Meskipun demikian, tidak dapat kita pungkiri ada media yang karena sudah ditinggalkan oleh para founding fathers yang berintegritas tinggi dan meninggalkannya di tangan para penerus yang bisa saja tidak lagi berhati nurani murni sehingga terperangkap oleh vested interest maupun kepentingan kelompok.
Jika kita menganggap pembaca, pendengar dan atau pemirsa sebagai saudara yang kita hargai, kita tentu tidak akan mau memanipulasi data bukan? Dokter Lukas memberi kita contoh yang baik.Â
Saat hendak  memberikan laporan suatu peristiwa kepada orang yang dia hormati, dia melakukan kaidah jurnalisitik dengan apik: "Teofilus yang mulia, banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman.Â
Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar."
Mari meneladani dokter, jurnalis, rohaniwan, sekaligus sejarawan ini dengan meminjam 'pisau bedahnya yang tajam' untuk menganalisis setiap berita yang kita baca, lihat maupun dengar.
- Xavier Quentin Pranata, pelukis kehidupan di kanvas jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H