Nepotisme merupakan fenomena pejabat indonesia yang memberikan akses kekuasaan atau ekonomi kepada anggota keluarga mereka, baik melalui jabatan publik maupunpengaruh bisnis. Contoh nyata dari praktik nepotisme dapat dilihat dalam beberapa kasus pengangkatan pejabat di daerah, di mana kepala daerah menunjuk anggota keluarga mereka untuk mengisi jabatan strategis. Hal ini tidak hanya merugikan sistem pemerintahan yang seharusnya berjalan berdasarkan meritokrasi, tetapi juga berpotensi mengundang penyalahgunaan wewenang. Banyak dari mereka yang terpilih karena hubungan keluarga bukanlah profesional di bidangnya, dan hal ini berdampak pada buruknya tata kelola, korupsi, serta rendahnya kualitas pelayanan publik.
Banyak dari sebagian rakyat Indonesia yang kesulitan mencari pekerjaan,sementara pejabat dengan mudahnya memberikan posisi strategis kepada anggota keluarga mereka tanpa melalui proses yang transparan atau berlandaskan kemampuan. Akibatnya, ketidakadilan semakin dirasakan oleh masyarakat, terutama mereka yang berpendidikan tinggi dan berpengalaman namun tidak memiliki koneksi politik. Peluang bagi rakyat biasa untuk berkontribusi di sektor publik menjadi semakin terbatas karena posisi-posisi penting telah "dipesan" oleh mereka yang memiliki hubungan keluarga dengan pejabat.
Fenomena ini tidak hanya menciptakan ketimpangan ekonomi, tetapi juga berdampak buruk pada kinerja pemerintahan. Ketika individu yang tidak kompeten mengisi jabatan strategis, kebijakan yang dihasilkan cenderung tidak efektif dan sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat. Lebih jauh lagi, hal ini memperparah budaya korupsi, karena pejabat yang diangkat berdasarkan nepotisme sering kali merasa lebih loyal kepada kerabat yang mengangkat mereka daripada kepada kepentingan publik.
Misalnya, ada beberapa kasus di mana proyek-proyek pemerintah yang seharusnya diarahkan untuk kepentingan masyarakat luas justru disalahgunakan untuk menguntungkan keluarga atau kroni pejabat. Proyek infrastruktur, anggaran daerah, hingga bantuan sosial kerap kali tidak dikelola dengan baik, karena orang yang memegang kendali bukanlah mereka yang berkompeten di bidangnya, melainkan mereka yang dipilih karena ikatan keluarga.
Nepotisme bukan hanya masalah etika, tetapi juga mengancam kemajuan demokrasi dan pembangunan bangsa. Praktik ini merusak prinsip meritokrasi, di mana seharusnya posisi diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan dan dedikasi terbaik. Jika dibiarkan terus berlangsung, nepotisme akan memperburuk ketidakadilan sosial, meningkatkan korupsi, dan menghambat kemajuan Indonesia. Pemerintah perlu menegakkan sistem rekrutmen yang lebih transparan dan akuntabel agar setiap individu memiliki kesempatan yang adil dalam berkontribusi untuk kemajuan bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI