Sebuah skenario disiapkan oleh seorang peserta didik, karena merasa penjelasan tentang tugas yang diberikan pedidiknya kurang jelas.  Sebagai milenial hal ini tidak terlalu diambil pusing, dengan segera dia mengetik judul tema, muncullah banyak materi yang dibutuhkan dalam berbagai macam format. Hanya butuh copy-paste dan edit dalam beberapa menit tugas yang tidak dimengerti tersebut selesai dan siap dipresentasikan lalu dikumpulkan. Nilai keaktifan dalam presentasi menjadi poin tambahan dalam rubrik penilaian, maka tidak lupa disiapkan pertanyaan settingan yang diberikan kepada teman sekelas, tentu presenter sudah siap dengan jawabnya, presentasi menjadi hidup, pun baik presenter maupun peserta akan mendapatkan poin atau nilai yang bagus.
Presentasi kelompok tentu saja adalah media pembelajaran yang sangat baik untuk melatih berbicara di depan umum, berpendapat maupun menyanggah pendapat orang lain dengan cara yang santun. Menjawab pertanyaan dengan spontan, belajar menahan diri serta bekerjasama antar anggota dalam kelompok. Hal yang tidak mudah, perlu dilatih. Yang menjadi masalah adalah jika hal ini kemudian dijadikan alasan agar beban mengajar lebih ringan. Semoga tidak pernah terjadi.
Cerita diatas bukan cerita fiktif, ini nyata adanya. Bagaimana mungkin seorang yang belum tau, mempresentasikan  apa yang tidak dikuasainya? Mungkin sebagai pembelaan ada yang berkata sumber pembelajaran banyak di internet, jaman sekarang semua informasi mudah didapatkan. Namun tidak semua informasi yang tersedia adalah benar, banyak juga hoax dan fake news yang perlu diwaspadai.  Pemahaman tentang pembelajaran berpusat pada  peserta didik memang banyak yang memaknainya dengan beragam. Memang tipis sekali jarak antara "pembelajaran berpusat pada Peserta didik" dan "yaudalah".
Lalu bagaimana dengan merdeka belajar? Sudah siapkah kita baik peserta didik maupun pendidik?
Program Merdeka Belajar menurut Mendikbud akan menjadi arah pembelajaran ke depan yang fokus pada meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana arahan bapak presiden dan wakil presiden (dikutip dari situs web kemendikbud.go.id, Minggu, 2/5).
Kutipan ini dapat diterjemahkan ini sebagai kemerdekaan yang bertanggungjawab baik dari pendidik maupun dari peserta didik. Pembebasan dari tekanan - tekanan administrasi untuk para pendidik dan tekanan-tekanan assessment yang berlebihan untuk peserta didik. Jadi, bagi yang menerjemahkan merdeka belajar berdasarkan pada kebutuhan dan kesenangan pribadi, berhentilah!
Salah satu harapan pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa semoga dapat segera tercapai.
Merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H