Mohon tunggu...
Ikmaluddin Aziz
Ikmaluddin Aziz Mohon Tunggu... wiraswasta -

MENULIS ADALAH MEMBACA DAN BELAJAR BERKALI KALI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menolak Reklamasi, Melawan Perusak Lingkungan

28 Desember 2014   04:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:20 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menolak reklamasi, melawan perusak lingkungan.

Maraknya pendukung perusakan lingkungan hidup atas nama reklamasi Teluk Benoa di media sosial mengundang keprihatinan dari berbagai aktifis lingkungan baik dalam maupun luar negeri. Pernyataan – pernyataan masif yang mereka sebarkan memperjelas betapa gerakan ini telah terdesain dan terorganisir. Indikator itu dapat dicermati dari bahasa dan cara penulisan yang hamper sama antara satu dengan lainnya meski menggunakan nama akun yang berbeda – beda. Gerakan ini disinyalir untuk memecah gerakan Aktifis lingkungan hidup dan Masyarakat yang semakin solid melakukan perlawanan terhadap perusakan lingkungan hidup dengan mengatasnamakan pembangunan berkelanjutan.

Pengertian Reklamasi secara ilmiah dalam ranah ilmu teknik pantai, adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Perlu diingat bahwa bagaimanapun juga reklamasi merupakan bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis. Perubahan ini akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, berpotensi meningkatkan bahaya banjir, dan berpotensi gangguan lingkungan di daerah lain (seperti pengeprasan bukit atau pengeprasan pulau untuk material timbunan). Sedikit pengertian tentang reklamasi ini saja dapat menjadi referensi, betapa reklamasi jelas lebih besar kerugiannya, belum lagi jawaban pertanyaan atas apa benar kawasan & lahan yang akan direklamasi itu tidak berguna?, hasil reklamasi nantinya bermanfaat untuk siapa? Dan terakhir, reklamasi yang membutuhkan modal super duper besar, kok banyak yang berminat, bahkan ngotot bin ngeyel dengan berbagai cara?, maka patut jika Masyarakat perlu curiga dan waspada.

Lain Benoa Lain Jakarta

Namun sama Bahayanya.

Di Pantai utara Jakarta reklamasi juga akan segera dilaksanakan, sebagian kecil sudah dilaksanakan bahkan untuk melindungi pulau – pulau hasil reklamasi nantinya, akan dibangun Tanggul Laut Raksasa (TLR) atau bahasa kerennya Giant Sea Wall dan ground breakingnya sudah dilaksanakan. Jika di teluk Benoa aktifis lingkungan dan masyarakat bersatu meneriakkan penolakannya, di Jakarta masih terkesan sepi, hanya beberapa Organisasi dan kelompok – kelompok peduli lingkungan dan masyarakat dalam kelompok kecil saja yang bergerak, selain kurangnya sosialisasi dan heterogenitas masyarakat Jakarta, masalah lainnya adalah “stakeholder” dan pengusaha yang masih rapi menyembunyikan kegiatan kejahatan lingkungan hidup ini. Gerakan perlawanan terhadap perusakan lingkungan ini masih seporadis dengan sekala dan gaung yang juga belum sekuat Bali. Sebagai Ibu Kota Negara, Jakarta jelas menjadi tolak ukur segala hal, terlebih berkaitan dengan ekonomi dan pembangunan, artinya jika perusakan dan kesewenang – wenangan terhadap lingkungan hidup ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi seluruh Negeri. Hal ini diamini oleh Antama Lasa Dea, aktifis Walhi Jakarta yang merupakan salah satu NGOs lingkungan hidup penolak reklamasi dan pembangunan Tanggul Laut Raksasa (TLR). Tama, begitu Ia biasa disapa menyatakan, Walhi Jakarta beserta Nelayan dan Warga akan tetap tegas menolak reklamasi. Masih menurut Tama, Walhi Jakarta dengan segenap daya dan upaya akan terus bergerak melakukan audiensi, advokasi baik litigatif maupun non litigasi. “Jangan sampai Masyarakat dibohongi dengan alas an revitalisasi dan keuntungan semu yang menjadi iming – iming kaum kapitalis itu, ingat !! berapa besarpun kompensasi yang diterima, sangat tidak sebanding dengan kerugian masyarakat sepanjang hayat” Katanya penuh semangat.

Dihubungi di tempat terpisah, Lukman (29 Tahun) Warga asli Muara Angke mengatakan; “ Saat ini saja Nelayan Muara Angke sudah susah mencari ikan, baru mulai saja, tingkat kekeruhan air laut sudah membuat Nelayan harus melaut lebih jauh lagi, bahkan kerang yang tahan terhadap pencemaran saja bermasalah”,. Penjelasan Lukman juga diamini oleh para Nelayan Muara Angke lainnya.

Satu Kata; LAWAN !!!

Begitu dahsyatnya kerusakan yang terjadi pada awal proyek pembangunan TLR dan reklamasi yang dirasakan oleh Nelayan, bagaimana jika Mega Proyek tersebut benar – benar di bangun?. Sungguh diperlukan usaha luar biasa untuk menyatukan persepsi masyarakat agar dapat bersama – sama membendung perusakan lingkungan hidup dengan dalih apapun. Satuhal yang perlu menjadi pegangan adalah persatuan dan kesatuan masyarakat adalah benteng terkuat yang takkan bias ditembus oleh kekuatan jahat manapun. Jika layar sudah terkembang dan bendera telah dikibarkan, pantang diturunkan. Layar telah dikembangkan maka pelaut pantang pulang tanpa berjuang. Melangkah bersama dengan satu kata; Lawan !!!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun