin atau apalah namanya untuk penerangan malam hari.
Akh, aku teringat cerita nenek pada zaman penjajahan dulu. Rakyat Indonesia masih menggunakan obor dan pelita untuk menerangi malam. Saat belajar, asap pelita bergumpal menghitamkan hidungnya. Apakah di Sebatik sana masih pula demikian? Sementara aku di kota tempatku menempuh pendidikan ini sudah di mewahi alat teknologi serba canggih.
Darahku semakin memuncak, aku semakin bersemangat membayangkan daerah tersebut. Tanganku terasa gatal untuk melakukan sesuatu di sana. Program-progam yang sudah di rencanakanseperti Budidaya Kepiting, Konservasi Laut dsb yang menjadi program UPT KKN Unhas sudah tertata dalam memoriku.
Akan kutuliskan semua yang kulihat, kurasakan, kudengarkan, dan yang kudapatkan di pulau Sebatik. Akan kuceritakan pada kalian apa yang akan kulakukan disana. Tak berharap banyak, paling tidak kalian mengenal pulau Sebatik. Mimpi ini akan kutuliskan jika mimpi itu terwujud nantinya. Amin! Minta doa kalian, nah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H