Mohon tunggu...
andy andy
andy andy Mohon Tunggu... wiraswasta -

beyond the limit and enjoy mobility

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Soichiro Honda (1) Awal

3 Oktober 2010   19:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:45 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ia tidak mewarisi harta kekayaan dari nenek moyang­nya. Soichiro Honda, putra pemilik bengkel sepeda, tidak berpendidikan tinggi. Namun, ketika merasa keuletan tanpa pengetahuan belum cukup, ia tidak segan-segan belajar lagi. Pikirannya memang tidak konvensional. Mantan "kacung" di sebuah bengkel itu memegang Iebih dari 100 hak paten untuk penemuan­nya. Ia juga beruntung menemukan mitra yang tepat, Takeo Fujisawa.

Soichiro Honda sama saja rupa­nya dengan kebanyak­an orang Jepang yang pernah kita lihat. Tu­buhnya langsing ka­rena giat bermain golf dan juga karena ia ti­dak bisa diam. Seperti generasi orang Je­pang sebelum PD II, tungkainya pendek dan bengkok sedang­kan badannya panjang.

Setiap kali ke kantor, yaitu Honda Motor Cor­poration di jantung kota Tokyo, ia mengenakan jas santai. Dandanannya memang berbeda dengan para eksekutif Jepang umumnya yang biasa mengenakan setelan jas konvensional berwarna hitam dan kemeja putih.

Wajahnya ramah dan mudah tersenyum. Pada dasarnya ia senang mengobrol, apalagi tentang mesin. Kalau sedang berbicara, kepalan tangannya biasanya dimasukkan ke kantung jas. Padahal, pakaian potong­an barat mudah berkerut dan rusak bentuknya kalau sering diperlakukan demikian.

Sambil berbicara pun, Honda tidak bisa diam. Seperti sebagian besar ahli mesin yang hebat, ia sering sulit mengutarakan yang terkandung dalam pikiran­nya. Pikirannya lebih cepat dari kata-katanya. Selain itu, ia mempergunakan dialek Hamamatsu-ben yang sulit dipahami oleh eksekutif generasi muda yang berbicara dalam dialek nasional Tokyo.

Setelah mengundurkan diri sebagai pemimpin umum perusahaan, Honda masih menjadi "penasihat agung". Kira-kira 2 bulan sekali ia masih datang ke pabriknya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di sana dan juga untuk bergaul dengan karyawan, ter­utama karyawan senior yang dikenalnya secara akrab.

Pada kesempatan itu, ia selalu mengenakan sera- gam putih bersih seperti semua orang di pabrik. Sera- gam itu berguna untuk memberi rasa sederajat pada semua orang. Menurut Honda, rasa sederajat itu pen­ting dalam suatu industri modern.

Seorang ahli mesin yang masih muda bercerita mengenai saat-saat Honda masih aktif. "la sama sekali tidak seperti pemimpin umum yang lazim kita kenal. Bisa dikatakan, ia bekerja sama dengan para karya­wannya sebagai salah seorang dari mereka, bukan sekadar memakai seragam yang sama atau berlagak akrab. Dengan Soichiro-san, kita bisa berdialog seba­gai orang-orang yang sederajat." Padahal, dalam masyarakat Jepang keakraban seperti ini langka karena mereka sangat mengindahkan hierarki.

Harus Belajar Cara Makan

Setelah bukan pemimpin umum lagi, ucapan-ucapan Honda masih dihargai. Apa saja yang sering dikata­kannya? "Ia sering berbicara tentang perbedaan cara berpikir dan bersikap antara orang Jepang dan orang asing," kata manajer pabriknya. "Katanya, perbedaan itu penting diketahui. Ia juga sering bercerita orang Jepang repot kalau bepergian ke luar negeri karena tata cara makannya berbeda. Karyawan Honda tidak boleh begitu, katanya. Ia pernah memberi ceramah pendek tentang tata cara makan dengan pisau dan garpu supaya para eksekutif muda tidak malu dan memalukan orang lain kalau keluar negeri."

Pikiran Honda memang sering kontroversial bagi orang Jepang. Sebaliknya, orang Amerika atau Eropa mungkin tidak menganggapnya terlalu aneh. Sikapnya yang terus terang dan pendekatannya yang sederhana pada pelbagai masalah juga sering membuat para eksekutif muda kikuk.

Namun, Honda tetap mempunyai ciriJepang yang kuat. Ia penuh imajinasi, mampu bekerja sebagai anggota tim dan luar biasa uletnya. la juga merupakan salah satu contoh sukses orang Jepang setelah PD II. Dari kehancuran total, mereka bisa bangkit menjadi suatu masyarakat yang lebih mengesankan dare sebe­lumnya.

Honda bukan hanya berhasil menumpulkan kekayaan yang besar dan memiliki sebuah perusahaan internasional yang berhasil, tetapi juga membangun suatu industri. Sarnpai tahun 1975, dari sepeda motor saja ia bisa memperoleh hasil tahunan AS $ 3 miliar di AS, belum di tempat-tempat lain. Belum lagi hasil dari produk mobilnya yang hemat BBM dan rendah polusi. Industri mobil Honda melesat maju. Orang­orang di Jepang maupun AS tahu, kemakmuran dan perkembangan ini tidak mungkin terjadi tanpa kege­niusan dan kepimpinan Honda.

Namun tahun 1973, ketika umurnya 67 tahun ia mengundurkan diri. Peristiwa ini tidak umum ter­jadi di Jepang yang memiliki banyak pemimpin per­usahaan berumur 70-an, bahkan 80-an tahun. Apa­lagi, kalau perusahaan itu didominasi oleh satu atau dua orang.

Menurut Honda, tuntutan teknologi meningkat dan sudah berada di luar jangkauan kemampuannya. Jadi, sebaiknya tampuk pimpinan diserahkan kepada kaum muda yang lebih mampu. Namun, kepribadian dan kehadirannya masih memainkan peranan penting.

Orang Jepang memang berpacu dengan teknologi. Pada tahun 1950-an menurut ukuran Eropa atau Amerika boleh dikatakan belum ada industri mobil di Jepang yang bisa dianggap betul-betul industri mobil. Tahu-tahu pada tahun 1970-an Jepang merupakan penghasil mobil nomor dua terpenting di dunia.

Sepeda motor Honda dan sepeda motor yang di­hasilkan oleh peniru-penirunya seakan-akan menimbulkan revolusi di dunia karena memberi kesempatan kepada jutaan orang untuk memiliki alat transpor murah di Asia Tenggara, Amerika Latin, Timur Te­ngah, dan Afrika. Sepeda motor Honda dipakai untuk segala macam keperluan, dari menggiring domba di Australia sampai menembaki tentara AS (oleh Viet­cong).

Walaupun demikian, Honda tidak lupa dara tan. Ketika mendapat gelar Doktor Kehormatan dari Mi­chigan Technological University, ia berpidato, "Teknologi hanya alat untuk melayani umat manusia. Beta­papun majunya teknologi dan sains, kita tidak boleh lupa manusialah yang menjalankannya dan dalam menjalankan ini manusia tidak bisa sendirian. Ia hams bekerja sama dari hati ke hati dengan banyak orang."

Dalam kesempatan itu ia juga berbicara tentang sukses. "Sukses itu memerlukan semangat pionir se­bab hanya bisa diperoleh melalui kegagalan yang berulang-ulang, introspeksi, serta ketabahan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun