Mohon tunggu...
Tutut Wibowo
Tutut Wibowo Mohon Tunggu... -

Entrepreneur | Dreamer | Creative Designer | Writter

Selanjutnya

Tutup

Money

Ternyata CEO Coca Cola beragama Islam

4 November 2013   10:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:37 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Inside Coca Cola

[caption id="" align="alignnone" width="406" caption="Buku Inside Coca Cola"][/caption] Ok, setelah lama absen nulis mulu. Akhirnya hari ini saya nulis lagi setelah baca buku "Inside Coca Cola". Yah, kebiasaan lama saya kembali. Yaitu terus terikat pada satu buku hingga buku itu habis dahulu baru menyelesaikan buku yang lain. Sayangnya kadangkala hal ini menghambat kinerja juga karena lebih suka baca buku daripada kerja. Meskipun baca buku termasuk kerjaan saya juga. Buku ini bercerita tentang seorang CEO Coca Cola, Neville Isdell yang menjabat sebagai CEO Coca Cola selama periode 2004 - 2009. Beliau yang membangun kembali Coca Cola sejak brand ternama tersebut jatuh dari tahun 2000 awal. Buku ini cukup menarik sebagai sebuah buku biografi. Menceritakan dari saat pertama perekrutan dia menjadi seorang karyawan di Coca Cola Company dari tahun 1964 di Cape Town, Afrika Selatan. Hingga pada akhirnya tahun 2004 dia menjadi CEO Coca Cola. CEO Coca Cola orang ISLAM Pelajaran penting yang bisa diambil dari buku ini adalah ternyata setiap negara memiliki kebudayaannya masing-masing. Sehingga untuk melakukan sebuah ekspansi ke suatu negara. Diharuskan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Mulai dari isu apartheid di Afrika Selatan, mengalahkan dominasi Pepsi di Filipina, mengatasi stagnasi pemasaran di Jerman Barat, membuka pasar baru di India, dan mengatasi blokade produk di negara Arab. Mungkin bagi sebagian orang mengira jika Coca Cola adalah perusahaan milik yahudi dan menolak untuk mengkonsumsinya. Hum... mungkin mereka belum tahu jika salah seorang CEO Coca Cola sekarang, Muhtar Kentadalah orang islam juga. Jadi, rasanya lucu kalau kita membenci suatu produk yang ternyata CEO-nya orang islam sendiri.

Muhtar Kent, seorang CEO Coca Cola keturunan Turki - Amerika yang beragama Islam Kapitalisme Terhubung Meskipun buku ini juga berbicara tentang kapitalisme. Ternyata nggak seperti kapitalisme yang dibicarakan orang-orang kebanyakan di Indonesia. Katanya kapitalisme adalah sebuah paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Pemerintah hanya bisa mengawasi tanpa mengintervensi. Jadi ya intinya adalah untung dan untung. Tapi, kalau dipikir-pikir. Usaha kalau nggak ada untungnya buat apa usaha? Itu namanya badan amal. Bener nggak? Saya secara pribadi setuju dengan sudut pandang Neville Isdell tentang kapitalisme terhubung yang ada di dalam buku ini. Memang pada intinya sebuah perusahaan memiliki tugas untuk mencari profit. Tapi, untuk mendukung perusahaan tersebut tetap berjalan. Mau tidak mau sebuah perusahaan juga harus mementingkan kepentingan masyarakat yang ada di sekitarnya. Coca cola pernah mendapatkan kritik saat menginvestasikan 25 juta dollar ke India untuk membangun sebuah pabrik pembotolan disana. "Kenapa tidak diinvestasikan menjadi sebuah rumah sakit saja daripada sebuah bisnis minuman?" Kalau dipandang dari sudut pandang jangka pendek. Mungkin ya itu benar. Tapi, bagaimana dengan jangka panjangnya? Oke jika kita bangun rumah sakit. Tapi, apakah orang-orang disana mampu untuk membiayai pengobatannya? Apakah rumah sakit harus terus menerus bekerja sosial sehingga tidak mendapatkan untung sama sekali? Haruskah rumah sakit terus menerus menerima sumbangan? Saya rasa tidak. Sebuah perusahaan nirlaba sekalipun harus memikirkan bagaimana cara mereka untung. Tidak mengandalkan semata-mata dari sumbangan. Sumbangan hanya menimbulkan efek jangka pendek. Bukan jangka panjang. Jika tidak ada sumbangan perusahaan mati. Tidak ada penghasilan. Lalu, jika tidak ada penghasilan siapa yang akan ditolong? Dengan membuka satu pabrik disana. Kita bisa merekrut tenaga kerja. Dengan merekrut tenaga kerja, karyawan memiliki uang untuk berobat ke rumah sakit. Dengan keuntungan dari sebuah bisnis. Perusahaan bisa menyumbangkan sebagian dari profitnya untuk biaya rumah sakit. Jadi, apa cara ini salah? Saya rasa tidak. Pepatah yang mengatakan "Jangan beri dia ikan, tapi beri dia kail" saya rasa benar. Jika orang terbiasa ditolong tanpa dia terus bekerja pada akhirnya akan membunuh dirinya sendiri. sumber : http://xbargo.blogspot.com/2013/11/ternyata-ceo-coca-cola-beragama-islam.html

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun